Kisah Pilu Mantri Patra, Petugas Medis Gugur dalam Kesendirian di Pedalaman Papua
Merdeka.com - Warga di pedalaman Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat, mengenalnya dengan sebutan Mantri Patra. Nama lengkapnya Patra Marinna Jauhari. Panggilan jiwa sebagai seorang petugas medis bagi mereka yang terpinggir dan terlupakan, tak membuatnya berpikir dua kali ketika mendapat tugas di pedalaman Teluk Wondama.
Sudah empat 4 bulan lebih dia mengabdikan diri untuk masyarakat di Kampung Oya Distrik Naikere, Teluk Wondama. Dia memilih setia dalam tugas, di saat rekan kerjanya memutuskan pulang dan tak kembali lagi ke sana. Dalam kesendirian dan kesepian, Mantri Patra melayani warga hingga ajal menjemputnya.
Petugas medis dari Dinas Kesehatan Teluk Wondama ini berada di Kampung Oya sejak Februari 2019. Dia adalah satu dari sekian tenaga kesehatan yang ditunjuk untuk memberikan pelayanan di daerah pedalaman Oya, salah satu kampung di pedalaman distrik Naikere yang masih terpencil dan terisolir. Tidak ada akses jalan darat apalagi sarana telekomunikasi.
-
Apa yang membuat prajurit TNI ini ingin menghabiskan masa tuanya di Papua? Diungkapkan, Gatot ingin menghabiskan masa tuanya di Kaimana, Papua Barat. Sang istri pun dikatakan telah menyetujui keinginan prajurit TNI ini.
-
Kapan masa tugas Pantarlih? Untuk masa tugasnya, Pantarlih akan mulai bekerja mulai tanggal 24 Juni hingga 25 Juli 2024.
-
Kenapa Ibu Normayanti rela tinggal jauh dari keluarga? Saat itu, Norma harus menempuh perjalanan dengan sepeda motor selama 2,5 jam dari Tebing Tinggi untuk sampai di sekolah. Bukan hanya persoalan waktu tempuh. Dia juga harus melewati selat untuk sampai di Desa Peranggas. Alat transportasi yang digunakan berupa kempang atau perahu kayu.'Untuk sampai ke sekolah, harus berangkat dari ibu kota kabupaten menyeberangi selat. Berangkat pakai kempang atau perahu yang biasa dipakai masyarakat Rangsang menuju kabupaten, itu 30 menit ke Desa Peranggas,' kata ibu 2 anak ini.
-
Kenapa Bu Wahyuti tinggal di kampung terpencil? Bu Wahyuti mengatakan ia terpaksa tinggal di kampung terpencil itu karena belum memiliki rumah sendiri, sehingga ia dan keluarganya harus menumpang di rumah yang disewakan pihak perhutani.
-
Bagaimana Pantarlih melakukan tugasnya? Pantarlih melaksanakan coklit pemutakhiran data pemilih sesuai Model A Daftar Pemilih atau berdasarkan data KPU, dengan mendatangi Pemilih secara langsung dari satu rumah ke rumah lainnya.
-
Mengapa pemuda itu bekerja di pedesaan? Menurut pemberitahuan perekrutan yang diterbitkan pada Januari, dua orang akan direkrut untuk bekerja di kota-kota di wilayah Lingbi.
Dilansir Antara, wilayah di perbatasan Teluk Wondama dengan Kabupaten Kaimana ini hanya bisa dijangkau dengan berjalan kaki atau menggunakan helikopter. Untuk mencapai pusat distrik di Naikere, warga setempat biasanya berjalan kaki selama tiga sampai empat hari. Jalanan yang dilewati masih berupa jalan setapak menyusuri gunung dan lembah di tengah hutan belantara.
Pada awal Februari lalu, Mantri Patra bersama seorang rekannya diantar menggunakan helikopter ke Kampung Oya. Mereka dijadwalkan bertugas selama tiga bulan. Terhitung Februari hingga Mei. Lalu akan dijemput kembali dan diganti petugas berikutnya.
Namun hingga akhir Mei 2019, belum juga ada helikopter yang datang menjemput mereka. Persediaan bahan makanan mulai dari beras, minyak goreng yang dibawanya tiga bulan lalu telah lama habis. Termasuk stok obat-obatan. Semuanya habis terpakai. Patra tinggal seorang diri setelah temannya sesama perawat memutuskan turun ke kota Wasior dengan berjalan kaki. Dia memberi pelayanan medis dengan kondisi serba kekurangan.
Untuk mengisi hari-harinya, bujangan kelahiran 1988 ini selalu berinteraksi dengan warga setempat. Dia rajin berkunjung ke rumah warga, bermain bersama pemuda setempat hingga ikut berkebun bersama warga.
