Kasus Densus Tembak Densus, Mahfud MD: Sudah Ditangani Polisi
Mahfud menyebut, kasus ini sudah direspons cepat oleh kepolisian.
Peristiwa penembakan ini terjadi di Rusun Polri Cikeas, Gunung Putri, Bogor, pada Minggu (23/7).
Kasus Densus Tembak Densus, Mahfud MD: Sudah Ditangani Polisi
Anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri, Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage (IDF) tewas ditembak seniornya. Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyerahkan kepada kepolisian untuk menyelesaikan kasus itu. "Biar diselesaikan oleh polisi," kata Mahfud di Istana Wakil Presiden, Jakarta Pusat, Kamis (27/7).
Menurut Mahfud, kasus ini sudah direspons cepat oleh kepolisian. Dia mengaku tidak berkomunikasi lebih jauh dengan Kapolri soal kasus ini, seperti saat kasus Ferdy Sambo.
"Ya kan sudah ditangani ya, sudah direspons, kan tidak usah semua hal saya harus ngomong ke beliau (Kapolri), itu sudah ada prosedurnya dan sudah cepat menurut saya cara menanggapinya," jelas Mahfud.
Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage (21), anggota Polri asal Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat, meninggal dunia diduga akibat tembakan senjata seniornya yang sesama anggota Polri. Peristiwa tersebut terjadi di Rusun Polri Cikeas, Gunung Putri, Bogor, pada Minggu (23/7).
Jasad korban saat ini sudah dimakamkan di kampung halamannya. Di jasad korban, ditemukan bekas luka tembak yang sudah dijahit di bagian belakang telinga.
Perwakilan keluarga, Darsono yang juga menjabat Wakil Ketua DAD Melawi mengungkapkan, pihaknya menyerahkan sepenuhnya penyidikan kasus ini kepada penegak hukum. Meskipun memang ada banyak pertanyaan terkait kronologi resmi kejadian penembakan hingga menyebabkan kematian tersebut. “Kami meminta pelaku diadili secara hukum positif dan hukum adat serta kode etik. Untuk persoalan adat kami juga berkoordinasi dengan DAD Provinsi Kalbar serta MADN (Majelis Adat Dayak Nasional),” kata perwakilan keluarga, Darsono.
Darsono menerangkan, insiden yang menyebabkan Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage meninggal diketahui terjadi pada Minggu (23/7). Pihak keluarga langsung diberitahu oleh kepolisian pada hari itu.
“Saat itu dibilang korban sakit. Hanya diminta datang ke Jakarta. Soal kronologi keluarga diminta hasil penyelidikan dan penyidikan,” ungkapnya.
Keluarga sempat melihat kondisi jasad Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage saat tiba. Saat itu ada satu luka yang sudah dijahit di bagian kepala, tepatnya di bawah telinga korban.
“Kita minta mereka untuk mengusut dengan tuntas. Karena keluarga merasa aneh, di tempat yang seharusnya aman justru bisa terjadi tindakan kriminal,” katanya.
Sementara, kata Darsono, pihak Densus 88 maupun kepolisian yang datang saat mengantar jenazah Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage ke Melawi, Selasa (25/7) tidak memberikan penjelasan terkait penyebab dan kronologi sebenarnya dari insiden tersebut. Mereka beralasan tidak berwenang. “Hanya kita apresiasi bahwa dari Densus sudah memfasilitasi pihak keluarga untuk pergi dan pulang serta membantu kepulangan jenazah. Dari pihak kepolisian juga tidak ada melarang untuk membuka kotak. Dan mereka berjanji untuk memberikan informasi serta memberitahukan proses persidangan lewat zoom,” tukasnya.
Markas Besar Polri membenarkan terjadi penembakan antara anggota Polri yang menyebabkan tewasnya Bripda IDF. Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) DivHumas Polri Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan menjelaskan kronologi penembakan tersebut. “Pada Minggu dini hari tanggal 23 Juli 2023 pukul 01.49 WIB bertempat di Rusun Polri Cikeas Gunung Putri Bogor telah terjadi peristiwa tindak pidana karena kelalaian mengakibatkan matinya orang yaitu atas nama Bripda IDF,” kata Ramadhan dalam keterangannya.Jenderal bintang satu itu menyebut tersangka dalam penembakan Bripda IDF adalah Bripda IMS dan Bripka IG. Polri telah mengambil tindakan dalam kejadian tersebut dengan mengamankan para tersangka.
“Keduanya diamankan untuk dilakukan penyelidikan dan penyidikan terkait peristiwa tersebut,” ujar Ramadhan kepada wartawan.
Saat ini, lanjut Ramadhan, kasus tersebut ditangani oleh Tim Gabungan Propam dan Reskrim untuk mengetahui pelanggaran dispilin, kode etik maupun pidana yang dilakukan oleh kedua pelaku.
“Yang pasti Polri tidak akan memberikan toleransi kepada oknum yang melanggar ketentuan atau perundungan yang berlaku,” kata Ramadhan.