Bandar hingga Admin Judi Online di Depok Diringkus, Pelaku Beli Software dari Thailand
Lima pelaku merupakan admin situs judi online (judol) diamankan jajaran Polres Metro Depok. Kelima pelaku adalah CP (22), TZHN (20), MK (21), R (21) dan HIR
Lima pelaku yang merupakan admin situs judi online (judol) diamankan jajaran Polres Metro Depok. Kelima pelaku adalah CP (22), TZHN (20), MK (21), R (21) dan HIR (20). Mereka diamankan dari dua lokasi berbeda di Kecamatan Sukmajaya.
"Jadi modus pelaku ini menyediakan dan mempromosikan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang bermuatan perjudian atau judi online" kata Kapolres Metro Depok, Kombes Arya Perdana, Selasa (5/11).
Kelima pelaku memiliki tugas masing-masing. Ada yang menjadi bandar pemegang situs link, menjadi promotor hingga admin. Permainan ini dilakukan secara berulang sehingga banyak orang yang mengikuti permainan ini.
"Ada yang menjadi bandar pemegang situs link-nya berinisial TZ. Sebagai promotor ada tiga orang yakni CP, MK dan HI, pemegang situs dan pembuat linknya adalah R," ujarnya.
Kelima pelaku sudah dua tahun beroperasi dari sebuah rumah kontrakan di Sukmajaya. Perputaran uang dari judol ini sekitar Rp10-15 juta per hari. Asumsinya, selama dua tahun perputaran uang sudah mencapai Rp7 miliar lebih.
"Untuk omzet masih kita dalami, karena kita harus mengirim surat ke bank terkait. Namun diduga, pendapatan judi online ini mencapai Rp 10 juta hingga Rp15 juta perhari," bebernya.
Pihaknya masih mendalami kasus ini. Termasuk apakah kelima tersangka ada kaitannya dengan pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang ditetapkan sebagai tersangka kasus judol.
"Itu nanti akan kami dalami," akunya.
Dari tangan para tersangka, diamankan alat bukti berupa beberapa unit handphone. Para tersangka terancam hukuman 10 tahun penjara.
Sementara itu, R salah satu tersangka mengaku berperan sebagai operator judol. Usaha ini sudah dua tahun digeluti bersama temannya. Dia mengaku belajar dari seseorang bernama Rahadian.
"Jadi duitnya itu disetor ke dia (Rahadian) juga," katanya.
R mengatakan, alat judol dibeli dari Thailand. Dia mengaku menyesal terlibat kasus ini.
"Beli softwarenya dari Thailand, per bulan bayar Rp600 ribu-an," akunya.
Ditanya apakah ada aliran dana yang disetorkan ke pegawai Komdigi, R mengaku tidak ada. Dari judol ini dia mengaku meraup uang sebesar Rp20 juta. Uang itu digunakan untuk sewa kontrakan yang dijadikan sebagai kantor operasional.
"Enggak banyak kalau buat saya, dulu waktu masih ramai-ramainya sekitaran tahun 2023, itu kita dapat Rp50 sampai Rp70 juta. Kalau sekarang sudah turun Rp15 sampai Rp20 juta per bulan. Itu (duitnya) buat bareng-bareng. Ya buat kehidupan sehari-hari," ceritanya.