Djoko Tjandra Sebut Jaksa Pinangki Janjikan Tak Ada Eksekusi di Indonesia
Merdeka.com - Terpidana kasus suap, Djoko Tjandra menyebut jaksa Pinangki Sirna Malasari menjanjikan tidak ada proses eksekusi jika dia kembali ke Indonesia. Buronan kasus cessie Bank Bali itu menyebut, Pinangki menawarkan bantuan dan menjanjikan untuk menyelesaikan persoalan hukum melalui jalur fatwa Mahkamah Agung.
"Sehingga saya bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani hukuman pidana," kata Djoko Tjandra saat membacakan nota pleidoi (pembelaan) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (15/3). Seperti dilansir Antara.
Dalam perkara ini, Djoko Tjandra dituntut 4 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan karena terbukti menyuap aparat penegak hukum dan melakukan pemufakatan jahat.
-
Kenapa Kejaksaan Agung tahan tersangka? Setelah ditetapkan sebagai tersangka, RD dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan.'Terhitung dari tanggal 29 Maret sampai dengan 17 April,' tutup Ketut.
-
Apa komitmen Ganjar Pranowo untuk hukum di Indonesia? 'Kami melihat terjadinya guncangan yang kuat dalam dunia hukum di Indonesia ketika ada kejadian putusan MK soal batas usia capres cawapres,' kata Chico kepada Liputan6.com, Minggu (3/12).
-
Kenapa Djatikusumo pulang ke Indonesia? Wafatnya sang ayah pada 20 Februari 1939, serta meletusnya Perang Dunia II, membuat Djatikusumo pulang ke Indonesia.
-
Siapa yang memberi klarifikasi ke Sekjen PDIP? Effendi Simbolon memberi klarifikasi ke Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto terkait ucapannya mendukung Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto.
-
Mengapa eksekusi dihentikan? Ia mengatakan, pada pertengahan abad ke-19 hukuman itu sudah dihapus, diganti dengan hukuman gantung biasa.
-
Siapa yang akan PDIP ajukan sebagai saksi? PDIP tidak fokus pada selisih perolehan suara paslon nomor 03 Ganjar-Mahfud dengan paslon pemenang. Wakil Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud Henry Yosodiningrat mengungkapkan, PDI Perjuangan siap membawa sejumlah bukti dan saksi ke Mahkamah Konstitusi (MK) di antaranya seorang kepala kepolisian daerah (kapolda) terkait gugatan hasil Pilpres 2024 setelah diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Djoko Tjandra kembali menegaskan bahwa Pinangki yang aktif untuk menawarkan bantuan hukum. Melalui Rahmat, Pinangki berinisiatif datang bertemu Djoko Tjandra di Kuala Lumpur, Malaysia. Tujuannya menindaklanjuti Putusan MK No 33/PUU-XXIV/2016 tanggal 12 Mei 2016 agar Putusan PK No 12 PK/Pid.Sus/2009 tanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi.
Dia melanjutkan, Pinangki juga merekomendasikan dan membawa sahabatnya Anita Dewi A. Kolopaking yang disiapkan menjadi pengacara Djoko Tjandra. Tak lupa membawa serta Andi Irfan Jaya yang diperkenalkan sebagai konsultan swasta.
"Mereka bertiga lah yang akan mengurus Fatwa MA sebagaimana dijanjikan Pinangki. Secara tegas saya katakan kepada mereka bertiga bahwa saya tidak ingin membuat kesepakatan dengan Pinangki karena dia adalah seorang jaksa," ungkap Djoko.
Sehingga disepakati Djoko Tjandra hanya berurusan dengan Anita Kolopaking dan Andi Irfan Jaya.
"Uang USD1 juta adalah sebagai 'consultant fee' dan 'lawyer fee' yang disepakati untuk pengurusan Fatwa MA sampai selesai," tambah Djoko Tjandra.
Dia diminta membayar uang muka USD500.000 dan dibayarkan kepada Andi Irfan Jaya.Uang USD500.000 tersebut bukan untuk Pinangki.
"Karena besarnya harapan saya untuk bisa kembali ke tanah air dan percaya kepada janji Pinangki Sirna Malasari, dengan berat hati saya melakukan pembayaran uang muka USD500.000 meminta tolong kepada Herrijadi Anggakusuma untuk membayar ke Andi Irfan Jaya," ungkap Djoko Tjandra.
Di hadapan hakim Djoko Tjandra mengaku menolak dan membatalkan rencana yang diajukan Andi Irfan Jaya. Menurutnya, rencana itu tidak lebih dari modus penipuan.
"Dan perampokan harta saya dan tampak sangat tidak masuk akal," ungkap Djoko.
Djoko Tjandra memposisikan diri sebagai korban penipuan dengan diiming-imingi fatwa MA.
"Karena itu semua rencana dan pembicaraan dengan jalur fatwa Mahkamah Agung itu saya hentikan, dan saya tidak mau lagi berhubungan lagi dengan Pinangki dan ANdi Irfan," tambah Djoko.
Karena itu Djoko Tjandra merasa heran dengan dakwan Jaksa Penuntut Umum yang menuntutnya melakukan perbuatan permufakatan jahat untuk melakukan korupsi. Sebab, dia mengklaim menolak dan membatalkan rencana aksi yang ditawarkan Andi Irfan.
Dalam perkara ini, Djoko Tjandra didakwa melakukan dua dakwaan. Pertama, Djoko Tjandra didakwa menyuap jaksa Pinangki Sirna Malasari sejumlah 500 ribu dolar Singapura, mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte sejumlah 200 ribu dolar Singapura dan USD270.000 serta mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo senilai USD150.000.
Sedangkan dalam dakwaan kedua, Djoko Tjandra didawa melakukan permufakatan jahat dengan Pinangki Sirna Malasari dan Andi Irfan Jaya untuk memberi atau menjanjikan uang sebesar USD10 juta kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan di Mahkamah Agung.
Terkait perkara ini, jaksa Pinangki sudah divonis 10 tahun penjara ditambah denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan, Irjen Pol Napoleon Bonaparte divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan, Brigjen Prasetijo Utomo divonis 3,5 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan, Andi Irfan Jaya divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 4 bulan kurunga, Tommy Sumardi divonis 2 tahun dan pidana denda sebesar Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
“Saya kira tidak, tidak ada tekanan sama sekali," tegas Staf Khusus Bidang Hubungan Internasional Kemenko Polkam Imipas, Ahmad Usmarwi Kaffah.
Baca SelengkapnyaPenetapan penahanan terdakwa saat ini berada di bawah wewenang majelis hakim
Baca SelengkapnyaKubu Dito menyebut majelis hakim sudah menetapkan terdakwa tetap ditahan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
Baca Selengkapnya