Namanya Disebut dalam Proyek Pagar Laut Bekasi, Begini Klarifikasi Ridwan Kamil
Ridwan Kamil memberikan klarifikasi usai namanya disebut dalam proyek pagar laut di Bekasi.

Pihak Ridwan Kamil memberikan klarifikasi usai namanya disebut dalam proyek pagar laut di Bekasi. Mereka memastikan bahwa tidak ada perizinan pengelolaan wilayah laut dengan perusahaan swasta.
Diketahui, nama Ridwan Kamil disebut oleh Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka saat mengunjungi daerah pemilihan di Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi. Ia menyisir beberapa titik daerah pesisir yang dipasang pagar bambu.
Politisi PDIP ini menyebut dalam peta angkasa, daerah tersebut bukan daratan sama sekali. Tata ruang di pesisir itu pun bukan diperuntukan untuk Pelabuhan juga perumahan. Rieke kemudian mempertanyakan mengapa ada pagar laut yang diduga untuk proyek Pembangunan.
Tak hanya itu, pagar laut juga berdampak pada suplai listrik Jawa Madura Bali karena turbin PLTGU Muara Tawar terganggu. Nama Ridwan Kamil disebut, karena diduga proses itu ada saat Ridwan Kamil menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat.
“Ayo mana Kang Ridwan Kamil, kok bisa ada sekretariat bersama antara Pemprov sama dengan PT yang mengklaim luasan lahan," kata dia melalui unggahan di media sosialnya.
Kubu RK Buka Suara
Menanggapi unggahan Rieke, Juru Bicara Ridwan Kamil, Juwanda menyatakan bahwa kerja sama yang dilakukan antara PT. Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN) dengan Pemprov Jawa Barat adalah sewa menyewa lahan daratan untuk akses jalan masuk menuju pelabuhan dan industri perikanan rakyat.
“Kerja sama dilakukan antara Pemprov Jawa Barat dengan PT TRPN pada tahun 2023 yang secara aturan teknisnya tidak sampai melibatkan Gubernur,” ucap dia melalui keterangan tertulis.
Dia menjelaskan, semua perizinan pembangunan kawasan pelabuhan dan industri perikanan rakyat menjadi tanggung jawab perusahaan, bukan kewenangan Pemprov Jawa Barat. Untuk kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut menjadi kewenangan pusat. Sehingga pihak TRPN harus mengurus persetujuannya ke KKP.
“Dan informasinya, perusahaan telah mengakui kesalahan dan siap dikenakan sanksi administrasi. Demikian klarifikasi ini disampaikan agar terang benderang,” jelas Juwanda.
Langkah Pemprov Jabar
Sementara itu, Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin memastikan, saat ia menjabat, sudah beberapa kali menolak memberikan rekomendasi pengembangan lahan di kawasan tersebut.
"Kami telah menolak (rekomendasi) tiga kali. Kenapa ditolak karena antara lain tidak selesai dengan RTRW, jadi kami sudah tegas-tegas menolak dan sudah dilaporkan kepada Kementerian Kelautan," ujar Bey.
Bahkan, Bey menyebut penolakan rekomendasi ini sudah terjadi sejak kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur, Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum bersamaan dengan pengesahan Undang-undang Cipta Kerja (UUCK) tahun 2022 lalu.
"Jadi ditolak, dan kenapa tetap bangun? Harusnya kan mereka paham, ini ditolak," tegas Bey..
Dari informasi yang berhasil dihimpun, pagar bambu yang dipasang di pesisir laut Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi oleh PT. TRPN menyalahi perjanjian kerja sama (PKS). Pemasangan itu merupakan inisiatif sendiri.
Dalam prosesnya, pagar laut ini diduga tidak hanya dilakukan oleh PT TRPN, namun melibatkan pula PT Mega Agung Nusantara (MAN). Pemerintah provinsi Jawa Barat hanya bekerja sama dengan PT TRPN untuk penataan dan pengembangan Kawasan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Paljaya.
Lahan yang masuk objek PKS ini seluas 5.700 meter persegi, peruntukan untuk akses jalan dari 7,4 hektare milik pemerintah provinsi. Belakangan, pihak ketiga ini membangun pagar bambu di area reklamasi yang jaraknya berdekatan dengan area milik provinsi.
PT TRPN Klaim Dapat Lahan Hasil Jual Beli
Di sisi lain, PT. TRPN mengklaim memiliki sertifikat area itu, dari hasil jual beli dengan masyarakat. Akan tetapi, kegiatan PT TRPN di area reklamasi ini tidak mempunyai izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) yang saat itu ada di tingkat pemerintah provinsi sebelum adanya UUCK.
Setelah UUCK terbit, peraturan izin langsung ditangani oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Namun, PT TRPN harus tetap mengantongi rekomendasi dari pemerintah provinsi, saat itu sikap pemerintah provinsi juga menolak memberikan rekomendasi.
Di sisi lain, Bey mengatakan penindakan atau penertiban pagar laut di Bekasi bukan kewenangan Pemprov Jabar. "Yang bisa menindak adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Kami Pemprov sudah ke lokasi dan sudah melakukan rapat bersama," ucap Bey.
Bey pun menegaskan tidak ada kompensasi kepada nelayan yang disampaikan melalui Pemprov Jabar. Sejauh ini, Pemprov Jabar hanya menerima uang sewa-menyewa yang ada di dalam PKS sebesar Rp2,65 miliar.
"Tidak ada. Saya bilang kalau ada yang terima uang, saya pecat. Kalau ada yang bisa membuktikan ada oknum pegawai pemprov yang terlibat atau menerima uang, silakan laporkan kami, kami akan proses untuk pemecatan," tegas Bey.