Pagar Laut Tangerang Diduga Dibangun Nelayan, Pemkab: Sudah Lama Sejak September 2024
Pemkab Tangerang akhirnya buka suara soal pagar laut di wilayah pesisir utara Tangerang yang diklaim dibangun oleh masyarakat nelayan pantura Tangerang.
Pemerintah Kabupaten Tangerang akhirnya buka suara soal pagar laut di wilayah pesisir utara Tangerang yang diklaim dibangun oleh masyarakat nelayan pantura Tangerang.
"Sudah lama dan itu pun sejak bulan September 2024 KAI sudah melaporkan dan berkoordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten, dan itu sudah ditindaklanjuti dengan rapat bersama," terang Pj Bupati Tangerang, Andi Ony Senin (13/1).
Pemkab Tangerang mengakui saat ini belum mengetahui secara pasti pemilik atau pihak yang bertanggungjawab dari pendirian pagar bambu sepanjang 30.16 kilometer itu.
Dia juga memastikan jika seluruh kewenangan pengelolaan dan pemanfaatan laut termasuk perizinan merupakan domain pemerintah provinsi dan pusat.
"Sesuai dengan undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, bahwa kewenangan pengelolaan kawasan itu langsung dikelola oleh pemerintah pusat dan provinsi. Kalau di Kabupaten hanya mengelola hasil tangkap nelayan," ujar Andi.
Lebih detil, kewenangan dimaksud yang menjadi pengawasan dan pengaturan Pemerintah Provinsi Banten mulai dari 0,12 mil wilayah pantai dan 12 mil ke atas berada dalam domain pemerintah pusat.
"Jadi bukan tugas kami untuk mengetahui (pemilik pagar bambu)," tegasnya.
Andi menegaskan kewenangan Pemerintah Kabupaten Tangerang melaksanakan fungsi dan tugas sesuai peraturan kewenangan, dengan melaporkan keberadaan pagar bambu di Pantura Tangerang sampai penanganan bagi nelayan terdampak.
"Kami dari Kabupaten Tangerang adalah hanya membantu nelayan kecil, dan sudah memberikan bantuan khususnya pada nelayan yang berada di pesisir pantai," ucapnya.
Pagar Laut Dipasang Nelayan
Nelayan pesisir utara Tangerang mengkungkapkan pemagaran laut pantai utara (Pantura) yang mengelilingi 16 Desa di 6 wilayah Kecamatan di Kabupaten Tangerang, dilakukan oleh masyarakat setempat. Mereka mendapat perintah dan dibayar pemilik modal selama proses pemagaran.
“Benar yang masang itu masyarakat sini juga, tapi ada yang merintah, ada yang nyuruh dan mohon maaf mereka dibayar,” ungkap RD (44) nelayan Pantura Tangerang ditemui merdeka.com.
Salah seorang nelayan setempat berinisial RD, mengutarakan, pemagaran laut Pantura telah dilakukan sejak Juni/Juli 2024. Dimulai dari wilayah perairan di desa Kohod, Tanjung Burung, Kecamatan Pakuhaji hingga meluas ke wilayah Kecamatan lain seperti Sukadiri, Mauk, Teluknaga dan Kronjo.
RD mengaku untuk kawasan pesisir dekat tempat tinggal RD di Desa Karang Serang saja, pemagaran telah mencapai pantai Sangrila yang kerap dijadikan tempat wisata pantai oleh warga lokal dan sekitar Jabodetabek.
“Dari Rawasaban sampai Karang Serang sudah dipagari semua, rumah makan-rumah makan pinggir pantai di Karang Serang sudah dipatok-patokin. Mereka cuma pagar itu, tidak ada pembayaran ganti untung atau lainya ke pemilik usaha warung makan,” terang dia.
Upah Harian Rp100.000
RD menegaskan pemagaran yang memakan waktu hingga 6 bulan itu memang benar-benar dilakukan oleh masyarakat setempat. Mereka dibayar harian hingga pekerjaan selesai.
“Memang warga sini, bukan dari mana-mana pekerja yang melakukan pemagaran. Bayarannya kalau engga salah antara Rp100.000 sampai 110.000 per hari. Kalau diklaim itu swadaya oleh nelayan setempat engga mungkin, duit dari mana buat belanja bambu cerucuk, jaring sebanyak itu. Belum ongkos ngunjalinnya (angkutan) kalau sampai 30 kilo meter, duit siapa. Kita nelayan cari ikan susah, ini buang-buang uang belanja bambu, bohong. Kita engga salahin yang kerja, kan pengembang yang bayar,” ungkap dia.
Dia juga memastikan bahwa aparat pemerintah (desa) juga mengetahui adanya pemagaran laut di wilayah mereka masing-masing. Hanya saja, para aparatur desa seperti sudah berpihak ke pemilik modal.
“Mohon maaf ngomong orang-orang di desa seperti memihak. Masyarakat engga bisa berkutik juga istilahnya lurah-lurah berkecimpung. Ibaratnya menghalang-halangi (protes warga). Memang makin ramai dan masyarakat juga semakin tahu prosedur pengembang,” terang dia.