Pemecatan Shin Tae-yong Dinilai Tak Fair jika karena Kegagalan Timnas Indonesia di Piala AFF 2024
Hubungan antara Shin Tae-yong dan Timnas Indonesia secara resmi berakhir pada hari Senin, 6 Januari 2025.
Kebersamaan Shin Tae-yong dengan Timnas Indonesia secara resmi berakhir pada Senin, 6 Januari 2025. Pelatih asal Korea Selatan ini tidak lagi memimpin skuad Garuda meskipun kontraknya masih berlaku hingga tahun 2027. Salah satu alasan di balik pemecatannya adalah kegagalan Timnas Indonesia di Piala AFF 2024. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Ketua PSSI, Erick Thohir, yang menyatakan bahwa setiap pertandingan yang diikuti oleh Tim Garuda selalu dievaluasi. Pemberhentian Shin Tae-yong terjadi hanya 16 hari setelah hasil buruk yang didapat di Piala AFF 2024.
Duel terakhir pelatih berusia 54 tahun ini adalah saat menghadapi Filipina di Stadion Manahan, Kota Solo, pada 21 Desember 2024. Terkait pemecatan Shin Tae-yong, mantan pelatih Persis Solo, Rasiman, memberikan tanggapan. Ia menekankan bahwa parameter yang digunakan untuk menentukan apakah seorang pelatih harus dipertahankan atau tidak haruslah jelas. "Sebenarnya, kriteria yang digunakan untuk memutuskan melanjutkan atau menghentikan seorang pelatih haruslah terukur. Jika Piala AFF dijadikan acuan, misalnya harus juara atau mencapai semifinal, maka harus ada kejelasan dalam hal ini," ungkap Rasiman kepada Bola.com pada Senin (6/1/2025).
Banyak Perdebatan
Dalam konteks Piala AFF 2024, Rasiman berpendapat bahwa tidak adil jika hasil turnamen dijadikan alasan untuk memberhentikan Shin Tae-yong. Ia mencatat bahwa Timnas Indonesia saat itu tampil dengan skuad muda. "Masalah yang dihadapi adalah PSSI tidak dapat mengirim pemain terbaik karena bukan pada FIFA Matchday, dan PSSI pun enggan menghentikan Liga Indonesia. Hal ini disebabkan keberatan dari pemilik klub yang tidak ingin liga ditunda hingga hampir dua bulan," jelas Rasiman.
Lebih lanjut, ia menambahkan, "Tentu saja akan ada pembengkakan biaya, sehingga jika liga tetap berjalan, kemungkinan akan ada aturan seperti sebelumnya yang memperbolehkan satu klub mengambil minimal dua pemain. Ini akan menciptakan polemik, dan mungkin PSSI, Shin Tae-yong, serta pemangku kepentingan lainnya memutuskan untuk mengirimkan tim U-22."
Rasiman juga menekankan bahwa siapapun pelatihnya, akan sulit jika AFF dijadikan target utama untuk meraih juara dan menghakimi seorang pelatih, termasuk Shin Tae-yong. "Jika itu dijadikan ukuran, saya rasa itu tidak adil, karena di satu sisi Shin telah berhasil membawa Timnas kita berprestasi dengan cukup baik. Saya bukan pengagum Shin Tae-yong, melainkan orang yang objektif dalam menilai kinerja seseorang," tutupnya.
Seandainya Menggunakan Pemain Senior
Menurut Rasiman, jika PSSI menargetkan prestasi tinggi di Piala AFF 2024, seharusnya mereka mengirimkan skuad senior yang berlaga di BRI Liga 1. Hal ini dikarenakan sulit bagi Shin Tae-yong untuk memanggil pemain yang bermain di luar negeri.
“Seharusnya kemarin itu dikirim pemain senior yang ada di Liga Indonesia saja untuk AFF, sekalian memberikan kesempatan pemain yang selama ini tidak dapat caps menit bermain di Timnas seperti Egy Maulana Vikri yang belakangan lagi baik dan lain-lain masih banyak,” ujarnya.
“Pemain yang selama ini cuma dipanggil dan tidak pernah dimainkan bisa dijadikan ajang untuk mencoba mereka sekaligus untuk suporting Timnas kita ke Piala Dunia karena sambil melihat beberapa second line kita, kalau skuad utama jelas tidak bisa karena pemain yang naturalisasi banyak main di luar negeri,” tambah pelatih Persikab Bandung tersebut.
Penggantian STY Menyelesaikan Masalah?
Apakah dengan mengganti Shin Tae-yong akan menyelesaikan masalah yang ada? Permasalahan ini bukan hanya tanggung jawab Shin Tae-yong, tetapi juga mencakup seluruh aspek sepak bola di Indonesia. Hal ini dikarenakan banyaknya pemangku kepentingan, seperti PSSI, PT LIB, dan klub-klub di Indonesia. Oleh karena itu, munculnya pemain U-22 yang dikirim ke Piala AFF menjadi salah satu isu yang perlu dicermati.
"Konstruksi perkaranya pasti seperti itu karena enggak menghentikan liga dua bulan itu kan memakan biaya yang cukup besar untuk klub yang ada di Indonesia," jelasnya.
Akibatnya, liga tetap dilanjutkan dan pemain U-22 tetap dikirim. "Itu pangkal permasalahan, jadi sebetulnya yang harus mempertanggungjawabkan Timnas bukan Shin Tae-yong saja, semuanya stakeholder PSSI, PT LIB, pemilik klub artinya harus dibuatkan target yang realistis dengan suporting yang benar," pungkas Rasiman.