DPR janji pertimbangkan suara yang menolak revisi UU KPK
Merdeka.com - Rencana merevisi UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK melalui sosialisasi yang dilakukan Badan Keahlian DPR (BKD) mendapat penolakan banyak pihak. Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan sosialisasi revisi UU KPK tidak perlu dievaluasi.
Dari sosialisasi itu, DPR mendapat masukan dari masyarakat terkait wacana revisi tersebut. Jika sebagian besar masyarakat menolak UU KPK direvisi maka aspirasi itu akan ditindaklanjuti.
"Sosialisasinya enggak dievaluasi, justru dari situ kita bisa dapat masukan-masukan. Kita bisa mengetahui suasana kebatinan masyarakat itu seperti apa, kalau masyarakat itu menolak revisi ya itu juga menjadi bahan kawan-kawan di DPR untuk mengambil sikap," kata Fadli di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/3).
-
Kenapa DPR mengapresiasi rencana KPK? Inisiatif KPK bagus sekali, sangat layak diapresiasi. Karena memang, beberapa tahun belakangan ini, agenda pemberantasan korupsi kita sedang gencar-gencarnya. Dan bukan hanya KPK, tapi juga dilakukan oleh seluruh institusi penegak hukum lainnya.
-
Apa yang DPR sesalkan? 'Yang saya sesalkan juga soal minimnya pengawasan orang tua.'
-
Kenapa DPR setuju dengan langkah Polda? “Bagus dong, berarti Polda Metro ingin masyarakat juga turut terlibat dalam menjaga kondusifitas pemilu nanti. Ini menjadikan pemilu lebih dekat dengan rakyat.““Karena betul-betul dilibatkan langsung pada tiap prosesnya.
-
Bagaimana DPR menilai langkah Kejagung? Meski begitu, menurut Sahroni, komitmen Kejagung dalam lakukan bersih-bersih akan kembali dilihat saat proses persidangan nanti. Namun Sahroni sendiri mengaku optimis bahwa agenda bersih-bersih Kejagung, tidak akan pernah berubah.
-
Apa yang dilakukan Komisi Yudisial (KY) untuk mengatasi penolakan DPR? “Surat itu disampaikan tadi pagi, tentunya langkah ini diambil untuk membangun kembali komunikasi dengan DPR, untuk meluruskan kesalahan persepsi,“ ucap Wakil Ketua KY Siti Nurdjanah saat konferensi pers di Kantor KY RI, Jakarta, Jumat (6/9).
-
Apa yang dibahas dalam dialog DPR RI? “Tentunya lewat dialog ini, kita bisa menjembatani diskusi untuk membahas agenda strategis dari setiap anggota AIPA dengan Tiongkok. Karena tentu setiap negara punya isu dan concern tersendiri yang harus ditindaklanjuti. Termasuk mendalami isu-isu skala kawasan dan regional yang juga harus diselesaikan bersama,“ urai Puteri.
Fadli menyebut, sosialisasi revisi UU KPK oleh BKD DPR telah selesai dilakukan. Namun, dia mengaku belum mengetahui poin-poin masukan yang didapat dari masyarakat. Pihaknya juga belum bisa memastikan jadwal rapat untuk membahas suara masyarakat terkait wacana revisi UU KPK itu.
"Belum, belum, pasti nanti akan memberikan masukan. Enggak, belum ada (waktunya) Belum tahu, sudah selesai kalau enggak salah," tutup Fadli.
Sebelumnya, Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) Eddy OS Hiariej meminta anggota DPR berpikir secara ulang rencana merevisi UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK. Eddy menyarankan DPR lebih dulu menyempurnakan UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebelum berkeinginan merevisi UU KPK.
Penyempurnaan UU Tipikor yang bersifat materiil harus didahulukan lebih dulu daripada UU KPK yang lebih bersifat formil. "Pola berpikir DPR ini terbalik, formilnya dibahas dulu, sementara materiilnya tidak disapa-apakan," kata Eddy dalam forum Menangkap Aspirasi Publik Mengenai Rencana Revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK yang diadakan DPR di FH UGM, Rabu (22/3).
Eddy memaparkan, penyempurnaan UU Tipikor harusnya dilakukan lebih dulu oleh DPR. Pasalnya UU Tipikor ini harus sesuai dengan aturan organisasi antikorupsi dunia atau The United Nations Convention Against Corruption (UNCAC).
"Saya kira, sepulang dari Universitas Gadjah Mada, segeralah menghentikan niat untuk merevisi UU KPK. Masih banyak instrumen penanganan Tipikor di Indonesia yang tidak sesuai dengan UNCAC. DPR utamakan itu dulu sajalah," terang Eddy.
Ketua Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM, Zainal Arifin Mochtar menambahkan, terdapat sejumlah kejanggalan tentang rencana revisi UU KPK. Dia mengaku pernah berbincang dengan salah satu anggota DPR tentang revisi UU KPK, namun malah tak paham soal rencana itu.
"Rencana merevisi UU KPK yang saat ini muncul bukan berdasarkan kebutuhan. Selain itu, DPR juga dianggap tidak mendengarkan aspirasi publik yang menolak rencana revisi UU KPK," terang Zainal Arifin.
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Badan legislatif (Baleg) DPR RI sepakat, Revisi Undang-undang (UU) Pilkada dibawa ke rapat paripurna terdekat untuk disahkan menjadi UU
Baca SelengkapnyaSalah satu poin penting dalam revisi UU Kementerian Negara yakni perubahan Pasal 15 yang membuat Presiden bisa menentukan jumlah kementerian sesuai kebutuhan.
Baca SelengkapnyaRapat tersebut sedianya digelar pada Senin, 26 Agustus 2024, namun dimajukan ke Minggu (25/8).
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
DPR akan mengesahkan Revisi Undang-Undang Pilkada (RUU Pilkada) dalam rapat paripurna, Kamis (22/8).
Baca SelengkapnyaBaleg DPR RI menggelar rapat kerja dengan pemerintah untuk membahas tentang revisi UU Pilkada.
Baca SelengkapnyaKetua KPU RI Mochammad Afifuddin enggan berkomentar banyak terkait keputusan Baleg DPR RI yang menyepakati revisi Undang-Undang Pilkada.
Baca SelengkapnyaPemerintah akan mengkaji draf revisi UU inisiatif DPR itu sebelum Presiden Jokowi mengirimkan surpres.
Baca SelengkapnyaDalam UU yang berlaku saat ini, Pasal 15 UU Kementerian Negara mengatur tentang jumlah kementerian.
Baca SelengkapnyaBadan Legislasi (Baleg) DPR dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyetujui Revisi UU Desa.
Baca Selengkapnya