Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Ulah PKS dalam koalisi rapuh

Ulah PKS dalam koalisi rapuh PKS tolak kenaikan BBM. ©2013 Merdeka.com/Arie Basuki

Merdeka.com - Bagi sebagian orang, sikap PKS yang berkeras menolak kenaikan BBM, sangat menjengkelkan. Ini bukan karena mereka setuju kenaikan BBM, tetapi lebih karena sikap tidak konsisten PKS: anggota koalisi pemerintahan SBY-Boediono kok menentang kebijakan yang akan diambil SBY-Boediono.

Meskipun PKS memasang sepanduk di mana-mana, bahwa dari dulu PKS konsisten menolak kanaikan BBM, namun sebagian orang tetap beranggapan: sikap PKS kali ini tidak lain adalah upaya menaikkan citra diri. Maklum, mantan presiden PKS sedang dilanda kasus korupsi, sementara petinggi partai lainnya dalam bidikan KPK.

Tapi bukan masalah yang membelit PKS yang hendak dibahas di sini, tapi soal kerapuhan koalisi pemerintahan SBY-Kalla. Sebab bukan hanya PKS yang pernah merepotkan SBY, tetapi juga partai lain, seperti Partai Golkar, PAN, PPP, dan PKB. Bahkan anggota DPR dari partai koalisi, kadang juga mengganggu koalisi, karena mereka mbalelo, atau tidak mengikuti garis partai untuk mendukung kebijakan SBY-Boediono.

Orang lain juga bertanya?

Mengapa koalisi pendukung pemerintahan SBY-Boediono rapuh? Banyak orang menunjuk karakter kepemimpinan SBY-Boediono sebagai penyebab: sering galau, selalu ragu dan tidak tegas. Soal kepemimpinan lembek ini, SBY-Boediono lebih parah jika dibandingkan dengan SBY-Kalla. Sebab, Kalla bisa berperan sebagai "provokator" buat SBY dalam membuat keputusan, sementara Boediono murni berperan sabagai "pendamping".

Meskipun demikian, toh pada pemerintahan SBY-Kalla juga tampak rapuh. Beberapa partai politik anggota koalisi selalu menghalangi rencana kebijakan yang hendak diambil SBY-Kalla. Mereka mencoba negosiasi dengan SBY-Kalla, sehingga kemudian berkembang politik transaksional. Keputusan yang diambil tidak hanya terlambat, tetapi juga sudah terkurangi derajat tujuan dan targetnya, setelah dikikis transaksi.

Jadi koalisi rapuh, sesungguhnya bukan sekadar masalah SBY yang sering galau, selalu ragu, dan tidak tegas. Lebih dari itu juga karena faktor sistem. Dalam sistem pemerintahan presidensial seharusnya presiden kuat memimpin negara dan menjalankan roda pemerintahan. Kenyataannya dia sering disandera DPR, bahkan oleh anggota DPR yang berasal dari partai politik koalisi pendukung pemerintahan SBY.

Mengapa hal itu terjadi? Mengapa koalisi pendukung pemerintahan selalu kesulitan menghadapi DPR yang mayoritas kursinya dikuasai oleh partai-partai politik pendukung pemerintahan? Mengapa koalisi pendukung pemerintahan rapuh?

Pertama, koalisi partai tidak seideologi, bahwa tidak memiliki kesamaan paltform politik. Ideologi memang salah satu pengikat koalisi, namun jika ideologi partai tidak ada atau tidak sama, koalisi bisa diikat oleh platform politik.

Apakah koalisi partai politik pendukung pemerintahan SBY-Kalla maupun SBY-Boediono memiliki kesamaan platform politik? Jawabnya, tidak. Setelah pemilu legislatif, partai-partai politik berkumpul dan bersepakat mengajukan pasangan calon presiden, dan tidak punya waktu membahas platform politik bersama. Visi misi dan program presiden (jika itu disebut platform politik) digarap sepenuhnya oleh tim kampanye presiden.

Kedua, pembangunan koalisi berlangsung bertahap, sehingga mempengaruhi tingkat kerekatan koalisi. Pertama, partai yang bergabung mengajukan pasangan calon menjelang pemilu presiden putaran pertama. Kedua, partai-partai yang bergabung menjelang putaran kedua, karena pasangan calonnya kalah dalam putaran pertama. Ketiga, partai yang bergabung setelah ditarik pasangan calon yang menang untuk memperkuat penguasaan mayoritas parlemen.

Tentu saja, mereka yang bergabung pada tahap pertama, memiliki loyalitas berbeda dengan yang partai yang bergabung para tahap kedua atau ketiga. Sementara partai-partai yang bergabung lebih belakangan cenderung memainkan perannya sebagai partai "yang paling dibutuhkan" untuk menjaga soliditas pemerintahan.

