Terungkap, Empat Alasan TikTok Shop Dilarang Pemerintah
Ironisnya, monopoli alur ini dijalankan tanpa disadari oleh pengguna.
Ironisnya, monopoli alur ini dijalankan tanpa disadari oleh pengguna.
Terungkap, Empat Alasan TikTok Shop Dilarang Pemerintah
Empat Alasan TikTok Shop Dilarang Pemerintah
Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif, Fiki Satari menjelaskan tentang bahayanya sebuah platform seperti TikTok Shop menjalankan bisnis media sosial dengan e-commerce secara bersamaan.
Setidaknya ada empat alasan yang membuat sebuah platform dilarang menjalankan bisnis tersebut secara bersamaan.
"Monopoli terjadi apabila ada platform yang mempunyai kemampuan untuk mengendalikan pasar, penetapan harga yang tidak adil, perlakuan yang berbeda, dan penetapan harga diskriminatif berdasarkan data yang dipunyai," kata Fiki lewat keterangan resminya di Jakarta, Senin (2/10).
Kedua, platform seperti TikTok Shop bisa memanipulasi algoritma.
Platform yang memiliki media sosial dan e-commerce secara bersamaan bisa dengan mudah mendorong produk asing tertentu muncul terus menerus di media sosial pengguna.
Di saat yang bersamaan ini mempersulit produk lokal untuk muncul di media sosial.
"Manipulasi algoritma ini memungkinkan platform untuk menguntungkan satu produk dan di saat bersamaan mendiskriminasi produk lainnya,"
tegas Fiki.
merdeka.com
Ketiga, platform layaknya TikTok Shop bisa memanfaatkan traffic.
Mengingat, media sosial mempunyai traffic yang sangat besar dan dapat dimanfaatkan menjadi pemicu atau trigger dalam pembelian di e-commerce.
Pemicu pembelian ini tidak boleh ditangkap oleh e-commerce yang berada dalam satu platform dengan media sosial.
Jika ini terjadi, maka tidak ada equal playing field dalam industri digital di Indonesia.
Keempat, perlindungan data.
Jika berkaca kepada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, pemrosesan data pribadi dilakukan sesuai dengan tujuannya.
Alasannya, media sosial sebenarnya bertujua untuk hiburan sehingga data yang didapat dari situ tidak untuk diperdagangkan.
"Data demografi pengguna dan agregat pembelian sangat memungkinkan untuk diduplikasi sebagai basis pembuatan produk sendiri atau terafiliasi oleh platform yang menjalankan bisnis secara bersamaan," ucap Fiki.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan hal senada.
Bhima menyebut, sebuah platform memang sudah sewajarnya untuk dilarang menjalankan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaan. Jika tidak diatur, berpotensi menghadirkan persaingan dagang yang tidak sehat.
"Kalau di luar negeri memang dipisah, jadi sosial media dan e-commerce itu dipisah atau tidak jadi satu," kata dia.
Bhima menekankan, pemisahan ini diperlukan salah satunya untuk menjaga keamanan data.
Penyalahgunaan data akan lebih sulit dilakukan jika terbagi di dua platform berbeda.
Selain itu, pengawasan yang dilakukan juga dapat lebih optimal karena tidak tumpang tindih.
“Setidaknya algoritma media sosial tidak diarahkan untuk kepentingan penjualan barang di e-commerce," jelas Bhima.
Diketahui, Pemerintah baru saja mengesahkan Permendag Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Regulasi anyar ini salah satunya mengatur tentang pemisahan bisnis antara media sosial dan e-commerce atau social commerce.
Dengan disahkannya regulasi ini, sosial commerce seperti TikTok Shop hanya diperbolehkan sebagai sarana untuk memberikan penawaran barang dan atau jasa.
"PPMSE dengan model bisnis Social-Commerce dilarang memfasilitasi transaksi pembayaran pada Sistem Elektroniknya," bunyi Pasal 21 ayat (3).