Daftar Pelanggaran Evi Novida Ginting Hingga Berakhir Pemecatan Sebagai Anggota KPU
Merdeka.com - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menggelar sidang lanjutan gugatan yang diajukan mantan Anggota KPU RI, Evi Novida Ginting di Gedung PTUN Jakarta, Jakarta Timur, Selasa (7/7).
Dalam sidang ini, pihak tergugat (Presiden RI) menghadirkan Muhammad Rullyandi sebagai saksi ahli. Ini merupakan saksi ahli pertama yang dihadirkan pihak tergugat selama perkara disidangkan. Sementara pihak penggugat telah menghadirkan tujuh saksi ahli.
Rully sapaan akrab Muhammad Rullyandi mengemukakan, Evi bukanlah korban putusan DKPP dalam perkara nomor 317-PKE-DKPP/X/2020. Dalam kacamatanya, Evi sudah sepantasnya mendapat sanksi pemberhentian tetap yang dikeluarkan DKPP.
-
Apa sanksi yang diterima Ketua KPU? 'Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu Hasyim Asy'ari selaku ketua merangkap anggota Komisi Pemilihan Umum RI terhitung putusan ini dibacakan,' kata Ketua DKPP RI Heddy Lugito dalam sidang pembacaan putusan di kantor DKPP RI, Jakarta Pusat.
-
Siapa yang diadukan ke DKPP? Dalam sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor 19-PKE-DKPP/I/2024, Nus Wakerkwa mengadukan Ketua KPU Hasyim Asy’ari berserta anggota KPU Mochammad Afifuddin dan Parsadaan Harahap.
-
Kenapa Ketua KPU diberhentikan? Dalam sidang digelar oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI pada hari ini, Rabu (3/7), Hasyim Asy'ari dijatuhi sanksi pemberhentian tetap sebagai Ketua KPU RI.'Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu Hasyim Asy'ari selaku ketua merangkap anggota Komisi Pemilihan Umum RI terhitung putusan ini dibacakan,' kata Ketua DKPP RI Heddy Lugito dalam sidang pembacaan putusan di kantor DKPP RI, Jakarta Pusat.
-
Bagaimana Ketua KPU diberhentikan? 'Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu Hasyim Asy'ari selaku ketua merangkap anggota Komisi Pemilihan Umum RI terhitung putusan ini dibacakan,' kata Ketua DKPP RI Heddy Lugito dalam sidang pembacaan putusan di kantor DKPP RI, Jakarta Pusat.
-
Siapa yang terkena sanksi putusan DKPP? 'Komisioner KPU sebagaimana kami pahami saat ini ya sepertinya dikenai sanksi karena adanya dianggap melakukan kesalahan teknis bukan pelanggaran yang substansif,' ujar dia.
-
Siapa yang dipecat tidak hormat dari jabatan Ketua KPU? Pemecatan dilakukan berdasarkan hasil putusan sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Rabu (3/7) kemarin.
"Sudah terjadi berkali-kali ia diberikan sanksi dalam bentuk peringatan keras," ucap Rully.
Dia membeberkan, Evi telah berulang kali dijatuhi sanksi dengan kategori lumayan berat dari DKPP sejak 2019. Hingga akhirnya dia diberhentikan pada 18 Maret 2020. Rully menyebut setidaknya ada empat dosa Evi.
"Ini yang membuat Evi pantas untuk dipecat," tegasnya.
Daftar Kesalahan Evi
Dia membeberkan daftar pelanggaran Evi saat masih menjadi anggota KPU RI. Pertama, kebocoran Soal Tes Seleksi KPU Kabupaten Kolaka Timur. Pelanggaran ini terungkap dalam sidang DKPP terkait perkara nomor 31-PKE-DKPP/III/2019 yang diadukan oleh mantan Anggota KPU Kabupaten Kolaka Timur, Adly Yusuf Saepi.
Dalam sidang perkara ini terungkap kebocoran soal ujian atau tes seleksi calon anggota KPU Kabupaten Kolaka dan Kolaka Timur periode 2018-2023 kepada sejumlah peserta seleksi. KPU RI tetap melanjutkan proses seleksi namun mendiskualifikasi sejumlah peserta yang diduga menerima bocoran soal.
Sebagai pertimbangan putusan, DKPP menilai Evi yang saat itu menjabat Koordinasi Divisi (Kordiv) Sumber Daya Manusia, Organisasi, Diklat dan Litbang KPU RI memiliki tanggung jawab etik yang lebih atas ketidakpastian hukum ini.
