Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Adik Narogong 'paksa' dosen ITB terima uang agar proyek e-KTP mulus

Adik Narogong 'paksa' dosen ITB terima uang agar proyek e-KTP mulus Agus dan Ganjar bersaksi di sidang e-KTP. ©2017 Merdeka.com/Muhammad Luthfi Rahman

Merdeka.com - Persidangan keenam kasus korupsi proyek e-KTP menghadirkan sejumlah saksi dari berbagai unsur. Salah satu saksi yang dihadirkan di persidangan adalah dosen dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Munawar Ahmad.

Munawar mengaku sempat dikejar oleh Vidi Gunawan, adik Andi Narogong (Tersangka korupsi e-KTP) untuk menerima titipan yang diduga uang.

Di hadapan majelis hakim, Munawar menceritakan, pihak Kementerian Dalam Negeri meminta pendampingan dari ITB terkait teknologi yang akan diterapkan di proyek e-KTP. Kala itu, diputuskan dialah yang menjadi delegasi dari ITB.

Awalnya, kisah Munawwar, beberapa rekomendasi diajukannya untuk proyek senilai Rp 5.9 Triliun itu. Namun seiring berjalannya waktu, dia meminta mundur karena merasa ada yang kurang beres dalam pengerjaan proyek e-KTP.

"Saya diminta Pak Rasyid, Pak Dirjen sebelumnya diberitahu ITB meminta tim pendamping, kemudian ITB menugaskan saya Agustus sampai Desember 2009," kata Munawar menjelaskan di persidangan , Senin (3/4).

Munawar melanjutkan, saat sedang berada di Jakarta, tiba-tiba saja dirinya dihubungi Vidi. Adik Andi Narogong ini meminta bertemu di Hotel Atlet, Jakarta Pusat. Dia pun menyanggupi permintaan Vidi.

Setibanya di lokasi, keduanya pun berbincang sampai Vidi menyodorkan sebuah tas kepadanya. Merasa itu bukan tas miliknya, Munawar bergegas menolak dan pergi meninggalkan hotel.

"Anda pernah diberikan sesuatu?" tanya ketua hakim Jhon kepada Munawar.

"Betul antara Februari, saya di Jakarta. Saya di-calling adik Pak Andi, Vidi, saya ditelepon kemudian diminta ketemu di Hotel Atlet 'begini pak kita minta pelaksanaan proyek ke depan," kata dia menirukan percakapan Vidi.

"Saya pergi tapi saya dikejar ke tempat penginapan saya, saya bilang pergi. Itu yang terjadi," kata Munawar.

Hakim Jhon pun bertanya alasan dosen sekaligus lektor ITB itu buru-buru pergi dan menolak tas tersebut.

"Kenapa langsung curiga? Bagaimana bisa curiga itu isinya uang?" tanya hakim.

"Enggak ada kepentingan bicara teknis. Kalau itu ya kita tahu sendiri lah kalau orang minta bantuan kalau ada apa apa gimana," jawab Munawar.

Bersamaan, hakim pun kembali mempertegas kebenaran peristiwa yang diceritakan Munawar kepada Vidi. Awalnya, Vidi berulang kali mengaku lupa akan hal tersebut.

Namun hakim mencecarnya sampai adik dari pengusaha yang sering memegang proyek di Kementerian Dalam Negeri mengakui peristiwa pemberian tas tersebut.

"Saya lupa. Saya kurang tahu isinya yang suruh kakak saya," kata Vidi.

"Anda mengejar Pak Munawar?" tanya hakim Jhon ke Vidi.

"Saya lupa," jawabnya.

"Coba ingat. Itu hal yang mudah kok," ujar hakim.

"Iya cuma sampai lobi saja," kata adik Andi Narogong.

Diketahui, Andi Narogong baru ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik KPK. Andi diketahui memiliki peran aktif dalam kasus ini, pengusaha itu pun sudah mendekam di rumah tahanan KPK.

Dalam surat dakwaan Irman dan Sugiharto, Andi disebut mengatur anggaran proyek e-KTP bersama dengan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov), mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin.

Keempatnya sepakat jika anggaran e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun setelah dipotong pajak sebesar 11,5 persen, 51 persennya atau Rp 2,6 triliun digunakan untuk belanja modal atau belanja rill pembiayaan proyek. Sedangkan sisanya sebesar 49 persen atau senilai Rp 2,5 triliun dibagi-bagikan kepada sejumlah pihak.

Bukan hanya itu, keempat orang ini juga sepakat pejabat Kemendagri termasuk Irman dan Sugiharto mendapat jatah 7 persen atau sejumlah Rp 365,4 miliar, anggota Komisi II DPR sebesar 5 persen atau Rp 261 miliar. Kemudian Setya dan Andi dapat sebesar 11 persen atau Rp 574,2 miliar.

Sementara itu, Anas dan Nazaruddin sebesar 11 persen atau Rp 574,2 miliar. Selanjutnya, sebesar 15 persen atau sejumlah Rp 783 miliar dibagikan kepada pelaksana pekerjaan atau rekanan.

