Bakal Ada Taksi Terbang dan Bus Terapung di Indonesia Atasi Masalah Konektivitas
Kementerian Perindustrian menilai bahwa pengembangan taksi terbang dan bus terapung di masa depan dapat menjadi solusi untuk mengatasi masalah konektivitas.
Pemerintah, melalui Kementerian Perindustrian, menganggap bahwa pengembangan taksi terbang dan bus terapung di masa depan dapat menjadi solusi untuk mengatasi masalah konektivitas di Indonesia, terutama di daerah kepulauan dan wilayah terpencil. Hal ini disampaikan oleh Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza, saat menerima kunjungan dari PT Chery Motor Indonesia di Kantor Kemenperin.
Dalam pertemuan tersebut, dibahas rencana untuk memperkenalkan transportasi publik canggih dari industri otomotif asal China, yaitu taksi terbang dan bus terapung. Namun, sebelum kedua jenis kendaraan tersebut dapat beroperasi di Indonesia, Chery Motor harus menunggu, karena pemerintah perlu melakukan kajian yang mendalam. Ini disebabkan oleh belum adanya regulasi yang mengatur jenis transportasi tersebut hingga saat ini.
"Masih perlu kajian mendalam dan penyesuaian dengan regulasi di dalam negeri, terutama Kementerian Pertahanan. Selain itu, karena ini juga menyangkut transportasi publik, maka perlu ada regulasi dari Kementerian Perhubungan," ungkap Faisol seperti yang dilansir oleh Antara pada Sabtu (14/12/2024).
Selain itu, audiensi dengan Chery Motor juga mencakup pembahasan tentang penjualan kendaraan listrik (electric vehicle) dan kendaraan hibrida (hybrid) di Indonesia. Wamen Faisol mendorong agar industri otomotif berperan aktif dalam membantu pemerintah untuk menciptakan ekosistem kendaraan listrik yang lebih agresif di tanah air.
Dukungan Regulasi dan Insentif
Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah telah memberikan dukungan melalui berbagai regulasi dan insentif. Beberapa di antaranya meliputi pembebasan bea masuk untuk kendaraan listrik, serta penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) yang akan diperpanjang hingga akhir tahun depan.
"Tahun ini kami sudah siapkan paket insentif itu, tapi ternyata penggunaan terhadap paket itu belum optimal. Jadi seharusnya utilisasinya itu bisa lebih dari yang kita siapkan, tapi ternyata masih rendah," ujar Faisol.