Bertemu di Komunitas Motor, Muncikari Jadikan ABG Terapis Pijat Plus-Plus
Dia sebagai pemilik panti pijat mendapat bagian Rp50 ribu sampai Rp150 ribu.
Dia mengajak korban pada bulan April 2024 lalu dan alasannya tidak tahu tentang usia korban.
Bertemu di Komunitas Motor, Muncikari Jadikan ABG Terapis Pijat Plus-Plus
Polrestabes Semarang meringkus Devi Anjula pelaku muncikari penyedia pekerja terapis pijat plus-plus di Semarang dengan melibatkan anak di bawah umur. Pelaku mengajak kerja dengan merayu H (15) untuk bekerja di salah satu panti pijat di daerah Semarang.
"Jadi pelaku menawarkan kerja sebagai tukang pijat di Semarang. Tapi dia tidak memberitahu kerja di panti," kata Kasat Reskrim Polrestabes Semarang, Kompol Andika Dharma Sena, Senin (3/6).
Korban kemudian merespons ajakan pelaku kerja sebagai terapis pijat di Gayamsari Semarang dengan nama Da Vinci Spa. Adapun spa tersebut buka di sebuah kosan dan menawarkan jasanya lewat aplikasi MiChat.
"Korban yang ketakutan dipekerjakan sebagai terapis kemudian menghubungi orangtuanya," ujarnya.
Mengetahui orangtuanya keadaan anaknya dipekerjakan sebagai terapis pijat, kemudian melaporkan kejadian tersebut kekepolisian. Keluarga kemudian membuat laporan kehilangan anak pada 29 Mei 2024 dan langsung ditindaklanjuti.
"Polisi melakukan penelusuran dan menemukan korban serta mengamankan pemilik spa. Korban saat ini satu, sementara informasi tiga. Sedang kita telusuri," jelasnya.
Sementara dari keterangan pelaku Devi mengaku bertemu korban dalam acara komunitas motor. Dia mengajak korban pada bulan April 2024 lalu dan alasannya tidak tahu tentang usia korban.
"Ketemu sama saya kopdar komunitas motor. Dia mau, terus kerja. Pas bilang umurnya 19. Baru sebulan," kata Devi.
Sekali kerja sebagai terapis pijat di tempatnya, pelanggan membayar Rp350 ribu sampai Rp450 ribu. Kemudian dia sebagai pemilik panti pijat mendapat bagian Rp50 ribu sampai Rp150 ribu.
"Saya dapat Rp50 sampai 150. Tarif 350-450," akunya.
Saat ini pelaku dijerat pasal 76I jucto pasal 88 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 atas perubahan Undang-undang nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak jucto pasal 88 Undang-undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketatakerjaan.
"Ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan atau denda paling banyak Rp 200 juta," pungkas Kasat Reskrim.