Jawab Kebutuhan Investor Asing, BTP Law Firm Ikut Bertransformasi di Bidang Hukum
Kebutuhan para investor asing untuk mengetahui hukum yang berlaku di Indonesia

Investasi asing ke Indonesia terus mengalir. Apalagi, Indonesia telah resmi menjadi anggota penuh BRICS kesepuluh sejak 6 Januari 2025 lalu. Saat ini, Indonesia telah melakukan Perjanjian Investasi Bilateral (BIT) dengan negara-negara anggota BRICS yaitu Rusia, Uni Emirat Arab (UEA) dan Iran.
BIT merupakan perjanjian Internasional yang dilakukan oleh dua negara dan mengikat keduanya. Isi perjanjian dalam BIT termasuk dalam ruang lingkup investasi yang mengikat secara hukum kepada kedua belah pihak melalui pengesahan atau ratifikasi.
Deputi Bidang Kerjasama Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Tirta Nugraha Mursitama mengatakan, perjanjian investasi bilateral tidak saja akan mendorong investasi antar kedua negara, tetapi juga mengikat keduanya dengan akibat hukum jika salah satu pihak tidak melaksanakan isi perjanjian.
Berdasarkan catatan BKPM, selama periode 2021-2024, investasi China saja, yang berfokus pada industri logam dasar, barang logam, mesin, bukan mesin.
Secara keseluruhan, lanjut Tirta, nilai FDI 5 negara-anggota BRICS di Indonesia pada 2021 adalah USD3,2 miliar atau berarti 10,47 persen dari total FDI di Indonesia. Nilai FDI ini merangkak naik pada tahun 2022 menjadi USD8,42 miliar, dan turun sedikit pada tahun 2023 menjadi USD7,92 miliar.
Sedangkan di kuartal pertama dan kedua 2024, nilainya FDI negara-negara anggota BRICS mencapai USD4,14 miliar atau 14,72 persen dari total FDI di Indonesia.
Dengan besarnya potensi investasi asing di Indonesia, kebutuhan law firm yang mengawal berbagai perjanjian internasional tersebut juga sangat dibutuhkan.
Hukum Harus Mengikuti Zaman
Founder Bastian Tamin Partnership (BTP) Law Firm, Rahmat Bastian juga melihat kebutuhan para investor asing untuk mengetahui hukum yang berlaku di Indonesia, sebelum memutuskan menanamkan modal mereka di Tanah Air.
"Hukum itu harus mengikuti zaman, tidak bisa statis. Harus ada kontrak-kontrak hukum yang baik dan praktis, sehingga investor asing yakin untuk berinvestasi di Indonesia," ungkap advokat lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu, ketika diwawancara di Jakarta, Rabu (12/3).
Pria yang telah berlisensi advokat sejak 1998 itu memang sempat vakum sebagai pengacara dan memilih jadi pengusaha. Namun akhirnya kembali ke dunia hukum dan mendapatkan lisensi pengacaranya kembali tahun lalu.Ia melihat, era globalisasi ini kian meningkatkan potensi investor masuk ke Indonesia.
Mereka tentunya membutuhkan konsultan hukum yang anti mainstream.
"Kami tidak hanya mengurusi soal hukum perdata dan pidana untuk klien domestik, tapi juga kebutuhan para investor. Belum lagi, banyak perusahaan Indonesia yang juga go international, mereka juga butuh kontrak-kontrak kerja yang baik, konsultasi hukum yang praktis namun mumpuni, serta up to date terhadap hukum internasional di negara yang dituju," ulas pria yang juga kolektor lukisan dan pemilik galeri seni, Galeri Apik, itu.
Kontrak investasi, lanjutnya, termasuk shipping dan UU transportasi jika yang masuk merupakan produsen kendaraan listrik, misalnya.
"Di IKN contohnya, nanti dipastikan akan banyak produsen kendaraan listrik yang masuk berinvestasi. Jangan sampai nantinya bertentangan dengan hukum yang berlaku di negeri ini," kata pria yang juga pengusaha tambang batu bara itu.
Go Internasional
Ia menyebut, kebutuhan konsultan hukum untuk holding perusahaannya PT Kalimatera Kotawaringin Rahmat (KKR) dan 21 anak perusahaannya saja sudah cukup banyak.
"Belum lagi, kebutuhan korporasi lainnya, seperti untuk masalah restrukturisasi, akuisisi, masalah aset, transaksi bisnis, kurator kepailitan, dan masih banyak lagi peluang di masa depan," rincinya.
Jadi, kata dia, BTP Law Firm miliknya ikut bertransformasi mengikuti kebutuhan zaman dan calon klien mereka. Pada 2003-2013 BTP hanya fokus sebagai kantor hukum yang menangani pidana dan perdata client perbankan dan lembaga keuangan.
Tapi sejak tahun lalu dan target jangka panjang mereka hingga 2029, adalah membentuk kantor konsultan hukum yang high tech. Artinya, sama seperti perusahaan lain yang bertransformasi dari konvensional ke digital, pun demikian dengan BTP Law Firm.
Bahkan, pihaknya berencana go international hingga membuka cabang kantor hukum di Sidney dan Shanghai. Kenapa Australia dan China?
"Ya karena melihat fakta dilapangan, bahwa investor Australia dan China paling banyak menanam modal di Indonesia. Untuk Australia sendiri, banyak perusahaan yang bergerak di bidang peternakan, properti, dan pertambangan. Belum lagi, Sidney dan Shanghai menjadi pusat keuangan dunia," terangnya lagi.
Maka itu, ke depan, pihaknya berencana merekrut tenaga-tenaga hukum muda yang tidak hanya paham hukum Indonesia dan internasional, tapi juga memiliki jika kewirausahaan, dan berwawasan luas.