Dua Tersangka Baru Kecelakaan Maut di Subang, Bus Pernah Terbakar
Hasil penyelidkan pun menunjukkan bahwa bus pernah terbakar dan sudah tak laik jalan.
Hasil penyelidkan pun menunjukkan bahwa bus pernah terbakar dan sudah tak laik jalan.
Dua Tersangka Baru Kecelakaan Maut di Subang, Bus Pernah Terbakar
Polisi menetapkan dua tersangka baru dalam kasus kecelakaan bus yang menewaskan 11 orang di Subang. Hasil penyelidkan pun menunjukkan bahwa bus pernah terbakar dan sudah tak laik jalan.
Diketahui, dalam kecelakaan bus yang terjadi di Jalan Ciater, Subang pada Sabtu (11/5) lalu, polisi menetapkan sopir berinisial S sebagai tersangka. Hasil penyelidikan lanjutan, polisi menetapkan dua tersangka lainnya. Yakni AI dan A.
AI merupakan pengusahan dan pemilik bengkel tak berizin yang mengubah rancang bangun bus Trans Putrera Fajar. Sedangkan A adalah orang kepercayaan AI yang juga menyuruh S membawa bus meski dalam kondisi tak laik jalan.
Direktur Lalu Lintas Polda Jabar Kombes Pol Wibowo mengatakan penetapan tersangka itu merupakan hasil gelar perkara.
"Bengkel milik AI tidak memilik iizin untuk mengubah dimensi atau rancang bangun kendaraan bus," kata dia.
"Sedangkan A menyuruh sopir berinisial S untuk membawa kendaraan bus dalam kondisi tidak laik jalan. S adalah freelance yang mungkin apabila dibutuhkan A dihubungi," dia melanjutkan.
Kedua tersangka dijerat pasal 311 undanf-undang lalu lintas juncto pasal 55 KUHP subsider dan atau pasal 359 KUHP. Dengan ancaman pidana penjara 12 tahun atau denda Rp 24 juta dan atau denda pidana selama 5 tahun.
KIR Kadaluwarsa dan Bus Pernah Terbakar
Hasil penyelidikan berikutnya menyatakan bahwa bus yang digunakan membawa rombongan siswa asal Depok sudah pernah terbakar. Kemudian, KIR sudah tidak berlaku sejak 6 Desember tahun 2023 lalu.
Wibowo menuturkan bahwa A mengakui bahwa kebakaran bus tersebut terjadi pada 27 April lalu di di KM 88 ruas tol Cipularang. AI serta pengelola A kemudian melakukan perbaikan di bagian kelistrikan, interior dan eksterior.
"Setelah terbakar, A dan AI memperbaiki bus dan mengusulkan mengganti nama agar tetap bisa disewakan," ujar Wibowo.
Bagian lain yang krusial, seperti sistem pengereman tidak dilakukan pengecekan secara rutin di bengkel.
Sebelum peristiwa kecelakaan, sopir sempat mengeluhkan adanya masalah, namun kedua tersangka seolah tidak mengindahkan keluhan tersebut dan meminta bus tetap jalan.
"Yang bersangkutan mendapat laporan dari S (sopir) bahwa mobil dalam kondisi bermasalah. Namun, yang bersangkutan tidak memerintahkan berhenti," ungkap dia.
"Jarak kampas rem standar 0,45 sentimeter diubah menjadi 0,3 sentimeter.
Begitu pun dengan minyak rem setelah dilakukan pemeriksaan oil indikator, lampu merah menandakan minyak rem tidak layak digunakan," jelas Wibowo.