KPK Tahan 3 Mantan Direksi ASDP Terkait Korupsi Akuisisi PT Jembatan Nusantara
Ketiga orang tersebut adalah mantan Direksi PT ASDP inisial IP, MYH, dan HMAC.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menahan tiga orang tersangka dari kasus korupsi kerja sama akuisisi antara PT ASDP Indonesia Ferry dengan PT Jembatan Nusantara (PT JN) tahun 2019-2022.
Ketiga orang tersebut adalah mantan Direksi PT ASDP inisial IP, MYH, dan HMAC.
Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo mengatakan, ketiga tersangka ditahan setelah didapatkan alat bukti yang cukup.
"Maka pada hari Kamis tanggal 13 Februari 2025, KPK melakukan upaya paksa berupa penahanan terhadap tiga orang mantan Dewan Direksi PT ASDP untuk 20 hari ke depan, sampai dengan tanggal 4 Maret 2025, di Rumah Tahanan Klas I Jakarta Timur, Cabang Rumah Tahanan KPK," ujar Budi saat konferensi pers di Gedung KPK, Kamis (13/2).
Budi menjelaskan, PT JN sempat menawarkan kepada ASDP untuk mengakuisisi perusahaannya. Hanya saya tawaran itu ditolak oleh ASDP dengan alasan kapal-kapal milik PT Jembatan Nusantara yang sudah tua.
Sementara ASDP memprioritaskan pengadaan kapal baru.Namun dengan adanya pergantian Direksi ASDP yang baru, rencana akuisisi PT JN itu disetujui dengan ditantangani Kerjasama Usaha (KSU) antara keduanya mulai dari 2019 sampai 2022.
PT ASDP Rugikan Negara Rp893 Miliar
Pada pelaksanaannya, PT ASDP memprioritaskan kapal milik PT JN untuk meningkatkan aktivitas pelayaran dengan tujuan agar keuangan perusahaan terbilang layak dan bisa diakuisi.
"Bahwa pada saat pembahasan rencana akuisisi tersebut, PT ASDP belum memiliki pedoman internal yang mengatur tentang akuisisi sehingga IP memerintahkan Tim Akuisisi untuk menyusun draf Keputusan Direksi tentang Akuisisi," sebut Budi.
Rencana akuisisi itu baru kemudian disahkan dalam RJPP 2022-2024 yang menyebutkan adanya penambahan 53 unit kapal yang telah direkayasa sehingga menyebabkan negara mengalami kerugian miliaran rupiah.
"Atas perhitungan yang dilakukan, maka transaksi akuisisi PT JN oleh PT ASDP terindikasi menimbulkan kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya Rp 893.160.000.000,00," beber Budi.