Negeri 5 Menara, kisah santri Gontor yang sukses di layar lebar
Merdeka.com - Tahun 2012 silam kalimat 'Man Jadda Wajada' begitu familiar di masyarakat. Kalimat yang memiliki arti 'siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil' itu melambung menyusul film yang diadaptasi dari novel berjudul Negeri 5 Menara dan menjadi tontonan layar lebar menarik saat itu.
Novel itu masuk dalam jajaran karya fiksi terbaik pada tahun 2009. Serta beberapa kali masuk dalam nominasi Khatulistiwa Literary Award. Bahkan salah satu penerbit di Negeri Jiran Malaysia, yaitu PTS Litera tertarik untuk menerbitkan di negaranya dalam versi Bahasa yang berbeda, yaitu Bahasa melayu.
Lantaran dianggap menarik, akhirnya tiga tahun kemudian trilogi yang diadaptasi dari novel karya Ahmad Fuadi itu diangkat ke layar lebar. Novel yang bercerita tentang kehidupan enam remaja yang berasal dari daerah berbeda menimba ilmu di Pondok Madani Ponorogo, Jawa Timur, itu menceritakan enam remaja lagi menempuh pendidikan di pesantren yang memiliki 17 cabang di tanah air tersebut.
-
Siapa yang pernah belajar di pondok pesantren? Anak sulungnya, Laura Meizani Nasseru Asry, memilih untuk melanjutkan pendidikan di pondok pesantren setelah menyelesaikan Sekolah Dasar.
-
Bagaimana cara para santri di Ponpes Raudlotul Quran belajar Al-Quran? Di sana para santri harus menyetor hafalan Al-Qur’an kepada ustaz tiga kali sehari.
-
Apa yang dipelajari santri di Pondok Pesantren Al Fatah Temboro? Secara umum, Pondok Pesantren Al Fatah tidak terlalu berbeda dengan pondok pesantren NU dalam tradisi keagamaan. Pondok Pesantren Temboro mengikuti Syafi'iyah dalam fikih, Asy'ariyah dalam akidah, serta Naqsyabandiyah dalam tarekat.Pembeda utama Al Fatah dengan pondok pesantren lain yakni pada ikatan kuatnya dengan Jemaah Tabligh. Kitab-kitab karangan Maulana Muhammad Zakaria al-Kandhlawi dan Maulana Muhammad Yusuf al-Kandahlawi menjadi bahan ajar selain kitab-kitab kuning yang umum dipelajari di pondok.
-
Siapa yang mendapat manfaat dari pondok pesantren? Maidi mengatakan, pondok pesantren itu diperuntukkan bagi anak-anak yatim di Kota Madiun.
-
Kenapa santri di Ponpes Raudlotul Quran hanya belajar mengaji dan kitab klasik? Sebagai pondok pesantren tradisional, santri yang menetap di asrama tidak diperbolehkan mengikuti kegiatan rutin selain mengaji Al Qur’an dan kitab-kitab klasik.
-
Bagaimana metode pembelajaran di Pesantren Sam'an? Metode Sam’an yang diambil dari bahasa Arab yang artinya 'mendengar'. Nama ini juga selaras dengan nama ponpes yang merepresentasikan para santri.
Sekuel ini bercerita mengenai seorang remaja yang bernama Alif asal Sumatera Barat. Pendidikan pesantren yang dilakoni Alif sebetulnya berlawanan dengan keinginannya yang mau menempuh sekolah pendidikan umum lantaran mengidolakan BJ Habibie. Alif pun mesti memupus keinginannya karena kemauan orangtuanya yang ingin anaknya itu seperti Buya Hamka hingga menyekolahkannya ke pondok pesantren modern Gontor.
Kehidupan Alif di pondok berubah ketika bertemu dengan lima kawannya. Mereka dipersatukan lewat hukuman akibat kenakalannya masing-masing. Hingga akhirnya Alif berteman dekat dengan Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan Baso dari Gowa.
Kedekatan mereka semakin lekat acap kali bersama-sama kerap menunggu maghrib sambil menatap awan lembayung yang berarak pulang ke ufuk di bawah menara masjid yang menjulang. Di mata belia mereka, awan-awan itu menjelma menjadi negara dan benua impian masing-masing.
Acap kali berkumpul di bawah menara masjid itu mereka kerap mengucapkan kalimat 'Man Jadda Wajada'. Kelimat itu mereka dapat setelah di hari pertamanya masuk kelas Pondok Madani atau setara sekolah menengah pertama. Hingga akhirnya kalimat itu dijadikan 'mantra' bagi keenamnya untuk meraih cita-citanya.
Singkat cerita setelah lulus dan dipertemukan dalam acara reuni. Keenamnya sudah berhasil mewujudkan mimpi pribadinya menggapai jendela dunia. Keberhasilannya itu tercapai karena mereka selalu menggelorakan mantra 'Man Jadda Wajada'.
Film garapan sutradara Affandi Abdul Rachman itu pun berhasil mencuri hati penikmat film Indonesia. Bahkan, istri almarhumah Abdurahman Wahid atau Gus Dur, Sintia Nuriyah Wahid mengapresiasi film yang mengambil setting di Gontor tersebut.
"Pesantren nggak pernah nolak untuk belajar, berapa pun usia. Karena kita berpegangan pada Hadist Nabi, cari ilmu sejak lahir sampai liang Lahat. Sebab di pesantren kami nggak ada pembatasan," kata Sintia saat itu.
Lewat film ini membuktikan jebolan pesantren bukan cuma bisa menulis dan membaca Al-quran, namun juga menulis sebuah cerita seperti yang dilakukan Ahmad Fuadi. Semoga mantra 'Man Jadda Wajada' bisa menular dalam kehidupan kita semua.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Setelah menyelesaikan hafalan Alquran, para santri akan mengabdikan dirinya kepada masyarakat. Mereka akan menjadi guru ngaji di berbagai Rumah Tahfidz.
Baca SelengkapnyaDalam kegiatan yang dilaksanakan selama Ramadan, para santri difabel tunarungu itu belajar mengaji dengan menggunakan bahasa isyarat.
Baca SelengkapnyaSosoknya bukan hanya berparas menawan. Namun, santri tersebut nampak fasih saat mengucap hafalan.
Baca SelengkapnyaKisah inspiratifnya ini pun viral dan menuai perhatian.
Baca SelengkapnyaDi ponpes ini, para santrinya digembleng untuk bisa menjadi seorang hafiz
Baca SelengkapnyaPolisi wanita cantik penghafal Al Quran di Polresta Aceh.
Baca SelengkapnyaKapolda Banten Irjen Pol Abdul Karim pun dibuat kagum dengan suara merdu Ridho.
Baca SelengkapnyaSelain berkarier di dunia hiburan, Natasya saat ini tengah berkuliah di UIN Sunan Ampel Surabaya prodi S1 Manajemen Dakwah.
Baca SelengkapnyaPesantren ini membawa mimpi para santri difabel netra untuk meraih cita-cita menjadi penghapal Al Quran.
Baca SelengkapnyaSeorang peserta seleksi TNI jalur santri mendapatkan tes dari pelatih untuk mengumandangkan adzan, suaranya merdu saat pelatih berikan contoh.
Baca SelengkapnyaGanjar pun menilai sudah ada chemistry antara dirinya dengan para ulama dan pimpinan Ponpes se-Bekasi Raya.
Baca SelengkapnyaBukan hanya mendalami ilmu agama, santri-santri di Pondok Pesantren Nailul Ulum, Kampak, Trenggalek juga berkesempatan mengasah kreativitas mereka.
Baca Selengkapnya