Cerita nasi kucing yang 'naik kelas' di Jakarta
Merdeka.com - Nasi kucing atau yang dalam bahasa Jawa disebut sego kucing kini begitu populer. Keberadaannya pun kini sudah merambah kota-kota besar termasuk Ibu Kota Jakarta.
Namun di Jakarta, panganan ini disebut-sebut sudah 'naik pamor' atau 'naik kelas'. Hal ini lantaran nasi kucing yang identik murah meriah justru jadi makanan mahal di Jakarta. Benarkah?
"Kalau dihitung, mending makan di warteg atau nasi padang sekalian. Rp 15 ribu dan kenyang dapat ayam atau rendang, makan di angkringan itu habis Rp 20 ribu gak kenyang babarblas," ujar Bagus pengunjung setia angkringan di kawasan Tebet, Jakarta Selatan dalam sebuah perbincangan dengan merdeka.com, Selasa malam (3/6).
-
Dimana tempat kuliner kekinian Jakarta? Di Jakarta, ada beberapa tempat kuliner kekinian yang dapat Anda coba untuk menghabiskan hari.
-
Dimana warung makan itu berada? Ia kini memiliki sebuah warung makan yang berlokasi di IJ.
-
Apa saja kuliner kekinian Jakarta? Di Jakarta, ada beberapa tempat kuliner kekinian yang dapat Anda coba untuk menghabiskan hari.
-
Apa sebutan lain untuk angkringan di Solo? Dibanding nama “angkringan“, warga Solo lebih mengenalnya dengan nama “hik“. Sebutan “hik“ muncul akibat dari teriakan yang dilakukan penjual ketika menjajakan dagangannya.
-
Di mana tempat makan rekuh Cianjur? Salah satu kedai yang menjajakan sajikan rekuh terdapat di warung Lotek Ci Poan, di jalan HOS Cokro Aminoto No.37, Muka, Kecamatan Cianjur, Kabupaten Cianjur.
-
Bagaimana menikmati kuliner kekinian Jakarta? Yuk, segera pergi ke sana bersama dengan keluarga, teman, atau support system-mu.
Lalu apa itu sebenarnya nasi kucing, angkringan dan Hik?
Ketiganya memang seolah tidak bisa dilepaskan. Disebut nasi kucing lantaran nasi yang dijual memang porsi dan menunya seperti saat kita memberi makan seekor kucing. Nasi sekepal diberi ikan bandeng atau teri secuil (ada yang juga berisi tempe dan sambal) lalu dibungkus daun pisang.
Karena porsinya tak lebih dari sekepal, biasanya konsumen membeli paling tidak 2 bungkus atau lebih. Makan nasi kucing biasanya tak lengkap tanpa gorengan atau sate kulit, usus, ampela, ati atau bahkan kepala ayam.
Hidangan ini biasanya lebih maknyos dengan minum teh panas wasginatel (wangi, panas legi dan kental) atau bisa juga dengan wedang jahe. Jika suasana sedang panas bisa diganti jadi es teh.
"Nasi 3, sate usus 2, sate kulit 1, es teh sama gorengan bakwan dua jadinya Rp 17 ribu. Mending makan di rumah makan Padang sekalian to, pasti lebih murah dan lebih kenyang," ujarnya berseloroh.
Meski jatuhnya mahal, suasana di warung angkringan atau biasa disebut hik yang menjual nasi kucing tak pernah sepi pengunjung. Hidangan sederhana ini bahkan punya banyak pelanggan yang bermobil.
"Orang datang ke angkringan itu memang ndak cari kenyang atau enak. Nek cari enak ya datang ke restoran. Angkringan itu nyari suasana, nyari obrolan khas Solo dan Yogya. Enaknya datang sama teman-teman, ngobrol ngalur ngidul, gendu-gendu roso, guyon nostalgia dan segala macam. Nggak nyari enak atau kenyang," ujar Wahyu menimpali Bagus yang duduk satu tikar.
