Konsumsi Rokok di Indonesia Terbesar Ketiga di Dunia, Apa Kabar PP tentang Kesehatan?
Konsumsi rokok dan rokok elektronik di Indonesia terbesar ketiga di dunia, usai China dan India.
Konsumsi rokok dan rokok elektronik di Indonesia terbesar ketiga di dunia, usai China dan India. Di tahun lalu, pemerintah telah mengesahkan PP Nomor 28 tahun 2024 tentang Kesehatan.
Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau (PPAT) Kemenkes, Benget Saragih menilai perlu sosialisasi lebih masih mengenai pasal-pasal pengamanan zat adiktif dalam PP No 28/2024 tentang Kesehatan. Karena dalam pasal tersebut memuat sejumlah ketentuan larangan dalam memproduksi dan penjualan produk tembakau dan rokok elektronik.
"Di antaranya ada ketentuan larangan penjualan produk tembakau dan rokok elektronik pada orang di bawah 21 tahun dan wanita hamil, ketentuan larangan penjualan rokok batangan, larangan penjualan produk dan rokok elektronik pada radius 200 meter dari satuan Pendidikan dan tempat bermain anak, pengaturan kawasan tanpa rokok (KTR), sponsorship dan bantuan/tanggung jawab sosial perusahaan," kata Benget.
Hal itu dia sampaikan dalam Webinar bertajuk 'Partisipasi Kreatif Publik dalam Sosialisasi PP Nomor 28/2024 Bagian Pengamanan Zat Adiktif' yang yang diadakan oleh Komnas Pengendalian Tembakau dan Lentera Anak. Dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (12/1).
Partisipasi masyarakat yang aktif adalah salah satu kondisi ideal untuk memastikan penyelenggaraan pemerintahan berhasil dengan baik. Dalam konteks implementasi kebijakan dan regulasi pemerintah, jika semakin banyak masyarakat terlibat aktif, maka kebijakan dan regulasi tersebut dapat merepresentasikan kepentingan masyarakat luas.
Lebih dari itu, partisipasi masyarakat akan sangat membantu untuk memastikan implementasi kebijakan dan regulasi lebih efektif. Karena itu, terkait dengan telah disahkannya PP Nomor 28 tahun 2024 tentang Kesehatan pada Juli 2024, sejumlah pihak mendorong masyarakat ikut aktif mensosialisasikan dan mengawalnya, guna memastikan implementasi regulasi ini berlangsung efektif.
Karena itu dia sangat mengharapkan partisipasi aktif masyarakat untuk mensosialisasikan PP Kesehatan dalam bentuk pembuatan desain, sebagai dukungan agar pemerintah memberikan perlindungan kesehatan kepada masyarakat.
"Misalnya penting adanya stiker bertuliskan 'Dilarang Menjual Rokok kepada Usia di bawah 21 tahun dan wanita hamil' atau stiker yang menyatakan 'Di sini tidak menjual rokok batangan' karena ini bisa ditempatkan di watung-warung," tambah Benget.
Senada dengan Benget, Head of Campaign Lentera Anak Effie Herdi menegaskan partisipasi aktif masyarakat, khususnya anak muda, adalah bentuk upaya bersama guna menciptakan perubahan besar di masa depan.
"Kita menamakan ini sebagai Butterfly Effect, di mana dari kejadian atau kegiatan-kegiatan kecil yang dilakukan bersama-sama secara konsisten pada saat ini, akan menyebabkan tornado, sebuah kejadian besar atau sebuah perubahan di masa mendatang di suatu tempat," ujar Effie.
Karena itu dia mengharapkan dukungan aktif masyarakat untuk membuat karya-karya kreatif sebagai dukungan kepada pemerintah, sekaligus menjadi inspirasi guna melakukan perubahan besar dalam melindungi kesehatan masyarakat khususnya dari bahaya zat adiktif.
Sebagaimana diketahui, pada 26 Juli 2024, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2024 tentang Kesehatan (PP Kesehatan). Terbitnya PP berisi 1.172 pasal, yang merupakan aturan turunan dari UU Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan ini, diharapkan membawa perbaikan kesehatan masyarakat yang lebih menyeluruh.
Sejumlah pasal dalam PP Kesehatan yang sangat diharapkan membawa perbaikan adalah pasal tentang pengamanan zat adiktif yang diatur dalam Bab II Bagian Kedua Puluh Satu Pengamanan Zat Adiktif pasal 429 sampai pasal 463.
Di mana pada Pasal 430 tegas disebutkan beberapa tujuan pengamanan zat adiktif, di antaranya untuk menurunkan prevalensi perokok dan mencegah perokok pemula, meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya merokok dan manfaat hidup tanpa merokok, serta mendorong menggerakkan masyarakat untuk aktif terlibat dalam upaya pengendalian produk tembakau dan rokok elektronik.
Penyebutan tujuan penurunan prevalensi perokok dalam PP Kesehatan bukan tanpa dasar. Indonesia adalah negara ketiga di dunia setelah Cina dan India dengan jumlah konsumsi rokok dan rokok elektronik mencapai 63,1 juta (Survei Kesehatan Indonesia 2023) dan terus meningkat dalam 10 tahun terakhir, terutama konsumsi rokok elektronik yang signifikan peningkatannya.
Konsumsi rokok yang tinggi makin memperberat beban penyakit akibat rokok hingga 737 kematian setiap hari, juga menyebabkan defisit keuangan BPJS. Riset menunjukkan kerugian makro ekonomi akibat konsumsi rokok mencapai 600 triliun rupiah, atau empat kali lebih tinggi dari penerimaan cukai rokok.
Peraturan Pemerintah ini mengatur produk tembakau dan rokok elektronik; melarang melibatkan, menjual dan memberi rokok kepada usia kurang dari 21 tahun dan perempuan hamil; melarang penjualan rokok batangan; meniadakan akses penjualan rokok (zero access) di sekitar sekolah dan tempat bermain anak; melarang iklan dan promosi rokok di sekitar sekolah dan tempat bermain anak, pengaturan kawasan tanpa rokok dan sebagainya.
Kementerian Kesehatan dinilai tidak bisa sendirian mengimplementasikan PP Kesehatan, karena sejumlah pasal terkait pengamanan zat adiktif membutuhkan komitmen dari kementerian/Lembaga lainnya, seperti Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi), dan BPOM.
Misalnya pasal pelarangan penjualan rokok dalam radius 200 meter di sekitar sekolah dan ruang bermain ramah anak (RBRA) dan pasal pelarangan iklan rokok di lingkungan sekolah dalam jarak 500 meter, harus didukung dengan perubahan revisi pada Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR), dengan memasukkan poin pengaturan terbaru dalam PP Kesehatan.