Luthfi Alfiandi Dituntut Empat Bulan Penjara
Merdeka.com - Luthfi Alfiandi, pemuda yang membawa bendera Merah Putih saat demo pelajar di Gedung DPR pada September lalu dituntut empat bulan penjara. Majelis hakim pengadilan negeri Jakarta Pusat, menyatakan bahwa Luthfi terbukti melakukan tindak pidana Kejahatan Terhadap Penguasa Umum sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 218 KUHP.
Setelah pembacaan tuntutan terhadap Luthfi, Kuasa Hukum Luthfi Andris Basril menyatakan keberatan dan meminta untuk pembebasan kliennya. Karena, kata dia, bahwa pada saat penangkapan Luthfi hendak pulang ke rumahnya.
"Kami juga secara lisan sudah melakukan pembelaan. Jadi melakukan pleidoi bahwa kita tidak sepakat dengan tuntutan itu, dengan pasal yang disangkakan, dengan tuntutan 4 bulan penjara," ucap Andris di PN Jakpus, Rabu (29/1).
-
Siapa yang dituntut 4 tahun penjara? 'Menghukum terdakwa Bayu Firlen dengan pidana penjara selama selama 4 (empat) Tahun dan Denda Sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) Subsider 6 (enam) bulan penjara dikurangi selama Terdakwa ditahan dengan perintah agar Terdakwa tetap ditahan,' lanjutan dari keterangan yang dikutip dari SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
-
Mengapa pria itu dipenjara? Dalam persidangan di Thessaloniki, pria tersebut mengaku tidak bisa menjelaskan perilakunya yang membuatnya merasa sangat malu.
-
Siapa yang divonis 4 tahun penjara? Siska Wati divonis penjara empat tahun dalam kasus korupsi pemotongan dana insentif aparatur sipil negara BPPD Sidoarjo senilai Rp8,5 miliar.
-
Siapa yang ditangkap? Personel Brimob menangkap pria berinisial I, P, G yang diduga sebagai pemakai dan WA sebagai bandar dan perempuan N sebagai pemakai pada Rabu (19/6) dini hari.
-
Kenapa Ahmad Luthfi mundur dari Kemendag? 'Pak Lutfhi tapi sudah maju Gubernur di Jawa Tengah. Jadi sudah mengajukan pengunduran diri, nanti sudah ada Pak Putu bakal penggantinya,' ujar Zulhas dalam rapat di DPR RI, dikutip Kamis (5/9).
-
Siapa yang diduga ditangkap paksa? Ketua Kelompok Tani Kampung Susun Bayam (KSB) Furqan diduga ditangkap paksa Polres Jakarta Utara jelang buka puasa pada Selasa, 2 April 2024.
"Bahwa kami tidak sepakat dengan pasal 218. Seharusnya yang dilihat dari fakta persidangan. Yang terungkap bahwa unsur itu tidak masuk dalam apa yang didakwakan atau dituntut," lanjutnya.
Luthfi Didakwa Pasal Berlapis
Sebelumnya, Luthfi Alfiandi, pemuda yang membawa bendera Merah Putih saat demo pelajar di Gedung DPR pada September lalu duduk di kursi pesakitan. Dia didakwa pasal berlapis yakni Pasal 212 KUHP juncto Pasal 214 KUHP atau Pasal 170 ayat 1 KUHP atau Pasal 218 KUHP.
Pasal 212 mengatur pidana bagi setiap orang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan pejabat yang menjalankan tugas dengan ancaman pidana maksimal 1 tahun empat bulan. Pasal 214 ayat 1 berbunyi paksaan dan perlawanan berdasarkan Pasal 211 dan 212 jika dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
Pasal 170 KUHP mengatur tentang kekerasan terhadap orang atau barang dengan ancaman beragam mulai dari maksimal 5 tahun enam bulan hingga 12 tahun, dan Pasal 218 KUHP mengatur mengenai barang siapa yang dengan sengaja tidak pergi setelah diperintah tiga kali, saat ada kerumunan. Keikutsertaan itu diancam dengan pidana penjara paling lama 4 bulan dua minggu.
Jaksa Penuntut Umum (JPU), Andri Saputra, sempat menjelaskan terlebih dahulu perkara ini hingga ke meja hijau. Menurutnya, Luthfi awalnya mengetahui demo di DPR dari akun Instagram yang saat itu muncul unggahan 'STM dan mahasiswa kembali berkumpul di jalan'. Luthfi kemudian dihubungi rekannya bernama Nandang untuk ikut demo di DPR.
"Lutfi yang merupakan pengangguran kemudian menyamar sebagai siswa STM dengan baju putih dan celana abu-abu saat mengikuti aksi unjuk rasa memprotes pembahasan RKUHP dan revisi UU KPK pada 30 September 2019," ujar jaksa saat membacakan berkas dakwaan di dalam ruangan persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Kamis (12/12).
Luthfi lalu bergabung dengan para pendemo yang lainnya untuk unjuk rasa di depan gedung DPR / MPR RI. Aksi mereka ini dibubarkan oleh petugas keamanan pada pukul 18.30 WIB. Namun pada pukul 19.30 WIB, Luthfi dan sejumlah orang kembali mendatangi belakang gedung DPR.
"Mereka melakukan demo disertai penyerangan kepada kepolisian dengan melempar batu, botol air mineral, petasan, dan kembang api," katanya.
Jaksa melanjutkan, Luthfi disebut-sebut merusak fasilitas umum seperti pot bunga hingga pembatas jalan. Polisi memberi peringatan lebih dari tiga kali kepada massa untuk membubarkan diri dan tidak anarkis. Bahkan Kapolres Jakarta Pusat Kombes Herry Kurniawan memerintahkan langsung agar pendemo bubar. Namun peringatan itu tak diindahkan Luthfi dan teman-temannya. Bahkan, massa semakin brutal melempar batu ke arah petugas keamanan.
"Terdakwa terus melempar ke arah polisi dengan botol air mineral, batu, dan petasan sehingga situasi semakin rusuh," ujarnya.
Massa baru bubar setelah petugas menyemprotkan air dan melepaskan gas air mata. Atas kejadian itu, petugas melakukan penyelidikan dan menangkap para pelaku, salah satunya Luthfi.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Usai pembacaan tuntutan, pendukung Haris Azhar maupun Fathia berteriak gaduh.
Baca SelengkapnyaMenkopolhukam Mahfud Md menanggapi langkah polisi belum menahan Ketua nonaktif KPK Firli Bahuri yang telah ditetapkan menjadi tersangka pemerasan SYL.
Baca Selengkapnya"Pelimpahan berkas perkara dan surat dakwaan ke Pengadilan Tipikor segera dilaksanakan Tim Jaksa dalam waktu 14 hari kerja," tutur Kabag KPK Ali.
Baca SelengkapnyaM Lutfi merupakan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan barang jasa serta penerimaan gratifikasi.
Baca SelengkapnyaDalam sidang, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Fatia 3 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 500 ribu subsider 3 bulan penjara
Baca SelengkapnyaMenurut dia, Firli tidak memiliki alasan lagi absen pemeriksaan sebagai tersangka besok.
Baca SelengkapnyaJaksa meyakini Haris bersalah dalam kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap Luhut Binsar Pandjaitan
Baca Selengkapnya