Evi dijatuhi sanksi berupa Peringatan Keras dan Pemberhentian dari Jabatan Kordiv Sumber Daya Manusia, Organisasi, Diklat dan Litbang KPU RI.
Kedua, tidak klarifikasi kepada caleg yang dipecat Parpol. Evi Novida Ginting Manik pernah mendapat sanksi peringatan keras dari DKPP karena tidak melakukan klarifikasi kepada pengadu dalam perkara nomor 30-PKE-DKPP/XI/2019 yang diberhentikan secara sewenang-wenang oleh Partai Gerindra.
Dalam perkara ini, Evi dan seluruh Komisioner KPU RI hanya melakukan klarifikasi kepada pihak partai. Sikap tersebut dinilai tidak memberikan keadilan bagi pengadu sebagai calon anggota DPR. Komisioner KPU RI lainnya mendapat sanksi serupa, peringatan keras.
Tiga, masalah rekapitulasi tingkat Kabupaten sampai Nasional. Evi Novida Ginting Manik juga terbukti melakukan simplifikasi proses kroscek data formulir DC-1 dengan formulir DB-1 pada rekapitulasi penghitungan suara di Kabupaten Nias Barat. Hal itu terungkap dalam perkara 114-PKE-DKPP/VI/2019 yang disidangkan DKPP.
Sebagai koordinator untuk Sumatera Utara, Evi tidak melakukan pendalaman dan evaluasi mekanisme serta prosedur kerja KPU Kabupaten Nias Barat dan Provinsi Sumatera Utara.
Akibat tindakan Evi Novida ini menimbulkan permasalahan dalam rekapitulasi di tingkat KPU Kab. Nias Barat dan nasional, sehingga dijatuhi sanksi peringatan oleh DKPP.
Empat, tak melaksanakan putusan MK dan Bawaslu. Dalam perkara 317-PKE-DKPP/X/2019, Evi dinilai menjadi orang yang paling bertanggung jawab atas tindakan KPU RI yang cenderung mengabaikan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 154-02-20/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 dan Putusan Bawaslu RI Nomor 83/LP/PL/ADM/RI/00.00/VIII/2019.
Dua putusan tersebut berkaitan dengan rekapitulasi perolehan suara Calon DPRD Kalimantan Barat. KPU bersikeras tidak menindaklanjuti dua putusan tersebut sehingga dinilai telah melanggar kode etik tingkat berat.
Sebagai Kordiv Teknis Penyelenggaraan dan Logistik, Evi dinilai DKPP memiliki tanggung jawab etik yang lebih besar terkait hal ini.
Dari daftar kesalahan itu, Rully menilai Evi memang pantas dipecat setelah melakukan banyak kesalahan.
"Oleh karena itu dalam putusan DKPP, ini sudah dianggap pelanggaran etik yang serius dan berat terutama dalam asas profesional.” jelas Rully.
Perlawanan Evi
Evi Novida Ginting Malik tak terima dipecat dari jabatannya sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU). Evi dipecat dalam sidang etik yang digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada, Rabu (18/3).
"Saya keberatan dengan Putusan DKPP RI Nomor 317-PKE-DKPP/X/2019 tanggal 18 Maret 2020," ujar Evi dalam siaran persnya, Kamis (19/3).
Evi menjelaskan, Hendri Makaluasc mengadukannya ke DKPP. Hendri merupakan anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat. Hendri mengadukan Evi lantaran memiliki penafsiran berbeda atas Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 154-02-20/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2009. Hendri dan Bawaslu RI memiliki penafsiran yang berbeda dari penafsiran KPU RI dan KPU Kalimantan Barat.
"Dalam putusan ini, DKPP mengambil peran menentukan mana penafsiran Putusan Mahkamah Konstitusi RI yang benar," kata Evi.
Menurut Evi, Hendri juga sudah mencabut pengaduan terhadap dirinya dalam sidang DKPP tanggal 13 November 2019. Menurut Evi, pencabutan pengaduan disampaikan kepada Majelis DKPP secara langsung dalam sidang dengan menyampaikan surat pencabutan laporan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu.
"Artinya DKPP tidak bisa melakukan pemeriksaan etik secara aktif bila tidak ada pihak yang dirugikan dan mengajukan pengaduan pelanggaran etik. Pencabutan pengaduan mengakibatkan DKPP tidak mempunyai dasar untuk menggelar peradilan etik dalam perkara ini," kata Evi.
