Bertemu Jokowi, Pimpinan MPR Bahas Amandemen UUD 1945
Pimpinan MPR bertemu Jokowi di Istana Merdeka Jakarta hari ini, Jumat (28/6).
Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah mengungkapkan sejumlah hal yang dibahas saat Pimpinan MPR bertemu Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Istana Merdeka Jakarta, Jumat (28/6).
Bertemu Jokowi, Pimpinan MPR Bahas Amandemen UUD 1945
Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah mengungkapkan sejumlah hal yang dibahas saat Pimpinan MPR bertemu Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Istana Merdeka Jakarta, Jumat (28/6).
Salah satunya, menegaskan bahwa Pimpinan MPR periode saat ini tak bisa melakukan amandemen UUD 1945.
"Ditegaskan bahwa MPR di kepemimpinan kami, sudah tidak dapat melaksanakan amandemen UUD NRI 1945," kata Basarah usai pertemuan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (28/6).
Menurut dia, masa tugas Pimpinan MPR periode 2019-2024 tersisa tiga bulan dan akan berakhir pada Oktober mendatang.
Sementara itu, MPR hanya dapat melakukan amandemen UUD 1945 apabila masa jabatannya lebih dari enam bulan.
"Masa tugas kami tinggal 3 bulan, sementara tatib (tata tertib) memberikan batasan MPR dapat merubah UUD kalau masa jabatannya lebih di atas 6 bulan, kami sudah kurang dari 3 bulan lagi," jelasnya.
Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) itu tak memberi tahu respons Jokowi terkait hal tersebut. Namun, Basarah menuturkan wacana amandemen UUD 1945 akan diserahkan kepada Pimpinan MPR periode 2024-2029.
"Sehingga wacana (amandemen UUD) itu menjadi wacana dan kita serahkan pada MPR periode berikutnya," tutur Basarah.
Sebelumnya, Ketua MPR 1999 - 2004 Amien Rais mengusulkan amendemen UUD NRI Tahun 1945 dan pemilihan presiden lewat MPR. Amien Rais mengusulkan hal adanya Amandemen UUD 1945 itu setelah merasa bahwa pelaksanaan demokrasi saat ini merosot jauh.
Awalnya Amien Rais menceritakan saat menjabat Ketua MPR dan mengubah aturan yang berlaku, yaitu presiden dipilih MPR diubah menjadi dipilih langsung rakyat.
Saat itu, dia merasa pemilihan umum (pemilu) langsung lebih baik karena bisa mencegah terjadinya politik transaksional.
"Jadi mengapa dulu saya selaku ketua MPR itu melucuti kekuasaannya (MPR) sebagai lembaga tertinggi yang memilih presiden dan wakil presiden, itu karena penghitungan kami dulu perhitungannya agak naif," ujar Amien Rais usai bertemu pimpinan MPR di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Rabu 5 Juni 2024.
Amien mengaku menyesal telah mengubah aturan itu setelah melihat pelaksanaan pemilu sekarang yang sangat buruk. Dia mengatakan, pemilu saat ini mengandalkan uang dalam jumlah besar.
"Sekarang saya minta maaf. Jadi dulu, itu kita mengatakan kalau dipilih langsung one man one vote, mana mungkin ada orang mau menyogok 120 juta pemilih, mana mungkin? Perlu puluhan mungkin ratusan triliun (Rupiah). Ternyata mungkin. Nah, itu," ucap dia.
"Itu (politik uang) luar biasa. Jadi sekarang kalau (presiden) mau dikembalikan dipilih MPR, mengapa tidak?," sambung Amien Rais yang juga merupakan eks Ketum PAN dan kini Ketua Majelis Syuro Partai Ummat.