Ekonom Ungkap Bahaya TikTok Shop, Jualan Sambil Jalankan Bisnis Medsos Secara Bersamaan
Skema bisnis TikTok yang menggabungkan sosial media dengan e-commerce dapat memicu persaingan usaha yang tidak sehat.
Skema bisnis TikTok yang menggabungkan sosial media dengan e-commerce dapat memicu persaingan usaha yang tidak sehat.
Ekonom Ungkap Bahaya TikTok Shop, Jualan Sambil Jalankan Bisnis Medsos Secara Bersamaan
Ekonom Ungkap Bahaya TikTok Shop
Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira sepakat dengan rencana pemerintah melarang TikTok menjalankan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaan di Indonesia.
Menyusul, lesuhnya aktivitas perdagangan di Pasar Tanah Abang dan pusat perniagaan lainnya akibat kehadiran platform sosial commerce asal China TikTok Shop.
"TikTok sebagai platform media sosial sebaiknya membuat platform ecommerce yang terpisah dengan sosial media," kata Bhima saat dihubungi Merdeka.com di Jakarta, Senin (18/9).
Bhima menyebut, skema bisnis TikTok yang menggabungkan sosial media dengan e-commerce dapat memicu persaingan usaha yang tidak sehat.Antara lain penyalahgunaan algoritma terkait kebiasaan belanja masyarakat Indonesia yang berpotensi untuk membunuh kelangsungan bisnis UMKM domestik.
"Algoritma pengguna media sosial bisa diarahkan untuk beli barang dari penjual yang terafiliasi dengan TikTok, kemudian diberi diskon besar besaran. Akhirnya umkm kecil tidak mungkin bersaing dengan penjual besar," bebernya.
Pun, larangan bagi TikTok menjalankan bisnis media sosial dan
e-commerce secara bersamaan juga telah diterapkan di sejumlah negara.
Alasannya, pemerintah setempat ingin melindungi pasar UMKM domestik dari serbuan barang asal impor.
merdeka.com
"Live sales boleh saja asal di platform ecommerce yang terpisah. Persis seperti di Inggris dimana TikTok membuat platform e-commerce sendiri tidak bercampur dengan sosial media," kata Bhima.
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM), Teten Masduki menolak platform media sosial asal China TikTok menjalankan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaan di Indonesia.Penolakan serupa telah dilakukan oleh dua negara lain sebelumnya yakni Amerika Serikat dan India.
"India dan Amerika Serikat berani menolak dan melarang TikTok menjalankan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaan. Sementara, di Indonesia TikTok bisa menjalankan bisnis keduanya secara bersamaan," kata Teten dalam keterangannya.
Menteri Teten menyebut, pelaku UMKM yang berdagang di TikTok Shop mayoritas hanyalah pengecer (reseller) dari barang yang diproduksi dari China.
Bahkan, jumlahnya mencapai hingga 80 persen.
"Babak belur kita, 80 persen UMKM yang jualan di e-commerce dan social commerce hanyalah seller (penjual) produk-produk impor terutama dari China," ucapnya
Meski begitu, TikTok tetap diperbolehkan untuk berjualan, tapi tidak bisa disatukan dengan media sosial.
Hal ini untuk mencegah praktik monopoli yang merugikan UMKM domestik.
"Dari riset, dari survei kita tahu orang belanja online itu dinavigasi, dipengaruhi perbincangan di media sosial. Belum lagi sistem pembayaran, logistiknya mereka pegang semua. Ini namanya monopoli,"
ucap Menteri Teten.