Alasan Indonesia Jadi Sasaran Target Sindikat Penipuan Online Like dan Subscribe
Himawan berharap agar masyarakat harus lebih teliti dalam menerima setiap informasi.
Belakangan ramai sejumlah kasus penipuan berkedok menawarkan peluang kerja paruh waktu like and subscribe. Salah satu kasus besarnya telah diungkap Bareskrim Polri yang menangkap para sindikat internasional di Dubai.
Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri Brigjen Himawan Bayu Aji menjelaskan bahwa para sindikat dalam menjalankan aksinya kerap memanfaatkan media sosial.
"Jadi modus operandi dari jaringan scam internasional ini adalah dengan blasting dengan menyebarkan link website melalui platform yang tersedia bisa di FB, WA dan Telegram dan lain-lainnya," kata Himawan kepada wartawan, Jumat (19/7).
Himawan pun mengungkap alasan para sindikat penipuan ini menarget Indonesia sebagai ladang untuk mencari korban. Karena tingginya aktivitas masyarakat dalam berinteraksi menggunakan sosial media.
Selain Indonesia, ada tiga negara lain yakni Thailand, India, dan Tiongkok yang memiliki karakteristik sama dengan tingkat aktivitas digitalnya yang tinggi.
"Jadi dia melihat indonesia karena warga negara yang ikut itu Indonesia kemudian di blasting ke beberapa negara. China karena penduduknya. Banyak kemudian India itu padat," ungkap dia.
"Kemudian kita lihat dengan social engineering mana yang kira-kira terlihat banyak atau cukup banyak gunakan aktivitas online. Ini juga menjadi salah satu sasaran," tambahnya.
Maka dari itu, Himawan mengimbau dengan tingginya aktivitas media sosial masyarakat agar lebih waspada dengan modus-modus penipuan. Termasuk tawaran pekerjaan like and subscribe yang jadi modus sindikat penipuan online di Dubai.
"Maka yang terpenting adalah kita harus paham bahwa penggunaan aktivitas online ini juga harus dibarengi dengan edukasi yang baik. Sehingga kita selalu berhati-hati terhadap segala bentuk penipuan yang pasti nanti akan marak terjadi," tuturnya.
Himawan berharap agar masyarakat harus lebih teliti dalam menerima setiap informasi. Jangan mudah terpengaruh dengan iming-iming keuntungan besar dari bisnis yang mencurigakan.
Karena modus dari penipuan online, akui Jenderal Bintang Satu Polri ini selalu sama. Dengan meminta korban top up setelah itu akan dijanjikan komisi, namun ketika keuntungan hendak diambil sudah tidak bisa.
"Kami menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk selalu waspada terhadap modus operandi pelaku yang menjanjikan keuntungan besar. Biasanya, itu menjanjikan keuntungan besar," ujarnya.
Sebelumnya, Bareskrim Polri berhasil menangkap tersangka otak dari sindikat penipuan jaringan internasional inisial S.Z yang beroperasi di Dubai. Selain itu, ada kaki tangannya yakni tersangka asal WNI inisial M selaku perekrut pegawai dan H selaku operator pusat.
Kemudian N.S.S seorang penerjemah yang telah divonis 3,5 tahun tahun 2023 oleh PN Jakarta Pusat atas kasus keterlibatan dalam sindikat penipuan.
Dimana dari bisnis ilegal ini, S.Z bersama sindikatnya berhasil meraup untuk kurang lebih Rp1,5 triliun. Hasil itu berdasarkan bisnis penipuan dari empat negara yakni; Indonesia Rp59 miliar; India Rp1,077; Cina Rp91 miliar; dan Thailand Rp288 miliar.
Ternyata bukan hanya bisnis penipuan, S.Z juga terlibat dalam kasus TPPO dengan meminta M menjaring pekerja dari Indonesia yang digaji 3.500 dirham atau sebesar Rp15 juta. Namun tidak sesuai kenyataan, banyak dari pegawai malah ditelantarkan oleh tersangka.
Mereka pun dijerat Pasal 45A Ayat 1 Jo Pasal 28 Ayat 1 Jo Pasal 36 Undang -Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tetang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 378 KUHP dan/atau dan/atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan/atau Pasal 81 Jo Pasal 69 Undang Undang 18 Tahun 2017 tentang Nomor Perlindungan Pekerja Migrasi Indonesia.