BKKBN: Jarak Kelahiran Anak Terlalu Dekat, Dewasa Jadi Toxic People
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan, Indonesia saat ini sedang menikmati bonus demografi.
Apabila hamil terlalu sering, jaraknya terlalu dekat, maka dapat berisiko melahirkan bayi stunting
BKKBN: Jarak Kelahiran Anak Terlalu Dekat, Dewasa Jadi Toxic People
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan, Indonesia saat ini sedang menikmati bonus demografi.
Menurut Hasto, SDM yang berkualitas khususnya generasi muda. Mampu memetik bonus penduduk ini menjadi bonus kesejahteraan.
Salah satu yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kualitas itu melalui KB Pascapersalinan.
Hasto mengatakan, angka rasio ketergantungan penduduk usia non produktif yang ditanggung dari 100 orang usia produktif saat ini 44,33.
“Artinya, antara yang bekerja dan yang makan perbandingannya banyak yang kerja, setiap 100 orang pekerja hanya kasih makan 44 orang. Kalau mau kaya sekarang saatnya, kalau bukan kita yang mendorong, siapa lagi?" ucap Hasto.
Untuk memetik bonus penduduk menjadi bonus kesejahteraan, Hasto mengatakan, perlu meningkatkan kualitas penduduk Indonesia melalui peningkatan layanan pendidikan yang berkualitas.Lalu, peningkatan layanan kesehatan, menurunkan stunting, pengentasan kemiskinan, serta peningkatan produktivitas dan daya saing.
Hasto menjelaskan, pada 2035, Indonesia sudah banjir orangtua, hal ini disebabkan angka harapan hidup yang meningkat.
Oleh karenanya, mulai dari sekaranglah perlu menyiapkan lansia yang tangguh di masa depan.
"Mengantisipasi masuknya era population ageing, melalui program ramah lanjut usia, peningkatan cakupan jaminan sosial, dan kesehatan bagi lansia, maupun pemberdayaan perempuan," terang Hasto.
Dalam acara yang dijadwalkan sampai tanggal 15 November tersebut, Hasto menekankan pentingnya kampanye nasional perubahan perilaku.
"Penting untuk diedukasi agar masyarakat sadar habis melahirkan itu segera KB. Jarak kehamilan dengan stunting saling terkait, apabila KB bagus maka stunting turun," papar Hasto.
Menurut Hasto, pendidikan sangat penting. Berdasarkan data, orang berpendidikan lebih rendah cenderung lebih tinggi angka kehamilannya.
Hasto mengingatkan kepada yang berpendidikan rendah, ekonomi rendah, tinggal di pelosok.
“Apabila hamil terlalu sering, jaraknya terlalu dekat, maka dapat berisiko melahirkan bayi stunting," kata Hasto.
Namun, Hasto menegaskan, kembali bahwa jarak kelahiran tersebut memiliki batas ideal.
Menurut dia, Jika jarak kelahiran kurang dari 15 bulan maka berpotensi meningkatkan tiga kali lipat angka kematian bayi."Idealnya menurut WHO adalah jarak 36 bulan. Pentingnya perencanaan KBPP yang tepat, jangan juga di atas 5 tahun kalau masih mau punya anak lagi," tambah Hasto.
Tidak hanya berpengaruh terhadap pertumbuhan fisik anak, jarak kelahiran diam-diam memberikan dampak mental yang buruk di masa depan.
"Dengan pendeknya jarak kelahiran antar anak, dapat membuat kurang terpenuhinya kebutuhan emosinya. Hal ini dapat mengakibatkan dia menjadi toxic people di usia dewasanya," jelas Hasto.
Istilah Kebobolan
Menyinggung masalah unmet need alias tidak terpenuhinya kebutuhan ber-KB, Hasto mengungkapkan, fakta yang terjadi di lapangan.
Kata dia, rata-rata jika KB kemudian hamil, disebut kebobolan atau tidak sengaja.
“Ini masuk ke Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), di Jawa Tengah setiap 100 orang hamil ada 16 kasus KTD. Maka hari ini kita workshop unmetmeed agar antara kebutuhan dengan pelayanan bisa matching," tutup Hasto.
Diketahui sebelumnya, rencana strategis BKKBN 2020-2024 tertuang prioritas target pencapaian antara lain penurunan angka unmet need KB dari 6,82 persen pada 2020 menjadi 4,48 di 2024, prevalensi kontrasepsi modern dari 63,93 persen menjadi 65,7 persen, dan penurunan Total Fertility Rate (TFR) dari 2,05 menjadi 1,94.