Dampak TikTok Shop Dilarang: Keadilan Bagi Persaingan Dagang
TikTok Shop bak predator harga yang secara lambat laun akan mendominasi harga, mematikan pasar ritel, dan berdampak monopoli pasar.
TikTok Shop bak predator harga yang secara lambat laun akan mendominasi harga, mematikan pasar ritel, dan berdampak monopoli pasar.
Dampak TikTok Shop Dilarang: Keadilan Bagi Persaingan Dagang
Dampak TikTok Shop Dilarang: Keadilan Bagi Persaingan Dagang
Pemerintah sepakat menerbitkan aturan yang melarang transaksi langsung di media sosial seperti TikTok Shop. Kesepakatan ini ditindaklanjuti dengan merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 tahun 2020 terkait dengan Perdagangan Elektronik.
"Isinya (Permendag) social commerce itu hanya boleh memfasilitasi promosi barang atau jasa. Promosi barang jasa. Tidak boleh transaksi langsung, bayar langsung, enggak boleh lagi," kata Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan di Istana Negara, Jakarta, Senin (25/9).
Langkah pemerintah tersebut patut diapresiasi.
Setidaknya, menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, kebijakan tersebut menimbulkan rasa adil dalam persaingan dagang.
"Karena memang tampaknya social commerce ini mengambil pasar konvensional maupun yang commerce, dan perlu diatur," kata Tauhid kepada merdeka.com.
Tauhid mengatakan, TikTok Shop bak predator harga yang secara lambat laun akan mendominasi harga, mematikan pasar ritel, dan berdampak monopoli pasar.
Jika tidak ada intevensi, bukan tidak mungkin Indonesia akan selalu bergantung dengan produk-produk impor.
"Dan juga perlu ada penyelidikan apakah terjadi dumping atau tidak kalau dumping berarti ada subsidi di dalamnya produk-produk yang murah," ujar Tauhid.
Dia menambahkan, jika transaksi social commerce dipisah, maka perlu ada ketentuan ketat terkait barang-barang yang akan dijual di pasar digital
(e-commerce).
Di antaranya asal produksi, detil dari importir, lisensi importir, harga, dan standardisasi.
Jika sudah ada aturan pemisah antara antara media sosial dengan social commerce, kemudian ditemukan adanya pelanggaran, maka pemerintah atau pihak terkait dapat mencekal (suspend) secara bertahap.
"Mereka pakai AI mereka bisa mengetahui karakteristik konsumen mereka," ungkapnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Akumindo, Edy Misero mengatakan sudah menjadi sebuah keharusan bagi pedagang Tanah Abang beradaptasi terhadap perubahan kebiasaan masyarakat dalam berbelanja.
"Pelaku UMKM kita tidak boleh mengeluh terhadap itu, akan tetapi bagaimana kita mengubah mindset kita merubah cara penjualan kita," kata Edy kepada merdeka.com, Selasa (19/9).
Di satu sisi, dia memahami keresahan pedagang Tanah Abang disebabkan harga produk yang dipasarkan di TikTok Shop, tidak kompetitif.
Ini yang kemudian produk-produk lokal tidak dapat bersaing.
Dia pun mengatakan, pemerintah seharusnya sudah melakukan antisipasi dini sejak lama dalam belanja online.
Edy mengaku dia sudah satu tahun mewanti-wanti kepada pihak terkait dan pemerintah, terkait potensi persaingan tidak sehat dalam belanja online.
"Saya sudah bicara itu satu setengah tahun lalu. Kita sudah bicara mewanti-wanti seperti ini," ujarnya.
Dia pun mempertanyakan sikap pemerintah yang tidak kunjung merevisi Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 yang intinya melarang penjualan produk impor jika nilainya di bawah USD100.
"Sampai bulan ini pun yang diharapkan keluar ternyata revisinya belum juga," sambungnya.Mengingat pola belanja masyarakat sudah beralih kepada online, Edy mengatakan tiga hal yang menjadi syarat penting agar produk lokal bisa menjadi pemimpin di pasar dalam negeri.
Pertama, pemerintah dapat menerbitkan regulasi sesuai dengan kondisi yang relevan terhadap UMKM. Kedua, Pemerintah juga terus secara aktif melakukan pendampingan terhadap pelaku UMKM lokal agar bisa menghasilkan produk yang kompetitif baik dari sisi harga atau kualitas.
Ketiga, pemerintah juga harus secara aktif memberikan akses kemudahan bagi pelaku UMKM mendapatkan pendanaan modal.
Jika tiga komponen ini terpenuhi, Edy meyakini masyarakat Indonesia tidak lagi melirik barang-barang impor dengan harga murah.
"Pemerintah harus peka terhadap kesulitan kesulitan yang terjadi yang dialami pelaku UMKM. UMKM kolaps ekonomi Indonesia bisa kolaps," tutupnya.