Modal Rp 7 juta, eks Gafatar sudah dapat rumah di Mempawah
Merdeka.com - Sekitar bulan Oktober 2015, Eko Susanto seorang mantan anggota Gafatar berangkat ke Mempawah, Kalimantan Barat. Berbekal Rp 7 juta dia berangkat meninggalkan Yogyakarta.
Di Mempawah, uang tersebut dikumpulkan bersama dengan uang mantan anggota lainnya untuk membeli bahan bangunan. Setelah itu mereka pun membangun rumah dengan gotong royong.
"Setelah rumah jadi, istri dan tiga anak saya baru menyusul," kata Eko pada merdeka.com, Jumat (29/1).
-
Bagaimana cara Eko melibatkan warga dalam bank sampah? Eko menjalankan kerja sama dengan warga serta beberapa sekolah di wilayahnya.
-
Bagaimana Tapera diharapkan bisa menjamin kesejahteraan? Dirjen Pembiayaan Infrastruktur PUPR, Herry Trisaputra Zuna, mengatakan bahwa program Tapera pada intinya bertujuan untuk meralisasikan amanat UUD 1945 yakni setiap orang berhak hidup Sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.
-
Siapa yang menerima bantuan di Tarakan? Bantuan yang diserahkan kepada para petani berupa pupuk non-subsidi sebanyak 8 ton kepada 5 kelompok tani. Selain itu, 2 unit alat cultivator juga diberikan kepada 2 kelompok tani, serta bantuan dalam pengajekaragaman konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal kepada dua kelompok tani.
-
Siapa yang bisa ikut Tapera? Program ini dirancang untuk membantu pekerja mendapatkan akses yang lebih mudah dan terjangkau ke perumahan.
-
Bagaimana Pemkot membantu para petani? Pemerintah melalui PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan), membantu mulai dari media tanam, bibit, pupuk, hingga instalasi hidroponik.
-
Bagaimana Pemprov DKI membantu pendatang baru mendapatkan pekerjaan? Pemprov DKI menyediakan 10 pelatihan, misalnya pelatihan tata boga, bahasa Inggris, bahasa Jepang, dan menyetir.
Dibandingkan dengan di Yogyakarta, Eko mengaku lebih nyaman hidup di Mempawah. Di Yogyakarta dia tinggal menumpang di rumah orang tuanya, sebab gajinya sebagai buruh bangunan tidak cukup untuk bisa membeli rumah di Yogyakarta.
"Di Yogyakarta saya tidak punya rumah. Di Mempawah kami bisa membangun rumah. Total rumah yang kami bangun ada 28 unit. Satu rumah ada empat kamar. Masing-masing kamar dipakai satu keluarga. Ukuran kamarnya 4x4 ada yang 5x5," ungkapnya.
Meski hidup sederhana, namun Eko dan keluarganya lebih bahagia. Di sana, mereka semua sudah seperti saudara. Mereka makan dari hasil tanaman yang mereka tanam bersama. Minum dari air bersih yang mereka kelola bersama.
"Makannya biasanya tempe atau telur dicampur tepung. Ada sayurnya juga. Semua makan menu yang sama. Sudah seperti keluarga di sana. Minum saja kami bikin pengelolaan air minum sendiri. Air sungai di sana kan keruh, ada anggota kami yang bisa membuat penyaringan air jadi layak konsumsi," tambahnya.
Dia pun sedih dan menangis ketika kampung kecil yang mereka bangun dibakar massa. Bahkan barang milik mereka dijarah.
"Saya pergi dari Mempawah cuma bawa satu tas isi pakaian anak-anak saya. Setelah di Boyolali kemarin baru dapat pakaian bekas buat saya ganti," tandasnya.
Selamatkan Indonesia dengan bertani
Ditambakan Eko, sejak Gafatar dibubarkan pada 13 Agustus 2015, para eks Gafatar sepakat tetap melanjutkan program pertanian di Kalimantan Barat.
"Tanahnya kan sudah beli di sana, kita juga sudah patungan untuk membuat rumah di sana, jadi sayang kalau tidak dilanjutkan," katanya.
Keinginan mereka tetap bertani karena kepercayaan terhadap ramalan jika akan ada krisis pangan yang melanda dunia. Mereka pun mempersiapkan diri untuk menghadapi hal tersebut.
"Kami bertani karena akan ada krisis pangan dunia. Kami ingin mendorong kedaulatan pangan agar Indonesia bisa melewati krisis pangan itu," terangnya.
Keyakinan krisis pangan tersebut berasal dari ramalan dalam kisah Nabi Yusuf. Dalam kisah tersebut Nabi Yusuf bermimpi ada tujuh ekor sapi kurus yang memakan tujuh ekor sapi gemuk.
"Saya lupa ayatnya, tapi ada cerita itu. Itu yang membuat kami ingin bercocok tanam. Tapi sayangnya ada provokator yang membuat kami diusir. Diberitakan yang negatif-negatif," ujarnya.
Kini, Eko bertekad meski dipulangkan ke Yogyakarta dia akan terus bertani bagaimana pun caranya. Dia berharap pemerintah bisa memfasilitasi mereka untuk terus bertani.
"Pengennya diberi kesempatan untuk bertani lagi. Semoga Sultan mau memberi lahan di Kulonprogo atau di mana untuk bertani," tandasnya.
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menteri ATR/Kepala BPN menyerahkan 279 sertifikat redistribusi tanah secara door to door.
Baca SelengkapnyaGanjar mengajak istri Siti Atiqoh menginap di rumah warga Cilacap, sambutan warga sangat meriah
Baca SelengkapnyaAnggota DPR berdialog dengan kelompok tani tanya harapannya soal food estate
Baca SelengkapnyaPelaksanaan food estate nantinya selain didorong oleh investor, juga organisasi Tani Merdeka Indonesia.
Baca SelengkapnyaKeinginan sejak lama warga Distrik Kurik, Kabupaten Merauke, Papua Selatan untuk memiliki lahan pertanian padi akhirnya terpenuhi.
Baca SelengkapnyaBahlil mengatakan kegiatan investasi tersebut diperlukan untuk menggerakkan roda ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.
Baca SelengkapnyaWarga yang terdampak pembanguann Rempang Eco-City dijanjikan mendapat hunian pengganti dan ditarget rampung tahun ini.
Baca SelengkapnyaPanen jagung di food estate keerom digelar di lahan 2 hektare dari total luas lahan 500 hektare.
Baca SelengkapnyaMenurut Johanes, masyarakat tak perlu ragu apalagi risau akan adanya isu penyerobotan lahan yang selama ini muncul ke permukaan.
Baca SelengkapnyaPemerintah akan memberikan sertifikat hak milik untuk warga Pulau Rempang yang mau direlokasi.
Baca SelengkapnyaPerekonomian mereka terangkat berkat Bantuan Keistimewaan Khusus (BKK) yang dianggarkan dari Dana Keistimewaan
Baca SelengkapnyaUsai satu tahun waktu berselang sejak terjadinya gempa Cianjur 2022, kini kondisi rumah-rumah warga cukup mengejutkan. Begini potretnya.
Baca Selengkapnya