Bergabungnya Nissan dan Honda Memberikan Peluang untuk Menghadirkan SUV Besar yang Baru
Honda dan Nissan telah mencapai kesepakatan untuk berkolaborasi, dan besar kemungkinan mereka akan berbagi platform untuk pengembangan model baru.
Honda dan Nissan telah mencapai kesepakatan untuk berkolaborasi, yang kemungkinan akan melibatkan pertukaran platform untuk model baru. Dengan langkah ini, Honda berharap dapat meluncurkan sebuah SUV yang lebih besar. Dalam pernyataannya di CES 2025, Norya Kaihara dari Honda mengungkapkan bahwa perusahaannya sedang mempertimbangkan Nissan Armada sebagai basis untuk model mereka. Meskipun rincian spesifik belum diungkapkan, Car & Driver melaporkan bahwa Nissan memiliki banyak jenis kendaraan yang belum dimiliki Honda, terutama di pasar Amerika Serikat. "Jadi, jika mungkin kami dapat menukar beberapa kendaraan, itu juga akan menguntungkan kami dalam jangka pendek," tegas Norya.
Dengan mempertimbangkan kemungkinan ini, Honda juga sedang mengeksplorasi opsi untuk mengubah nama merek yang akan bersaing dengan Chevrolet Tahoe, GMC Yukon, Ford Expedition, Jeep Wagoneer, dan Toyota Sequoia. Di sisi lain, Norya Kaihara menyebutkan potensi untuk mengembangkan kendaraan kelas besar secara kolaboratif di masa depan. Namun, untuk saat ini, tampaknya Honda lebih fokus pada pengisian kekosongan dalam lini produknya. Sebagai informasi tambahan, crossover terbesar yang ditawarkan Honda saat ini adalah Pilot, yang memiliki panjang 5.077 mm dan dapat menampung hingga delapan penumpang. Sementara itu, Nissan Armada jauh lebih besar, dengan panjang 5.324 mm, serta dilengkapi mesin V6 3,5 liter twin turbo yang dapat menghasilkan tenaga hingga 425 tk dan torsi 699 nm.
Penggabungan Honda dan Nissan sebagai respons terhadap ancaman kendaraan listrik dari China terhadap Jepang
Langkah yang diambil oleh Honda dan Nissan untuk melakukan merger ternyata mengungkapkan ancaman nyata dari kendaraan listrik asal China terhadap industri otomotif Jepang. Keahlian dalam produksi kendaraan listrik yang dimiliki oleh Tiongkok tampak sangat menantang bagi para produsen mobil tradisional di seluruh dunia. Menurut laporan dari Reuters, ancaman ini diperkirakan akan berpengaruh besar terhadap rantai pasokan manufaktur mobil yang sudah menjadi tulang punggung ekonomi Jepang selama bertahun-tahun.
Seperti halnya produsen mobil asing lainnya, Honda dan Nissan juga merasakan dampak negatif di pasar Tiongkok, yang merupakan pasar mobil terbesar di dunia. Mereka harus bersaing dengan BYD dan merek lokal lainnya yang berhasil menarik perhatian konsumen dengan menawarkan kendaraan listrik dan hibrida yang dilengkapi dengan teknologi perangkat lunak canggih. Honda melaporkan penurunan laba kuartalan sebesar 15% bulan lalu akibat penurunan penjualan di Tiongkok, dan perusahaan ini juga telah mengurangi jumlah karyawan di negara tersebut. Di sisi lain, Nissan, yang telah lama berjuang untuk keluar dari kerugian, merencanakan pemangkasan 9.000 pekerjaan di seluruh dunia serta pengurangan kapasitas produksi sebesar 20% akibat penurunan penjualan yang signifikan di Tiongkok dan Amerika Serikat.