Polisi Sita Mobil Mewah Maserati Granturismo hingga Ferrari dari Otak Penipuan Freelance Like dan Subscribe
Aset yang disita diduga hasil tindak pidana penipuan sindikat yang beroperasi dari Dubai.
Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menyita sejumlah mobil mewah dan aset lain dari tangan warga negara China, SZ, yang disangka sebagai otak pelaku tindak pidana penipuan online like dan suscribe yang beroperasi dari Dubai.
Dirtipidsiber Bareskrim Polri Brigjen Himawan Bayu Aji mengatakan, aset yang disita diduga hasil tindak pidana penipuan. "Berdasarkan hasil tracing asset, maka masih ada beberapa aset tersangka berada di Dubai," kata Himawan saat jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta Selasa (16/7).
Sejumlah aset yang disita di antaranya mobil mewah jenis Maserati Granturismo, Porsche, Mini Cooper, sampai Ferrari. Aset itu masih berada di Dubai yang menjadi lokasi sindikat penipuan jaringan internasional.
Selain mobil mewah, ada juga aset berupa vila dan gedung lokasi pekerjaan milik SZ. Ke depan Polri akan berkoordinasi dengan Interpol dalam rangka proses TPPU.
"Aset tersebut akan dikoordinasikan dengan penyidik bersama Interpol, sehingga dapat segera diamankan dan di penyitaan," ucap dia.
Pada kesempatan yang sama, Ses NCB Interpol Indonesia Brigjen Untung Widyatmoko mengatakan, pihaknya akan berupaya agar barang hasil kejahatan dari SZ bisa disita dan dibawa ke Indonesia.
"Segera kami upayakan untuk bisa dilakukan penyitaan untuk dibawa pulang ke Indonesia karena hasil tindak pidana kejahatan di Indonesia," ucap Untung.
Adapun dalam pengungkapan ini, selain SZ, ada juga kaki tangannya yakni tersangka asal WNI inisial M selaku perekrut pegawai dan H selaku operator pusat. Kemudian NSS yang telah divonis 3,5 tahun tahun 2023 oleh PN Jakarta Pusat.
Dari bisnis ilegal ini, SZ bersama sindikatnya berhasil meraup untuk kurang lebih Rp1,5 triliun. Hasil itu berdasarkan bisnis penipuan dari empat negara yakni; Indonesia Rp59 miliar; India Rp1,077; Cina Rp91 miliar; dan Thailand Rp288 miliar.
Bukan hanya bisnis penipuan, SZ juga terlibat dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan meminta M menjaring pekerja dari Indonesia yang digaji 3.500 dirham atau sebesar Rp15 juta. Namun tidak sesuai kenyataan, banyak dari pegawai malah ditelantarkan tersangka.
Mereka pun dijerat Pasal 45A ayat (1) Jo Pasal 28 ayat (1) Jo Pasal 36 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 378 KUHP dan/atau dan/atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan/atau Pasal 81 Jo Pasal 69 Undang Undang 18 Tahun 2017 tentang Nomor Perlindungan Pekerja Migrasi Indonesia.