Sekongkol Mabes Polri dan DPR Senayan
Merdeka.com - Pekan lalu kita menyaksikan adegan-adegan baru yang mulai lagi memojokkan KPK. Dengan dalih melakukan pengawasan, Komisi III DPR memanggil sejumlah mantan penyidik dan mantan penuntut KPK dari kepolisian dan kejaksaan.
Beberapa jaksa dan polisi menyampaikan pengalaman dan catatannya atas proses penelitian, penyidikan dan penututan di KPK. Namun keterangan mereka tidak memuaskan Komisi III DPR. Maklum, mereka bertugas pada zaman Antasari Azhar, padahal DPR ingin mengetahui situasi kekinian.
Maka, awal pekan ini, Komisi III memanggil mantan penyidik yang baru saja meninggalkan tugas di KPK, baik karena masa kerja telah habis, atau karena mendapat panggilan kembali ke markas oleh Mabes Polri. Mereka itulah yang lebih mengetahui situasi kekinian KPK.
-
Apa yang dilakukan polwan? Polisi wanita atau yang biasa disingkat polwan adalah salah satu profesi yang banyak dicita-citakan. Menjadi aparat penegak hukum artinya Anda akan berkontribusi terhadap keamanan dan kenyamanan masyarakat, khususnya dalam menumpas tindak kejahatan.
-
Dimana markas besar Polri? Kemudian, Kepala Kepolisian Negara kala itu Komisaris Jenderal Polisi R.S. Soekanto Tjokrodiatmodjo bikin kantor sendiri di Jalan Trunojoyo 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, bernama Markas Besar Djawatan Kepolisian Negara RI (DKN) yang menjadi Markas Besar Kepolisian sampai sekarang.
-
Dimana Jenderal Polri bertugas? Carlo Brix Tewu merupakan seorang Purnawirawan Polri yang sekarang menjabat sebagai Deputi Bidang Hukum dan Perundang-undangan Kementerian BUMN.
-
Bagaimana Kementan dibantu oleh Polri? Kapolri menambahkan bahwa pihaknya siap mem backup dan mendukung berbagai kegiatan Kementan melalui pengerahan para Kapolda, Kapolres hingga anggota babinkamtibmas yang tersebar di seluruh Indonesia.
-
Bagaimana karier Jenderal Polri? Tak hanya itu saja, rekam jejak karier Carlo selama menjabat sebagai anggota Polri juga bukan kaleng-kaleng. Ia beberapa kali turut serta berhasil memecahkan kasus.
-
Apa itu keperjakaan? Keperjakaan bukanlah kondisi medis, melainkan suatu konsep sosial dan budaya. Seorang pria dianggap perjaka jika ia belum pernah melakukan hubungan seksual.
Selanjutnya, seperti kita ikuti melalui media massa, sekeluar dari ruangan rapat Komisi III, para mantan penyidik KPK itu langsung mengeluarkan pernyataan.
Para wartawan yang meliput pun terkesima. Biasanya keluar dari rapat tertutup, peserta rapat selalu bungkam. Kali ini tidak, begitu alat perekam disodorkan dan kamera di-on-kan, para penyidik langsung menyerocos, bercerita segala macam hal.
Intinya, mereka menyampaikan informasi negatif atas apa yang dialami selama menjadi penyidik KPK, khususnya selama kepemimpinan Abraham Samad. Banyak hal, mulai dari penyidikan yang tidak sesuai prosedur, intervensi terhadap penyidik, pemaksaan kehendak, keputusan personal jadi keputusan lembaga, dll.
Nyanyian para mantan penyidik KPK itu menjadi sesuatu yang aneh: tidak hanya melanggar kepatutan aparatur, tetapi juga merusak akal sehat masyarakat.
Sejak kapan ada aparat atau mantan aparat leluasa mengungkap ke masyarakat pengalamannya dalam menjalankan tugas? Apalagi ini dilakukan oleh para perwira polisi yang masih aktif?
Padahal, sudah menjadi doktrin: bagi polisi, hirarki dan disiplin adalah kata kunci. Adegan-adegan mempermalukan KPK di Senayan oleh para mantan penyidik KPK, jelas bertentangan dengan hirarki dan disiplin polisi.
