Melibatkan Difabel dalam Rencana Pembangunan Desa
Kegiatan Mupeso, kata Ismail dalam praktiknya dilaksanakan oleh Tim Pelaksana Kegiatan/Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Maluku Tengah.
Partisipasi warga menjadi faktor kunci perencanaan pembangunan desa. Musyawarah Perubahan Sosial (Mupeso) atau social innovation platform (SIP) menjadi pendekatan andalan Program TEKAD untuk meningkatkan partisipasi warga dalam perencanaan pembangunan desa di kawasan Indonesia Timur.
“Dengan Mupeso perencanaan pembangunan desa diikuti oleh unsur pemerintah, kelompok pemuda, kelompok perempuan, kelompok nelayan, kelompok tani, kelompok UMKM, dan kelompok adat. Mupeso juga melibatkan kelompok Difabel yang selama ini kerap tersisihkan dalam proses perencanaan pembangunan desa,” Koordinator Kabupaten Program TEKAD Maluku Tengah, Ismail Sangadji, Kamis (10/10).
Dia mengatakan pendekatan Mupeso tim penyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa dan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) mendapatkan banyak masukan dan pandangan dari semua kelompok yang ada di desa. Dengan demikian RPJM Desa dan RKP Desa bisa kian berwarna dan mencerminkan semua kepentingan dari semua elemen masyarakat.
“Mupeso bertujuan untuk memperkaya isi rancangan RPJM secara deskriptif, membantu tim penyusun dalam mengidentifikasi kebutuhan, masalah, dan potensi desa, serta memperkuat Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam merumuskan pokok-pokok pikiran berdasarkan suara masyarakat,” katanya.
Kegiatan Mupeso, kata Ismail dalam praktiknya dilaksanakan oleh Tim Pelaksana Kegiatan/Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Maluku Tengah, berkolaborasi dengan fasilitator Program TEKAD. Langkah ini juga didukung oleh Kementerian Desa PDTT RI dan United Nations Development Programme (UNDP). “Proses ini akan meningkatkan kualitas perencanaan di desa,” tambahnya.
Ismail mengungkapkan keterlibatan kelompok difabel menjadi perhatian khusus dalam pendekatan Mupeso. Menurutnya di banyak wilayah kelompok difabel kerap tidak diundang dalam proses perencanaan pembangunan desa. Padahal mereka ini mempunyai banyak kebutuhan agar bisa diakomodir dalam output pembangunan desa. Seperti fasilitas jalan dan rumah ibadah yang ramah diafabel.
“Keterlibatan kelompok difabel, kata Ismail juga sangat penting untuk memastikan mereka mendapat jarring pengaman sosial maupun ekonomi dalam kehidupan sehari-hari. Jangan sampai kelompok difabel ini terus terpinggirkan dalam berbagai program pembangunan desa,” katanya.
Idral Saban, aktifis Difabel Maluku Tengah mengatakan keterlibatan kelompok berkebutuhan khusus dalam pembangunan desa sangat penting. Penyandang tuna daksa itu menilai keterlibatan kelompok difabel akan memberikan kesempatan mereka menyuarakan apa yang dibutuhkan.
“Saya merasa senang bisa dilibatkan dalam kegiatan TEKAD, terutama kegiatan hari ini, karena bisa memberikan usulan kongkret seperti penyediaan biaya pengotbatan khusus untuk disabilitas dan pengadaan obat-obatan,” tutupnya.