"Tiap sore dia pergi dengan anak-anak menyanyi-menyanyi," kata seorang warga Oya yang dikisahkan Kepala Puskesmas Naikere Tomas Waropen di Wasior, Minggu.
Hari terus berlalu, helikopter yang ditunggu tak juga tiba. Kesetiaan Patra tetap tak luntur. Dia tetap bertahan meski di hatinya memendam kecewa terhadap instansi tempatnya bekerja. Hingga akhirnya sang mantri jatuh sakit.
Mengetahui kondisinya kian memburuk, seorang warga kampung Oya memutuskan berjalan kaki untuk memberitahukan kondisi sang mantri kepada kepala Puskesmas Naikere. Meskipun demikian, tetap saja tidak ada helikopter yang datang untuk mengevakuasinya ke kota guna mendapat perawatan medis.
Hingga pada 18 Juni 2019, Patra menghembuskan napas terakhir di tempat tugasnya. Dia meninggal dalam kesendirian. Tanpa ada keluarga, teman maupun kerabat yang mendampingi. Jenazah Patra baru dievakuasi empat hari setelah meninggal atau pada 22 Juni 2019 menggunakan helikopter yang disewa Pemda dari Nabire.
Kematian Patra yang terbilang tragis menjadi keprihatinan banyak pihak. Kepala Puskesmas Naikere Tomas Waropen menyatakan nyawa Patra mungkin bisa tertolong jika pihak dinas kesehatan maupun instansi terkait lainnya cepat merespon laporannya terkait kondisi Patra dan meminta segera dikirim helikopter.
"Kami sudah rapat sampai tiga kali dengan Dinas Kesehatan, Kesra dan Pak Sekda tapi tetap tidak ada jalan. Sampai akhirnya dia sudah meninggal baru helikopter bisa naik," ujar Waropen
Bagi Waropen, Patra adalah pahlawan kemanusiaan yang mendedikasikan hidupnya untuk masyarakat di pedalaman Naikere tanpa banyak mengeluh dan menuntut. Tindakan mulia yang justru selalu dihindari banyak petugas medis lainnya.
"Patra adalah pahlawan bagi masyarakat di pedalaman Mairasi (nama suku di pedalaman Naikere). Sementara kita anak-anak negeri ini banyak yang jadi Judas (murid yang mengkhianati Yesus)," kata Tomas Waropen.
Tokoh Pemekaran Teluk Wondama Hendrik Mambor juga turut menyampaikan rasa duka mendalam atas kepergian almarhum. Melalui pernyataannya yang kami kutip dari akun facebook-nya, mantan Kepala Bappeda Wondama ini memberikan penghargaan dan rasa terima kasih yang tinggi atas pengabdian Patra selama hidup.
"Mewakili Lembaga Masyarakat Adat Teluk Wondama dan seluruh pejuang pemekaran Kabupaten Teluk Wondama kami hanya bisa mengucapkan penghargaan atas dedikasimu dan jerih lelahmu bagi masyarakat khususnya masyarakat di Pedalaman Udik Simo, Kampung Oya. Kami tidak mampu membalas jasa baikmu," tulis Mambor.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Cerita prajurit TNI tugas di Intan Jaya, Papua dan harus mengalami tidak lancarnya dukungan logistik.
Baca SelengkapnyaAda momen haru saat sang pasien terpaksa mengurus hingga tanda tangan berkas persetujuan operasi sendiri.
Baca SelengkapnyaAndi Rabiah atau yang dikenal dengan sebutan Suster Apung setia naik kapal kecil keliling pulau terpencil demi obati orang.
Baca SelengkapnyaDitinggal para prajurit TNI kembali ke markas usai bertugas, sosoknya justru meminta untuk ikut.
Baca SelengkapnyaVideo merekam momen pamitan prajurit TNI dengan istri polwan sebelum berangkat tugas ke Papua.
Baca SelengkapnyaBocah Papua harus rela tinggal berdua dengan adiknya selama berbulan-bulan karena orang tua mereka bekerja mencari kayu gaharu di tengah hutan.
Baca SelengkapnyaDari 105 prajurit yang tergabung dalam Satgas Damai Cartenz, satu orang gugur terkena tembakan KKB.
Baca SelengkapnyaDokter Lie rela tinggal berminggu-minggu di tengah hutan belantara Papua demi melayani pasien.
Baca SelengkapnyaBerikut momen masyarakat Papua Barat Daya menangis saat Yonif 623/BWU selesai tugas.
Baca SelengkapnyaMendiang Kopda Hendrianto meninggalkan seorang istri dan dua orang anak
Baca SelengkapnyaPrajurit TNI Satuan Batalyon Infanteri 133/ Yudha Sakti Kopda Hendrianto gugur diduga diserang KKB
Baca SelengkapnyaSerangan KKB menyebabkan dua prajurit TNI menjadi korban.
Baca Selengkapnya