Mabes Polri bisa saja berkilah, mereka tidak bisa mencegah undangan Komisi III DPR untuk menghadirkan para mantan penyidik KPK. Tetapi, mengapa mereka dibiarkan bernyanyi di depan kamera televisi? Jika rapat dengan Komisi III berlangsung tertutup, bukankah seharusnya para mantan penyidik juga diam seribu bahasa sekeluarnya dari ruang rapat?
Sudah demikian burukkah etika para perwira polisi itu, sehingga mereka tidak bisa membedakan mana yang bisa diomongkan ke publik, dan mana yang tidak? Bukankah mereka dahulu adalah penyidik-penyidik yang hebat saat bekerja di KPK; mengapa kini, setelah kembali ke Mabes Polri, peringainya berubah buruk?
Hanya orang tidak waras saja yang berani menyatakan, bahwa nyanyian para penyidik KPK itu atas inisiatif para perwira sendiri.
Menurut saya, apa yang terjadi di Senayan itu, bukan saja soal pembiaran Mabes Polri meliarkan para mantan penyidik KPK bernyanyi soal keburukan KPK, tetapi menyangkut pemaknaan hirarki dan disiplin yang salah.
Tegasnya, tanpa perintah petinggi di Mabes Polri, tidak mungkin para penyidik itu bernyanyi sumbang tentang KPK. Sebagai perwira Mabes Polri, mereka hanya menjalankan perintah untuk menyerang KPK.
Perintah itu adalah buah persekongkolan Mabes Polri dengan DPR yang diwakili oleh Komisi III. Mereka adalah sama-sama jadi korban kesungguhan KPK dalam memberantas korupsi. Perlawanan dilakukan dengan memanfaatkan posisi dan fungsi masing-masing.
Dengan dalih pengawasan, yang disertai embel-embel memperbaiki mekanisme internal KPK, Komisi III DPR memanggil para mantan penyidik KPK yang kini kembali bertugas di Mabes Polri. Mabes Polri tentu saja tidak bisa melarang para penyidiknya untuk memenuhi undangan KPK.
Tetapi apalah artinya, membicarakan KPK di ruang tertutup? Maka, dibiarkanlah para mantan penyidik KPK itu bernyanyi di hadapan kamera wartawan.
Dalam persekongkolan ini tampak Mabes Polri semakin buruk rupa, juga para penyidiknya. Sementara Komisi III DPR, sambil kipas-kipas bisa menyatakan, kami menggelar rapat tertutup; kami tidak membocorkan hasil rapat tertutup.
Kejadian ini menunjukkan para jenderal polisi dengan gampang bisa dikerjain politisi Senayan. Namun apapun yang dilakukan dan akan dilakukan oleh para politisi dan jenderal polisi itu, mereka takkan berhasil mengacaukan logika masyarakat. (mdk/tts)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
"Sudah ditangani oleh pihak Bawaslu. Kita hormati prosesnya," Ketua DPD Partai Demokrat DKI Jakarta, Mujiyono
Baca SelengkapnyaAnggota Komisi VII, Muhammad Nasir blak-blakan aksi mafia migas di Inhil.
Baca SelengkapnyaAgar tindakan segelintir oknum tidak merusak citra Mabes TNI.
Baca SelengkapnyaArogansi Mayor Dedi yang menggeruduk Polrestabes Medan dimaknai pamer kekuatan demi mempengaruhi proses hukum yang menjerat keluarganya, tersangka ARH.
Baca SelengkapnyaMabes Polri buka suara atas kasus pengeroyokan dilakukan puluhan Brimob kepada seorang anggota TNI.
Baca SelengkapnyaPensiunan Jenderal TNI Ini Jelaskan Aturan Peradilan Militer buntut kasus Kepala Basarnas
Baca SelengkapnyaMotif Mayor Dedi Hasibuan Geruduk Polrestabes Medan: Unjuk Kekuatan Pengaruhi Proses Hukum
Baca SelengkapnyaKapolres Cilegon AKBP Kemas Indra Natanegara, Senin (4/11), menyebut kini JS dan BA telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Polda Banten.
Baca SelengkapnyaKasad melalui Pangdam IV/Diponegoro, menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Boyolali atas kejadian ini.
Baca SelengkapnyaWakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni mengapresiasi langkah Jaksa Agung yang tidak memberikan toleransi terhadap jaksa yang diduga terlibat korupsi.
Baca Selengkapnya