Ini Kelalaian Dua Tersangka Baru Kecelakaan Bus Study Tour SMK Lingga Kencana di Subang
Kedua tersangka dinilai sebagai orang yang bertanggungjawab secara langsung terkait ketidaklayakan kendaraan bus.
Kedua tersangka dinilai sebagai orang yang bertanggungjawab secara langsung terkait ketidaklayakan kendaraan bus.
Ini Kelalaian Dua Tersangka Baru Kecelakaan Bus Study Tour SMK Lingga Kencana di Subang
Polisi menetapkan dua tersangka baru dalam kasus kecelakaan lalu lintas bus Trans Putera Fajar yang membawa rombongan SMK Lingga Kencana Depok yang terjadi di Ciater Kabupaten Subang, Jawa Barat.
Kedua tersangka dinilai sebagai orang yang bertanggungjawab secara langsung terkait ketidaklayakan kendaraan bus. Dia adalah AI dan A.
"Jadi ada dua orang yang terkait langsung dengan ketidaklayakan bus," ujar Direktur Lalu Lintas Polda Jabar Kombes Pol. Wibowo kepada wartawan, Rabu (29/5).
Peran Tersangka
Wibowo membeberkan, AI adalah pengusaha sekaligus pemilik bengkel namun tidak miliki izin. Sementara A adalah pengelola atau orang yg dipercayakan untuk mengoperasional bus Bus Trans Putera Fajar atas perintah dari AI.
Kondisi Bus Tidak Layak
Dalam pelaksanaan, A menyuruh sopir inisial S yang telah ditetapkan tersangka juga dalam kecelakaan ini untuk membawa kendaraan dalam kondisi tidak layak.
"Antara yang bersangkutan dengan S tidak ada ikatan kerja atau kontrak. Jadi tersangka S freelance yang mungkin apabila dibutuhkan akan dihubungi," ujar dia.
Bus Putera Fajar Tidak Berizin
Wibowo mengatakan, A juga mengetahui Bus Trans Putera Fajar tidak memiliki izin usaha otobus maupun pariwisata. Selain itu, juga mengetahui uji kir kendaraan sudah kedaluarsa atau tidak berlaku.
Lebih lanjut, Wibowo mengatakan, A tidak melaksanakan perawatan secara rutin khususnya terhadap fungsi rem.
"Dan mengetahui ada banyak masalah teknis pada kendaraan Bus Trans Putera Fajar," ucap dia.
Sopir Lapor Kondisi Bus
Wibowo mengatakan, S selaku sopir juga telah melaporkan mobil dalam kondisi bermasalah, namun A tidak memerintahkan untuk berhenti dan tidak melanjutkan perjalanan.
"Tidak ada SOP dalam mengatasi bus yang bermasalah pada saat operasional dan angkut penumpang. Ini fakta perbuatan A," ucap dia.
Bus Pernah Terbakar
Wibowo mengatakan, A mengakui bus pernah terbakar. Ketika itu, A mengusulkan kepada pemilik menganti nama bus.
"Pada saat terbakar menggunakan Trans Maulana Jaya setelah terbakar menganti Trans Putera Fajar Wisata dengan tujuan bus terbakar tidak dikenali atau dicirikan sehingga masih bisa disewakan," ucap dia.
Tersangka Punya Peran Berbeda
Lebih lanjut, Wibowo membeberkan peran AI dalam kasus ini. AI orang yang merubah dimensi dengan dasar fotokopi SK RB yang dimiliki oleh salah satu karoseri berizin.
"Artinya yang bersangkutan tidak kantongi izin untuk rubah dimensi atau rancang bangun kendaraan bus," ucap dia.
Wibowo mengatakan, AI juga tidak mengajukan izin usaha otobus atau pariwisata dan tidak pernah melakukan pemeriksaan teknis apapun terhadap Bus Trans Putera Fajar termasuk terkait pemeriksaan atau perawatan fungsi rem.
"Yang bersangkutan membawa bus ke Jakarta dan meminta bantuan kepada saudara A untuk operasional bus dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Yang bersangkutan menyetujui usulan dari saudara A untuk merubah nama bus yang sebelum terbakar Trans Maulana Jaya dirubah menjadi Putera Fajar Wisata. Beliau setujui dan akui," ucap dia.
Dalam kasus ini, Polisi mengumumkan tersangka baru. Penyidik mengantongi tiga alat bukti permulaan untuk meningkatkan status dua orang yaitu A dan AI dari saksi menjadi tersangka.
"Berdasarkan fakta kita miliki tiga alat bukti sebagaimana dimaksud pasal 184 KUHP yaitu alat bukti berupa keterangan saksi, ahli surat. Kita sudah digelarkan dan hasil gelar tetapkan dua orang A dan AI sebagai tersangka," ujar dia.
Wibowo mengatakan, kedua tersangka diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum atau kelalaian atau kealpaan sehingga menyebabkan jatuhnya korban.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat pasal berlapis
"Kepada tersangka dikenakan Pasal 311 Pasal 311 UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan junto Pasal 55 KUHP subsider dan atau 359 KUHP dengan ancaman pidana 12 tahun atau denda Rp 24 juta atau denda pidana penjara 5 tahun," tandas dia.