Ketiga, partai presiden sendiri hanya memiliki kursi sedikit di parlemen, sehingga mereka sangat tergantung kepada partai koalisi. Di sinilah berlaku hukum politik, bahwa partai besar adalah partai yang memiliki 40 persen lebih kursi parlemen, sehingga partai itu bisa mendikte kawan atau lawan.

Jika penguasaan kursi parlemen di bawah 40 persen, maka tidak ada partai besar. Tidak ada partai besar, berarti koalisi lemah. Stabilitas dan soliditas pemerintahan semata hanya karena transaksi. (mdk/tts)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
PKB Bicara Peluang Tiga Poros Koalisi di Pilgub Jakarta, Ini Bocoran Peta Politiknya
PKB Bicara Peluang Tiga Poros Koalisi di Pilgub Jakarta, Ini Bocoran Peta Politiknya

PKB Bicara Peluang Tiga Poros Koalisi di Pilgub Jakarta, Ini Bocoran Peta Politiknya

Baca Selengkapnya
SBY: Allah Tidak Izinkan Kita Berkoalisi Dengan yang Tidak Jujur
SBY: Allah Tidak Izinkan Kita Berkoalisi Dengan yang Tidak Jujur

Demokrat mendapatkan hikmah karena Anies akhirnya memutuskan meninggalkan AHY.

Baca Selengkapnya
PKB Sentil PKS Soal Anies-Sohibul: Bisa Bahaya Deadlock, Enggak Dapat Teman Koalisi!
PKB Sentil PKS Soal Anies-Sohibul: Bisa Bahaya Deadlock, Enggak Dapat Teman Koalisi!

Sikap PKS memasangkan Anies-Sohibul Iman dinilai sangat berbahaya.

Baca Selengkapnya
PKB Nilai PKS Blunder Langsung Pasangkan Anies-Sohibul Iman: Tutup Pintu Koalisi dengan Partai Lain
PKB Nilai PKS Blunder Langsung Pasangkan Anies-Sohibul Iman: Tutup Pintu Koalisi dengan Partai Lain

Langkah PKS langsung memasangkan Anies dengan Sohibul dinilai akan menutup pintu bagi partai lain untuk bergabung mendukung Anies.

Baca Selengkapnya
Ini Kerugian Prabowo usai Ditinggal Cak Imin jadi Cawapres Anies Baswedan
Ini Kerugian Prabowo usai Ditinggal Cak Imin jadi Cawapres Anies Baswedan

Suara Prabowo Subianto diduga bisa gembos karena ditinggal PKB

Baca Selengkapnya
Partai Gelora Tolak PKS Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran
Partai Gelora Tolak PKS Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia menolak wacana Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bergabung dengan pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Baca Selengkapnya
PDIP: Kelihatan PKB Enggak Nyaman Ada PKS di Koalisi Perubahan
PDIP: Kelihatan PKB Enggak Nyaman Ada PKS di Koalisi Perubahan

Politikus PDIP Deddy Yevry Sitorus menduga PKB sebenarnya tidak nyaman berkoalisi dengan PKS.

Baca Selengkapnya
PKS Siap Berkoalisi dengan Prabowo-Gibran
PKS Siap Berkoalisi dengan Prabowo-Gibran

PKS mengaku partainya konsisten mendorong kerja sama dan kolaborasi.

Baca Selengkapnya
SBY Jengkel Lihat Manuver Surya Paloh dan Anies: Melebihi Batas Moral, It Is Really Ugly
SBY Jengkel Lihat Manuver Surya Paloh dan Anies: Melebihi Batas Moral, It Is Really Ugly

SBY mengatakan seluruh kader Demokrat wajib bersyukur dikhianati NasDem dan Anies.

Baca Selengkapnya
HUT ke-23 Demokrat , SBY Cerita Kesulitan Partai saat di Luar Pemerintahan
HUT ke-23 Demokrat , SBY Cerita Kesulitan Partai saat di Luar Pemerintahan

Terlebih, memang ada pihak yang tidak menginginkan Demokrat berada di dalam pemerintahan.

Baca Selengkapnya
Tak Terbujuk Rayu Kekuasaan, PDIP dan PKS Bisa Jadi Oposisi Kuat di Parlemen Gabung Kekuatan Sipil
Tak Terbujuk Rayu Kekuasaan, PDIP dan PKS Bisa Jadi Oposisi Kuat di Parlemen Gabung Kekuatan Sipil

PDIP dan PKS punya pengalaman menunjukan kekuatan di parlemen asal konsisten tetap menjadi oposisi dan tidak terlibat dalam pembicaraan bagi-bagi jatah menteri.

Baca Selengkapnya