Sengketa Wilayah (2): Rebutan makam Pulau Berhala

Merdeka.com - Provinsi Jambi saat ini harap-harap cemas memikirkan nasib Pulau Berhala. Penyebabnya, Mahkamah Agung (MA) mencabut Permendagri nomor 44 tahun 2011 yang menyatakan Pulau Berhala masuk ke dalam wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi.

Pemprov Jambi melalui Gubernur Hasan Basri Agus mengaku masih berupaya mencari-cari celah hukum pascakeputusan Mahkamah Agung (MA) yang memenangkan gugatan Kepulauan Riau. "Kita masih kaji," kata Hasan Basri,  akhir Februari lalu tentang rencana langkah hukum pihaknya. 

Pulau Berhala memiliki luas sekitar 10 Km2 dengan penduduk hanya sekitar 60 kepala keluarga berasal dari Suku Melayu Riau. Mata pencarian utama penduduk Pulau Berhala sebagai nelayan.

Pulau Berhala memiliki topografi berbukit dengan hutan lebat dan pantai yang putih bersih, serta susunan batu vulkanik yang indah. Pada awal dan akhir tahun, pantai Pulau Berhala menjadi tempat persinggahan penyu untuk bertelur. Pada sisi barat pulau, terdapat pantai yang landai dan pada sisi Timur terdapat tebing-tebing batu karang yang cukup curam. Dalam keadaan laut surut, Pulau Berhala dapat dikelilingi dengan berjalan kaki dalam waktu 6 jam.

Di sisi sebelah utara pulau Berhala terdapat Selat Berhala, sedangkan Pulau Berhala dikelilingi oleh beberapa pulau-pulau kecil, seperti Pulau Manjen, Pulau Telor, Pulau Layak, Pulau Selumar, Pulau Nyirih dan Pulau Niur. Pulau-pulau tersebut kelilingi air laut berwarna kebiru-biruan yang jernih, berpantai landai, dan sebagiannya merupakan hamparan pasir kuarsa putih dan sebagian lagi berbatu.

Walaupun dikelilingi laut dalam, sumur yang digali sedalam 10-15 meter dari bibir pantai Pulau Berhala, menghasilkan air tawar bening dan tidak berbau. Karena itu, pulau ini sangat cocok dijadikan sebagai obyek wisata bahari.

Pada bagian tengah pulau terdapat Makam Datuk Paduko Berhalo yang disebut-sebut sebagai penyebar Islam di Jambi. Kisah makam Datuk Paduko Berhalo dan asal usulnya sendiri hingga kini masih banyak versi. Di salah satu bukit Pulau Berhala juga terdapat benteng peninggalan Jepang.

Sengketa Pulau Berhala sudah berlangsung sejak tahun 1981. Saat itu, Gubernur Jambi Maschoen Sofyan secara sepihak mengakui Pulau Berhala menjadi bagian wilayah administrasinya. Hal ini dibuktikan dengan adanya spanduk berbunyi, "Selamat Datang Bapak Bupati Kepala Daerah Tingkat II Tanjung Jabung (Provinsi Jambi) ke Pulau Berhala" yang kemudian diketahui oleh Camat Singkep, Kabupaten Lingga, Kepri yang melakukan kunjungan kerja ke Pulau Berhala sebagai bagian dari Kelurahan Dabo.

Sejak klaim tersebut, kedamaian di Pulau berhala memudar. Pulau itu kemudian menjadi perebutan antara kedua pemerintahan daerah, Riau dan Jambi. Padahal, berabad-abad lamanya masyarakat Riau-Lingga secara turun-temurun, de facto dan de jure meyakini, Pulau Berhala adalah milik dan bagian dari wilayah Kerajaan Melayu Riau-Lingga.

Sengketa berlarut dan masih berlangsung di masa pemerintahan gubernur berikutnya, Abdurachman Sayuti, hingga Zulkifli Nurdin dan Hasan Basri Agus yang menjabat hingga sekarang.

Tak kunjung selesainya konflik ini lalu membuat Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi jadi hakim. Akhirnya status Pulau Berhala ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dalam Gamawan Fauzi, masuk dalam Provinsi Jambi melalui Permendagri No 44 tahun 2011 yang ditandatangani tanggal 27 September dan diundangkan mulai 7 Oktober 2011.

Tak puas dengan hal tersebut, Pemprov Kepri kemudian mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA). Hingga kemudian kasus sengketa Pulau Berhala ini berujung pada putusan keputusan Mahkamah Agung (MA) pada 9 Februari 2012, yang menerima permohonan yang diajukan Pemprov Kepri agar Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44/2011 dihapus.

Ada dugaan lain tentang kekayaan Pulau Berhala. Konon, pulau tersebut memiliki kekayaan mineral yang luar biasa, hanya saja belum tergali hingga saat ini. Pulau dengan penghuni berbahasa Jambi dan Melayu itu juga memiliki sumber mata air paling jernih di dunia. (mdk/hhw)