Menurut Evi, pelaksanaan peradilan etik oleh DKPP tanpa adanya pihak yang dirugikan sudah melampaui kewenangan yang diberikan oleh UU 7/2017 kepada DKPP sebagai lembaga peradilan etik yang pasif.
"Putusan DKPP kepada saya, KPU RI, KPU Kalbar terlalu berlebihan karena sudah tidak ada lagi pihak yang dirugikan," kata dia.
Dalam pandangannya, putusan tersebut tidak sesuai Pasal 36 ayat (2) Peraturan DKPP No. 2 Tahun 2019 yang mewajibkan Pleno pengambilan Keputusan dihadiri paling sedikit 5 orang anggota DKPP. Sedangkan putusan DKPP ini hanya diambil 4 anggota Majelis DKPP.
"Putusan ini cacat hukum, akibatnya batal demi hukum dan semestinya tidak dapat dilaksanakan. Atas dasar alasan-alasan di atas, saya akan mengajukan gugatan untuk meminta pembatalan putusan DKPP tersebut," kata Evi.
Daftar Gugatan
Mantan anggota KPU Evi Novida Ginting mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Evi mendaftarkan gugatan dengan nomor 82/G/2020/PTUN.JKT pada Jumat (17/4).
Pada gugatan tersebut, Evi meminta Keputusan Presiden atas pemecatannya dibatalkan dan dicabut. Karena, keputusan tersebut berdasarkan putusan DKPP yang dianggap cacat yuridis.
"Saya meminta PTUN membatalkan Keputusan Presiden karena keputusan tersebut didasarkan pada Putusan DKPP 317/2019 mengandung 'kekurangan yuridis essential yang sempurna' dan 'bertabur cacat yuridis' yang tidak bisa ditoleransi dari segi apapun," kata Evi dalam keterangannya, Minggu (19/4).
Evi mengatakan, kekurangan yuridis yang esensial dari putusan DKPP karena tidak ada penyelesaian perselisihan etika antara pengadu dan teradu. Sebagaimana diatur Pasal 155 ayat (2) UU 7/2017 tentang Pemilu.
"Putusan DKPP 317/2019 amar nomor 3 yang memberhentikan saya sebagai Anggota KPU, ditetapkan DKPP tanpa memeriksa Pengadu maupun saya selaku Teradu," kata Evi.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Anggota Bawaslu RI Puadi terbukti melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP)
Baca SelengkapnyaTiga hakim itu terbukti melanggar Kode Etik Pedoman dan Perilaku Hakim (KEPPH) dengan klasifikasi pelanggaran berat.
Baca SelengkapnyaJelang akhir periode jabatan Presiden Jokowi, terdapat tiga kepala lemba negara diberhentikan tidak hormat dari jabatannya.
Baca SelengkapnyaJokowi resmi menandatangani keputusan presiden (Keppres) tentang Pemberhentian Firli Bahuri sebagai Ketua sekaligus Anggota KPK pada 28 Desember lalu.
Baca SelengkapnyaDari 62 laporan dugaan pelanggaran kode etik yang diterima Dewas KPK, sebanyak enam laporan telah ditindaklanjuti karena bukti atau alasan yang cukup.
Baca SelengkapnyaFirli menyebut surat pengunduran diri sudah disampaikan kepada Presiden Jokowi melalui Mensesneg.
Baca SelengkapnyaDewas KPK akan menggelar sidang vonis dugaan tiga pelanggaran etik Ketua nonaktif KPK Firli Bahuri pada Rabu, 27 Desember 2023.
Baca SelengkapnyaKetua nonaktif KPK Firli Bahuri dinyatakan bersalah melanggar etik.
Baca SelengkapnyaTerungkap di Sidang DKPP, Topik Seru Bahas Rp4 Miliar Ketua KPU & Korban Asusila
Baca SelengkapnyaKetua KPU Hasyim Asy'ari sebelumnya dijatuhi sanksi pemberhentian tidak hormat sebagai ketua KPU terkait kasus asusila dilaporkan anak buah.
Baca SelengkapnyaDari laporan perkara tersebut, KPK sudah memeriksa sebanyak 33 orang saksi.
Baca SelengkapnyaDewas KPK akan mengumumkan putusan dugaan pelanggaran etik Ketua nonaktif KPK Firli Bahuri pada Rabu (27/12).
Baca Selengkapnya