Di sekolah ini bayar SPP boleh pakai sampah
Merdeka.com - Sekolah Bank Sampah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Al-Kausar Kota Jambi menerima pembayaran uang iuran sekolah menggunakan sampah sehingga menjadikan sampah lebih bermanfaat dan memiliki nilai.
"Sumbangan Penyelenggara Pendidikan (SPP) setiap bulannya bisa menggunakan sampah kering dengan nominal sampah tersebut jika diuangkan setiap bulannya Rp 40.000," kata Pemilik PAUD Al-Kausar Adi Putra di Jambi, Jumat (11/3). Demikian dikutip Antara.
Sekolah Bank Sampah yang diinisasi Adi itu dikembangkan di halaman rumahnya yang terletak di RT 19 Kelurahan Payo Lebar, Jelutung, Kota Jambi dan beroperasi sejak 2014 hingga sekarang.
-
Kenapa SD Pelita Fajar ajarkan pemilahan sampah? Saat sudah dewasa, kebiasaan memilah sampah lantas bisa dipraktikkan di lingkungan masyarakat sehingga bisa menanggulangi darurat sampah. 'Jadi, kami biasakan sejak kecil. Harapannya, nanti anak-anak ini terbiasa memilah sampah,' kata dia.
-
Bagaimana SD Pelita Fajar ajarkan pemilahan sampah? Pihak sekolah memulai kebijakan ini dengan meminta siswa-siswinya untuk membawa kota makan dan wadah minum sendiri. Ini sebagai cara pengurangan sampah dari kegiatan jajan, yang kebanyakan menggunakan tempat berbahan plastik. Kebiasaan kemudian berlanjut dengan cara mengajarkan siswa di sana untuk membuang sampah sesuai kategori organik, anorganik dan residu yang sudah disiapkan di tiap-tiap kelas.
-
Apa yang dilakukan SD Pelita Fajar untuk atasi sampah? Sekolah ini bahkan sudah melakukan gerakan antisipasi sampah berlebih sebelum masa darurat sampah di ibu kota Provinsi Jawa Barat itu.
-
Mengapa penting untuk membuang sampah pada tempatnya di sekolah? Praktik membuang sampah pada tempatnya, terutama di sekolah, biasanya tercantum dalam peraturan resmi sekolah Dan apabila ada yang melanggarnya, maka akan mendapat sanksi. Hal tersebut akan semakin menyadarkan para siswa untuk lebih sadar pada kondisi kebersihan lingkungan sekitarnya.
-
Siapa yang menjalankan program bank sampah di Kampung Sukasari? 'Sebagai contoh, kami sudah memiliki kurang lebih 187 nasabah bank sampah dan per-tiga hingga empat minggu kami dapat mengumpulkan tiga hingga empat kwintal sampah.Lalu, kami jual ke pengepul dan mendapatkan sekitar Rp 2 juta hingga Rp 3 juta rupiah. Nanti, dikembalikan kepada nasabah yang menabung,' kata Ketua Kampung Proklim RW012 Kelurahan Sukasari, Sulasih Nasir
-
Dimana sekolah itu berada? Peristiwa itu terjadi di Sekolah Al-Awda di Abasan al-kabira, bagian selatan Jalur Gaza dekat Khan Younis.
"Melalui konsep sekolah seperti ini, saya ingin menanamkan budaya anak-anak sejak dini untuk mencintai dan lebih peduli terhadap kebersihan lingkungan," ujarnya.
Sampah yang dibayarkan untuk biaya pendidikan tersebut yakni sampah kering seperti plastik, botol dan kertas. Para orang tua juga bisa menabung sampah untuk menutupi kekurangan pembayaran.
"Awalnya banyak orang menganggap sekolah ini aneh, tapi sekarang justru masyarakat di lingkungan sini antusias. Saat ini jumlah muridnya mencapai 20 anak," katanya.
Selain itu, untuk meningkatkan keinginan orang tua murid mengumpulkan sampah, sekolah juga menyiapkan buku tabungan penjualan sampah dari orang tua yang berlebih membayar biaya bulanan.
"Misalnya ada sampah yang sisa bisa ditabung, jadi orang tua murid juga bersemangat, karena masih ada tabungan sehingga untuk pembayaran bulan depan bisa dari tabungan itu," ujar pria kelahiran 1979 itu.
Sementara itu, Kepala Sekolah PAUD AL-Kausar Imelda Simanjuntak menjelaskan proses pembelajaran di Sekolah Bank Sampah tersebut masih sama dengan proses pembelajaran di sekolah lain. "Proses belajarnya sama yakni belajar dan bermain. Selain itu juga anak-anak belajar membuat kerajinan dari sampah, sehingga diharapkan mulai tertanam sejak dini untuk mencintai lingkungan," jelasnya.
Namun dari proses pembelajaran itu kata dia, ada sedikit pembeda, yakni murid lebih ditekankan kepada pelestarian lingkungan dengan memanfaatkan sampah menjadi lebih beguna.
"Yang membedakan memang kita buat anak-anak di sini lebih peduli terhadap sampah dan memanfaatkan sampah menjadi lebih mempunyai nilai, memang itu harus ditanamkan sejak dini," katanya.
Selain anak-anak yang belajar di sekolah, orang tua murid itu juga belajar membuat membuat kerajinan yang terbuat dari bahan baku sampah. Dari sampah tersebut bisa dimanfaatkan menjadi berbagai produk kerajinan.
"Mereka (orang tua) yang mendampingi anaknya juga kadang-kadang belajar membuat kerajinan dari sampah plastik," kata Imelda menambahkan. (mdk/ian)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pesantren ini punya bank sampah yang dikelola secara profesional
Baca SelengkapnyaAsrama baru bagi siswa dan siswi pemulung sampah di TPST Bantar Gebang ini menggantikan bangunan lama yang terbuat dari bambu.
Baca SelengkapnyaSiswa di sini diajarkan untuk memilah sampah sejak dini.
Baca SelengkapnyaSebanyak 18 siswa kelas 1 di SDN 02 Desa Tanjung, Kecamatan Koto Kampar Hulu, Kabupaten Kampar, Riau belajar di ruangan bekas water closet (WC).
Baca SelengkapnyaDari hasil berjualan sapu ijuk, ia menyisihkan 4 ribu rupiah setiap harinya dan berhasil membangun sekolah gratis untuk anak-anak.
Baca SelengkapnyaPembangunan ini merupakan donasi dari jutaan donatur melalui aplikasi Kitabisa.
Baca SelengkapnyaSampah galon air mineral kini menambah rentetan masalah limbah plastik. Jika tak dikelola dengan benar atau didaur ulang, galon air mineral akan menjadi limbah sampah plastik yang mencemari bumi.
Baca SelengkapnyaKonsep ekonomi sirkular ini bisa menjadi salah satu cara untuk mewujudkan lingkungan yang baik dan kemakmuran ekonomi.
Baca SelengkapnyaProgram Bank Sampah Lampion yang digerakkan oleh Local Hero Muslim dan Nana ini telah memberikan dampak perbaikan lingkungan.
Baca SelengkapnyaSampah yang menumpuk di sungai masih menjadi salah satu isu lingkungan yang mendapatkan perhatian serius.
Baca SelengkapnyaWarga yang menabung di sini bisa dapat emas batangan.
Baca SelengkapnyaKecamatan Medan Deli luncurkan inovasi untuk menanggulangi masalah sampah yang diubah menjadi sedekah.
Baca Selengkapnya