Kisah Asep, Terpaksa Berpuasa di Balik Jeruji Besi Jauh dari Keluarga
menjadi salah satu narapidana yang harus menjalani masa tahanan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Garut
Asep mengatakan, proses penahanan yang dijalani menjadi pelajaran yang sangat berarti di hidupnya.
Kisah Asep, Terpaksa Berpuasa di Balik Jeruji Besi Jauh dari Keluarga
Asep (bukan nama sebenarnya) tidak pernah menyangka dirinya bisa buka bersama keluarga, termasuk anaknya. Bagaimana tidak, puasa tahun ini baginya menjadi hal yang sangat berbeda karena dijalani di balik jeruji besi penjara.
Ia menjadi salah satu narapidana yang harus menjalani masa tahanan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Garut. “Saya melakukan pelanggaran hukum, jadinya harus puasa Ramadan di penjara,” kata Asep, Sabtu (30/3).
Berpuasa di dalam penjara menjadi pengalaman pertama baginya,dan tidak pernah ingin kembali terulang. Diakuinya, proses penahanan yang dijalani menjadi pelajaran yang sangat berarti di hidupnya.
Asep tidak pernah menyangka dirinya akan merasakan berpuasa di dalam penjara. “Terpikirkan pun tidak. Tapi saya harus menjalaninya karena kesalahan yang telah saya perbuat,” ucapnya.
Di awal Ramadan, Asep mengaku sempat menangis berhari-hari karena harus menjalani puasa tanpa keluarga. Padahal di tahun-tahun sebelumnya ia bisa berkumpul bercengkrama bersama keluarga, baik saat sahur maupun ketika menunggu berbuka.
“Awal puasa di sini pasti membuat kita sakit hati, jauh dari keluarga. Tapi saya sadar, saya di sini karena kesalahan yang saya buat, dan itu harus saya
pertanggungjawabkan di hadapan hukum,” ungkapnya.
Meski begitu, Asep mengaku beruntung karena ada di lingkungan warga binaan yang baik, sehingga ia banyak dikuatkan oleh rekan-rekannya. Hal tersebut pun yang kemudian ia berusaha tabah menghadapinya.
Dengan segala hal yang dialaminya, Asep pun mengaku tidak pernah bermimpi bisa buka puasa bersama keluarga di Ramadan tahun ini. Meski di hari-hari biasa ia kerap dibesuk oleh istri dan anaknya, keinginan untuk bisa buka bareng kerap terbersit di hatinya.
“Saya sadar, selama di penjara ini kita tidak bisa melakukan hal-hal yang kita harapkan, karena semua ada aturannya. Jadinya untuk bisa buka bareng keluarga itu tidak pernah saya bayangkan sebelumnya,” katanya.
Sampai kemudian Rutan Kelas IIB Garut membuka rencana kegiatan buka bersama keluarga. Ia pun mengaku sempat senang, tapi kemudian kembali sedih karena khawatir tidak kebagian jatah.
Kekhawatiran Asep bukan tanpa alasan, diketahui Rutan Kelas IIB Garut membatasi jumlah warga binaan yang bisa mengikuti kegiatan itu. Setidaknya jumlah warga binaan yang bisa mengikuti kegiatan itu hanya 50 orang saja.
“Antara senang dan sedih jadinya. Senang karena ada harapan bisa buka puasa bersama keluarga, sedihnya takut engga kebagian kuota yang 50 orang. Jadinya hati saya serba salah,” sebutnya.
Meski begitu, Asep mengaku hanya bisa berdoa di setiap selesai solat. “Berdoa saja terus, mudah-mudahan keluarga saya masuk kedalam kuota yang 50 itu dan saya bisa buka puasa bersama keluarga,” ungkapnya.
Sampai akhirnya, ia pun bersyukur karena akhirnya keluarganya mendapat kuota untuk bisa buka bersama di Rutan Kelas IIB Garut. Asep mengaku bersyukur dirinya bisa buka bersama.
Baginya, buka bersama di dalam Rutan menjadi momen yang paling romantis meski ada di ruang-ruang terbatas. Meski situasinya cukup ramai, hal tersebut tidak menjadikan momen keharmonisan keluarga hilang.
“Barangkali, buka puasa bersama tahun ini menjadi momen yang paling indah. Bukan hanya menikmati nikmatnya berbuka setelah puasa, namun juga ditemani keluarga yang kita cinta,” jelasnya.
Terkait kegiatan tersebut, Kepala Rutan Garut Fahmi Rezatya Suratman mengatakan bahwa kegiatan itu sengaja dilakukan pihaknya sebagai salah satu upaya untuk mempererat ikatan keluarga.
“Kami juga ingin memperkuat nilai-nilai kebersamaan di tengah situasi yang terbatas. Selain bagi kami juga ini adalah simulasi dalam menghadapi kunjungan di musim lebaran nanti,” kata Fahmi.
Ia menjelaskan bahwa kegiatan tersebut memang dibatasi untuk 50 orang warga binaan dengan status narapidana. Sebelumnya kegiatan serupa juga sempat dilakukan untuk warga binaan dengan status tahanan.
Setiap keluarga yang berbuka bersama warga binaan, disebutnya hanya boleh membawa maksimal 4 orang kelurga saja.
“Kegiatan ini juga hanya berlaku bagi tahanan beragama Islam karena momennya Ramadan. Lalu kunjungan ini hanya berlaku untuk keluarga inti, yang terdiri dari suami/istri, anak, orang tua kandung, kakak, dan adik,” jelasnya.
Fahmi memastikan bahwa meski warga binaan bisa buka bersama keluarga, pihaknya memberlakukan aturan ketat dalam pelaksanaannya demi mewujudkan keamanan dan ketertiban kegiatan.
Dalam proses pelaksanaannya, pengunjung dilarang membawa HP, alat perekam, senjata tajam, narkoba, makanan pedas, kosmetik, dan peralatan mandi. Tidak hanya itu saja, aturan membawa makanan pun diberlakukan.
“Makanan berbau, makanan difermentasi, minuman, makanan berkuah, makanan berongga, kacang-kacangan, gorengan, rokok, kopi, dan makanan kemasan dilarang,” ungkapnya.
Ia bersyukur seluruh warga binaan berikut keluarga menaati aturan yang ditetapkan oleh pihaknya. “Alhamdulillah proses kegiatan berjalan lancar, para warga binaan dan keluarga pun bahagia bisa buka puasa bersama,” pungkasnya.