Buronan Kasus Penipuan Modus 'Like and Subscribe' Kembali Ditangkap, Ini Peran Tersangka
Total sudah lima tersangka ditangkap polisi terkait kasus penipuan tersebut.
Polisi kembali menangkap satu tersangka kasus penipuan 'like and subscribe' penipuan online jaringan internasional modus membuka lowongan kerja paruh waktu ditawarkan lewat media sosial.
Total sudah lima tersangka ditangkap polisi terkait kasus penipuan tersebut.
Satu tersangka baru ditangkap itu adalah seorang perempuan berinisial L berkewarganegaraan Indonesia. Pelaku sebelumnya sempat masuk dalam red notice Interpol.
"Tertangkapnya satu orang tersangka yang diduga terlibat dalam jaringan scam internasional," kata Kasubdit 2 Dittipidsiber Bareskrim Polri Kombes Pol Alfis Suhaili kepada wartawan di Mabes Polri, Jumat (19/7).
Kronologi Penangkapan
Alfis menjelaskan penangkapan L bermula setelah polisi mendapat informasi dari NCN Interpol bahwa tersangka melakukan penerbangan dari Dubai menuju Jakarta. Berbekal informasi tersebut, polisi langsung menyergap pelaku di Bandara internasional Soekarno-Hatta.
"Sehingga kami dari Dittipidisiber Bareskrim Polri mengecek ke Bandara Terminal 3 Soekarno-Hatta dan ternyata memang benar bahwa tersangka yang sudah kita publish di Red Notice pada tanggal 23 November 2023 betul adalah salah satu tersangka yang kita cari," ujar Alfis.
Peran Tersangka
Pelaku merupakan kelompok scam Internasional yang memiliki peran sebagai operator. Pelaku bekerja di Uni Emirat Arab.
"Dia bekerja di Dubai sebagai operator itu sekitar bulan Mei sampai Agustus 2023. Di sana dia mendapatkan gaji sama dengan pemeran operator lainnya yaitu sebesar 3.500 Dirham," kata Alfis.
Pengungkapan kasus penipuan modus 'Like and Subscribe' itu bermula dari 189 laporan tersebar di sejumlah wilayah Indonesia.
"Dengan total korban di Indonesia mencapai 823 orang sejak tahun 2022 sampai dengan tahun 2024," kata Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Himawan Bayu Aji saat jumpa pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (16/7).
Pengusutan kasus penipuan itu setelah polisi juga menerima laporan pemulangan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Polisi kemudian menangkap otak pelaku berinisial SZ alias C seorang warga China yang ketahuan menjalankan bisnis ilegal di Dubai.
Dari penangkapan SZ, polisi menangkap dua warga Indonesia berinisial M selaku penyalur pekerja dan H sebagai operator penipuan. Selain tiga tersangka, polisi juga menangkap NSS yang telah diadili dan divonis 3,5 tahun penjara.
"SZ yang diduga sebagai pimpinan kelompok online scam jaringan Internasional dan tindak pidana perdagangan orang berdasarkan alat bukti yang diperoleh penyidik," kata Himawan.
Dari bisnis ilegal ini, SZ bersama sindikatnya meraup keuntungan kurang lebih Rp1,5 triliun. Hasil itu berdasarkan bisnis penipuan dari empat negara yakni; Indonesia Rp59 miliar; India Rp1,077; China Rp91 miliar; dan Thailand Rp288 miliar.
"Total kerugian secara keseluruhan sekitar Rp1.500.000.0000.000. Selanjutnya penyidik akan melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap tersangka serta pengembangan terkait kasus online scam," kata Himawan.
Selain hasil kejahatan, SZ juga dijerat dengan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), akibat mempekerjakan WNI sebanyak 17 orang, WN Thailand 10 orang, WN Cina 21 orang, dan WN India 20 orang.
Mereka korban TPPO semua merasa dijebak oleh sindikat SZ. Sebab para korban awalnya dijanjikan sebagai pekerja kantoran di Dubai, namun malah berkerja sebagai operator penipuan melalui media sosial.
"Dari pemeriksaan bahwa pelaku ditawari pekerjaan sebagai pekerja kantor yang berhubungan dengan komputer di luar negeri dengan gaji 3.500 dirham atau sebesar Rp15 juta per bulan," kata dia.
Setelah berjalan satu minggu, para WNI tersebut melarikan diri. Para korban kabur setelah merasa terancam dan tertipu akibat dipekerjakan tidak sesuai dijanjikan.
Atas pengungkapan kasus ini, Himawan bersama timnya bersama Divhubinter Polri lewat interpol akan melakukan proses pengembangan dengan mencari pelaku lain dari bisnis penipuan yang telah memakan banyak korban.
Mereka pun dijerat Pasal 45A Ayat 1 Jo Pasal 28 Ayat 1 Jo Pasal 36 Undang -Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tetang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 378 KUHP dan/atau dan/atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan/atau Pasal 81 Jo Pasal 69 Undang Undang 18 Tahun 2017 tentang Nomor Perlindungan Pekerja Migrasi Indonesia.