Atas perbuatannya, Andi disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

(mdk/msh)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
OB Dinas Pendidikan Surabaya Jadi Calo PPDB Tipu Korban Capai Rp20 Juta, Diringkus Polisi
OB Dinas Pendidikan Surabaya Jadi Calo PPDB Tipu Korban Capai Rp20 Juta, Diringkus Polisi

Pelaku telah menipu dua orang dan total kerugian sekitar Rp20 juta.

Baca Selengkapnya
Penipuan Berkedok Loloskan Siswa PPDB 2023, Pelaku Mengaku Sopir Kepala Dinas Pendidikan Surabaya
Penipuan Berkedok Loloskan Siswa PPDB 2023, Pelaku Mengaku Sopir Kepala Dinas Pendidikan Surabaya

Pria ini mengaku sopir Kepala Dispendik dan mengaku bisa meloloskan siswa pada PPDB 2023. Orang tua sudah bayar puluhan juta tapi anaknya lolos PPDB.

Baca Selengkapnya
Anggota Polres Sergai Sumut Ditangkap atas Dugaan Tipu Masuk Akpol Rp1,2 M
Anggota Polres Sergai Sumut Ditangkap atas Dugaan Tipu Masuk Akpol Rp1,2 M

Iptu Supriadi ditangkap karena diduga terlibat penipuan dan penggelapan Rp1,2 miliar dengan modus iming-iming bisa meloloskan calon taruna Akpol.

Baca Selengkapnya
Tertipu Lowongan Kerja, Kisah Ayah Terpaksa Jalan Kaki dari Jakarta ke Blitar Ini Bikin Pilu
Tertipu Lowongan Kerja, Kisah Ayah Terpaksa Jalan Kaki dari Jakarta ke Blitar Ini Bikin Pilu

Bapak satu anak ini kehabisan uang sehingga tidak bisa pulang naik kendaraan umum.

Baca Selengkapnya
Perjalanan Kasus Polisi Tipu Polisi di Sumsel, Uangnya Dikuras, Jabatan Kapolsek Tinggal Mimpi
Perjalanan Kasus Polisi Tipu Polisi di Sumsel, Uangnya Dikuras, Jabatan Kapolsek Tinggal Mimpi

Terdakwa mengaku menggunakan uang tersebut untuk keperluan pribadi.

Baca Selengkapnya
Dua Sosok Ini Bakal Dijemput Paksa Kejagung terkait Duit Korupsi BTS ke DPR dan BPK
Dua Sosok Ini Bakal Dijemput Paksa Kejagung terkait Duit Korupsi BTS ke DPR dan BPK

Kejagung akan menjemput paksa dua orang diduga menjadi perantara aliran dana korupsi kasus BTS 4G BAKTI Kominfo ke Komisi I DPR RI dan BPK.

Baca Selengkapnya
Nama Menpora Dito Ariotedjo Kembali Disebut Saksi Mahkota Sidang Korupsi BTS Kominfo
Nama Menpora Dito Ariotedjo Kembali Disebut Saksi Mahkota Sidang Korupsi BTS Kominfo

Irwan Hermawan mengatakan untuk bantuan yang diberikan oleh Dito dan kawan-kawan itu dibutuhkan dana guna bantuan hukum, sebesar Rp27 miliar.

Baca Selengkapnya
Buntut Minta Ongkos Tangkap Pelaku ke Korban Pemerkosaan, Kanit PPA Polres Tebo Dinyatakan Bersalah
Buntut Minta Ongkos Tangkap Pelaku ke Korban Pemerkosaan, Kanit PPA Polres Tebo Dinyatakan Bersalah

Polda Jambi akan bertindak tegas kepada personel yang melakukan pelanggaran yang dapat merusak citra Polri

Baca Selengkapnya
Pejabat Bakti Kominfo Ngaku Terima Rp300 Juta dari Tersangka Buat Beli Kendaraan
Pejabat Bakti Kominfo Ngaku Terima Rp300 Juta dari Tersangka Buat Beli Kendaraan

Mirza menjelaskan soal ihwal uang Rp300 juta yang diterimanya dari Windi.

Baca Selengkapnya
Mengaku Dokter Spesialis, Pemuda Ini Tega Poroti Pacarnya Puluhan Juta Hingga Dipalak Bayar Cicilan Motor
Mengaku Dokter Spesialis, Pemuda Ini Tega Poroti Pacarnya Puluhan Juta Hingga Dipalak Bayar Cicilan Motor

Belakangan diketahui, pelaku adalah seorang pengangguran dan untuk menyakinkan korban, pelaku kerap melakukan video call sambil mengenakan atribut dokter.

Baca Selengkapnya
Ngaku Terima Duit Rp60 M dari Windi Purnama, Alasan Irwan Hermawan: Itu Uang Pendampingan Hukum
Ngaku Terima Duit Rp60 M dari Windi Purnama, Alasan Irwan Hermawan: Itu Uang Pendampingan Hukum

Ada kesepakatan yang terjadi antara Edward Hutahean dengan Irwan dan Anang Latief.

Baca Selengkapnya
Janjikan Jadi Teknisi PT KAI, Polisi Tipu Warga Rp50 Juta
Janjikan Jadi Teknisi PT KAI, Polisi Tipu Warga Rp50 Juta

Polisi mengiming-imingi korban bisa bekerja  di PT Kereta Api Indonesia (KAI).

Baca Selengkapnya