Vonis mati Hakim Chua
Merdeka.com - Kehebohan terlihat di gedung Pengadilan Tinggi Singapura, Rabu pagi, 20 Oktober 1965. Pengamanan sangat ketat. Bisa dipastikan perhatian sebagian besar rakyat Singapura hari itu tertuju pada kabar keluar dari sana.
Maklum saja, agenda sidang hari itu adalah pembacaan vonis terhadap Usman bin Muhammad Ali alias Janatin dan Harun bin Said alias Tahir bin Mandar, dua terdakwa kasus peledakan gedung MacDonald House di Orchard Road. Insiden tujuh bulan lalu itu menewaskan tiga warga Singapura.
Tentu saja jantung Usman dan Harun berdegup lebih kencang menantikan saat-saat menegangkan itu. Hasilnya mengecewakan buat mereka, namun melegakan bagi penduduk Negeri Singa itu. Hakim J. Chua menyatakan kedua anggota Korps Komando Operasi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut itu bersalah dan divonis hukuman gantung sampai mati.
-
Apa yang dilakukan Jaksa Urip yang membuat Hendarman kecewa? “Apa yang dilakukan (Jaksa Urip Tri Gunawan), sungguh-sungguh menciderai korps Kejaksaan,“ kata Hendarman dengan raut muka memerah menahan amarah, tahun 2008 lalu.
-
Mengapa Anwar Usman dilarang terlibat? Sehingga, Anwar Usman dilarang terlibat dalam menghadapi sengketa pilpres 2024. 'Iya betul (tanpa Anwar Usman). Ini untuk pilpres yang pasti. Kalau pilpres ini perintah dari keputusan Majelis Kehormatan MK.
-
Kenapa perdagangan Inggris di Nusantara kacau? Aktivitas perdagangan Inggris di Nusantara pun mengalami kekacauan mulai dari tubuh perserikatan dagangnya sampai komoditas yang dijual juga tidak ada harganya.
-
Kenapa Anwar Usman dicopot? MKMK menyatakan Anwar Usman dicopot dari jabatannya karena terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi.
-
Siapa yang menggugat Gibran? Almas Tsaqibbirru, penggugat syarat usia capres-cawapres yang dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK), kini menggugat Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka dalam perkara wanprestasi ke Pengadilan Negeri Surakarta, Jawa Tengah.
-
Apa yang terjadi saat Umar menolak dinasti politik? 'Semoga Allah membunuhmu. Demi Allah, Aku tidak menghendaki hal ini! Celaka kamu! Bagaimana mungkin aku menunjuk penggantiku orang yang tak mampu menceraikan istrinya? Kami (sebenarnya) tidak butuh mengurusi urusan kalian (menjadi pemimpin pemerintahan), kemudian aku memujinya dan menyenanginya untuk salah seorang dari keluargaku.'
Chua menolak semua bukti dan keterangan kedua terdakwa. Dia tidak percaya Usman dan Harun adalah tentara Indonesia dan mesti diperlakukan sebagai tawanan perang. Sebab, ketika ditangkap keduanya tidak berseragam militer dan tidak bisa menunjukkan identitas mereka sebagai prajurit. Apalagi awalnya Usman mengaku sebagai nelayan dan Harun sebagai petani, seperti tercantum dalam dokumen pengadilan diperoleh merdeka.com.
Keduanya lantas mengajukan banding ke Pengadilan Federal Malaysia lantaran saat itu Singapura masih menjadi bagian dari Malaysia. Majelis hakim Pengadilan Federal Malaysia beranggotakan Wee Ching Jin C.J., Tan Ah Tah, dan Ambrose JJ. menolak banding itu pada 5 Oktober 1966.
Mereka menguatkan pendapat Chua, Usman dan Harun tidak layak ditetapkan sebagai tawanan perang. "Sesuai hukum internasional, seorang anggota pasukan bersenjata dari pihak berkonflik tidak berseragam militer dan berpakaian sipil, meledakkan gedung non-militer di daerah musuh tempat warga sipil bekerja tidak ada hubungannya dengan perang sehingga kehilangan haknya untuk diperlakukan sebagai tawanan perang."
Pemerintah Indonesia tidak mau menyerah. Mereka terus mengusahakan segala cara agar bisa membebaskan Usman dan Harun dari hukuman mati. Setahun kemudian, banding kembali diajukan ke Privy Council, sebuah lembaga penasihat rahasia Kerajaan Inggris di London. Organ ini juga menolak banding Usman dan Harun dalam keputusan disampaikan pada 29 Juli 1968.
Presiden Soeharto lewat utusan khusus Brigadir Jenderal Tjokropranolo meminta grasi kepada Presiden Singapura Yusuf bin Ishak. Saluran terakhir untuk melepaskan kedua tentara itu juga gagal.
(mdk/fas)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
"Pidana penjara seumur hidup," bunyi petitum putusan MA
Baca SelengkapnyaGuru Besar Hukum senior ini sangat memahami ada masyarakat yang kecewa dengan vonis tersebut. Tetapi ia berpesan agar jangan berpikir negatif.
Baca SelengkapnyaHal tersebut mengingat kematian Dini yang tidak wajar tidak menjadi pertimbangan.
Baca SelengkapnyaKepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana merespons putusan kasasi Mahkamah Agung yang menganulir vonis mati Ferdy Sambo.
Baca SelengkapnyaTerkait dengan putusan bebas terhadap Ronald, dia mengatakan bahwa kejaksaan secara tegas mengajukan upaya kasasi.
Baca SelengkapnyaHakim Pengadilan Negeri Surabaya yang membebaskan Gregorius Ronald Tannur dari dakwaan pembunuhan dan penganiayaan pacarnya, Dini Sera Afrianti.
Baca SelengkapnyaKejagung akan mempelajari lebih lanjut setelah mendapatkan salinan resmi Putusan Kasasi dari MA.
Baca SelengkapnyaMajelis hakim Pengadilan Negeri Bandung mengabulkan gugatan praperadilan tersangka pembunuhan Vina dan Eky Cirebon, Pegi Setiawan.
Baca SelengkapnyaKejagung mengambil langkah hukum Kasasi karena hakim tidak menerapkan hukum sebagaimana mestinya.
Baca SelengkapnyaDalam putusannya, majelis hakim menganulir vonis mati yang diterima Ferdy Sambo menjadi penjara seumur hidup.
Baca SelengkapnyaMA menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 5 tahun penjara, sehingga Ronald Tannur pun batal bebas.
Baca Selengkapnya"Kami sangat kecewa. Karena keadilan tidak bisa ditegakkan," kata Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Mia Amiati .
Baca Selengkapnya