"Betul itu mas. Angkringan itu jual suasana, soal makanan itu cuma sajen. Nongkrong di angkringan atau hik mesti karo konco (sama teman) dan biasane ngerti ngomong Jowo," ujar Mas Dodi, si tukang angkringan sambil tersenyum.
Bagus sendiri sebenarnya adalah warga Jakarta, tetapi pernah kuliah di Yogyakarta. Sementara Wahyu asli Sleman Yogyakarta. Karena pernah tinggal di Yogyakarta, Bagus jadi akrab dengan nasi kucing yang memang banyak di Yogya-Solo.
Istilah angkringan sendiri populer di Yogyakarta, sedangkan Hik istilah di Solo. Meski namanya beda, tetapi menu yang dijual tak jauh beda, nasi kucing, sate-satean, gorengan, jadah, serta teh atau wedang jahe sebagai penghilang seret.
Biasanya dalam gerobak angkringan atau hik selalu tersedia tiga tungku arang. Tungku pertama dipasang ketel atau teko untuk memasak air putih, lalu yang kedua ketel untuk teh kental dan yang ketiga untuk air jahe.
"Ada yang nyebut angkringan itu Kafe Ceret Telu, banyu putih, teh kentel dan jahe pedes," seloroh Wahyu sambil terkekeh.
Penjual angkringan atau hik selalu memasang kursi panjang di depan gerobaknya yang tertutup terpal. Namun jangan takut kehabisan kursi, sebab penjual nasi kucing juga selalu menyediakan tikar.
Tikar digelar di sekitar gerobak sehingga pengunjung bisa lesehan menikmati hidangan ala kadarnya itu sambil ngobrol ngalor ngidul. Bahkan tak jarang banyak yang memilih duduk di tikar dari pada duduk di kursi panjang depan gerobak.
"Nek di Solo, hik-nya lebih lengkap Mas. Isinya segala jajanan pasar lengkap, wong sate bekicot, burung goreng, sambel goreng ati, saren (darah yang digoreng), bihun, mie goreng, pokoke lebih lengkap," timpal Fardianto, warga Sukoharjo yang kini bekerja di kawasan Tebet.
Meski awalnya hanya ada di Yogya dan Solo, kini hampir semua kota di Jawa Tengah ada angkringan atau hik. Bahkan dagangan ini juga sudah menyebar ke Jawa Timur dan sebagian Jawa Barat.
Di Jakarta sendiri angkringan atau hik juga sudah menjamur. Pelanggannya mulai dari sopir sampai bos-bos tak malu datang makan nasi kucing. Pernah mencicipi hidangan seporsi kucing tersebut. Silakan mencoba.
(mdk/ren)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Makan gudeg di sini dijamin puas, karena lezat dan murah meriah.
Baca SelengkapnyaJika biasanya dibanderol murah meriah, siapa sangka jika ada gorengan 'sultan' yang justru memiliki harga fantastis di ibu kota.
Baca SelengkapnyaWarung nasi goreng di Ciputat ini mencuri perhatian karena porsinya besar, harganya murah, rasanya lezat, dan ada atraksinya.
Baca SelengkapnyaKarena konsepnya yang unik, Baxo terus menjadi pusat kuliner dan memberikan keuntungan berkali-kali lipat.
Baca SelengkapnyaDia ditagih senilai lebih dari Rp500 ribu lantaran memesan sejumlah makanan.
Baca SelengkapnyaIis mengaku sangat terbantu atas keberadaan warung nasi kuning milik Jusuf Hamka ini. Karena dia cukup membayar Rp3.000.
Baca SelengkapnyaN nekat mengonsumsi daging kucing, karena rendah kalori. Selain itu, pelaku mengaku tidak sanggup membeli daging sapi.
Baca SelengkapnyaSaking larisnya, si pemilik bisa meraup omzet hingga lebih dari Rp500 juta setiap bulan.
Baca SelengkapnyaWanita menyebut harga makanan dan minuman di warung ini tak masuk akal.
Baca Selengkapnya