Curhat UMKM atas Wacana Pemisahan Fungsi Media Sosial dan e-Commerce
Pemerintah bakal memisahkan e-commerce dan media sosial, khususnya di platform TikTok.
Pemerintah ingin memisahkan fungsi medsos dengan e-commerce.
Curhat UMKM atas Wacana Pemisahan Fungsi Media Sosial dan e-Commerce
Pemerintah bakal memisahkan e-commerce dan media sosial, khususnya di platform TikTok. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) menilai social commerce di TikTok dinilai merugikan pasar UMKM lokal.
Salah satu UMKM lokal, pemilik brand lokal Floral.id yang berpusat di Bogor, Resya Mawaranti dan Dino Angga Ramadani mengungkapkan kekecewaannya terhadap wacana pemerintah tersebut. Menurut mereka, pemerintah seharusnya mendukung dan memberikan edukasi cara memaksimalkan social commerce untuk platform jualan, bukan malah
mengubah regulasi.
"Sejak pandemi, saya bergabung ke TikTok Shop karena sering mendengar imbauan pemerintah yang mengatakan ‘jika UMKM mau naik kelas maka harus menguasai digitalisasi',"
ujar Dino, yang bersama Resya membangun bisnis Floral.id sejak masih pacaran karena keduanya berasal dari kampus yang sama.
Dino dan Resya mengaku dulu belum mengerti dunia social commerce. Mereka mengawali bisnis online dengan berjualan di Instagram dan WhatsApp. Namun, kata Resya, kecenderungan konsumen untuk batal membeli sangat besar karena harus berpindah-pindah aplikasi.
Tapi setelah bergabung di TikTok Shop, hanya dengan satu platform mereka dapat menjalankan bisnisnya dengan mudah dan penjualan pun meningkat pesat. Bahkan sempat tembus hingga 1 juta produk di social commerce tersebut.
"Sampai saat ini, para reseller masker Floral tetap setia meskipun kembali ke bisnis fashion setelah pandemi. Saat ini, Floral memiliki sekitar 800 reseller yang tersebar di seluruh Indonesia, yang membuat Floral semakin dikenal oleh masyarakat, terutama generasi muda,"
jelas Dino.
Kreator lokal lainnya, seorang ibu rumah tangga bernama Indah Putri, sempat menitikkan air mata ketika menceritakan kesulitan hidupnya sebelum akhirnya sukses meraih penghasilan dari social commerce.
"Dulu nafkah keluarga kami hanya dari suami yang bekerja sebagai ojol. Saya awalnya hanya iseng posting konten di TikTok, tidak mengerti cara mengedit video dan jualan. Namun saya belajar terus dan konsisten posting video. Dari situ, follower bertambah dan pendapatan semakin meningkat hingga mencapai Rp1 miliar per bulan. Semua saya lakukan sendirian hingga saat ini," kata Indah yang telah dikaruniai dua orang anak.
Karena telah menggantungkan hidupnya di social commerce, Indah pun merasa khawatir saat ada pemberitaan terkait pemisahan media sosial dan e-commerce. Kata dia, semua konsumennya di social commerce rata-rata adalah ibu-ibu rumah tangga yang tertarik membeli peralatan rumah tangga dari akunnya. Mereka tidak semua mengerti teknologi dan aplikasi. Malah kadang ada yang meminta bantuannya untuk melakukan check-out barang.
"Ibu-ibu yang beli barang di TikTok Shop rata-rata tertarik karena bisa melihat barangnya secara langsung. Bukan cuma gambar. Kami sebagai kreator juga memperlihatkan secara jelas apa kelebihan dan kekurangan dari produk tersebut. Di sinilah kemudian mereka yang tadinya iseng scroll di TikTok, nemu akun kami, melihat video kami saat promosi produk, kemudian membeli, langsung membayar dan kirim. Barang pun besoknya langsung datang. Tidak semua platform bisa seperti ini," jelas Indah.