Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Nomenklatur BNPB Tak Masuk dalam RUU Penanggulangan Bencana

Nomenklatur BNPB Tak Masuk dalam RUU Penanggulangan Bencana gugus tugas virus corona. ©2020 Merdeka.com/Imam Buhori

Merdeka.com - Panitia Kerja (Panja) Pemerintah dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penanggulangan Bencana tetap memutuskan untuk tidak memasukkan nomenklatur Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam RUU yang tengah digodok di Komisi VIII DPR RI tersebut.

Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini atau Risma yang mewakili Panja Pemerintah menyebut bahwa berdasarkan Surat Mensesneg kepada Mensos tertanggal 26 Maret 2021, hal itu demi memberikan keleluasaan pengaturan kelembagaan BNPB di kemudian hari.

"Bahwa DIM (daftar inventarisasi masalah) Pemerintah atas RUU tentang Penanggulangan Bencana yang menyebutkan kelembagaan secara umum agar tetap dipertahankan guna memberikan fleksibilitas pengaturan kelembagaan BNPB yang adaptif sesuai kebutuhan dan dapat mengakomodir perkembangan di masa depan. Penguatan kelembagaan BNPB dalam RUU tentang Penanggulangan Bencana dapat dilakukan melalui penguatan tugas dan fungsi," jelas Risma dalam Rapat Kerja bersama Komisi VIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (17/5/2021).

Risma memandang ada sejumlah pertimbangan mengapa tak perlu memasukkan nomenklatur kelembagaan secara khusus. Menurutnya nomenklatur BNPB tidak tercantum dalam RUU Penanggulangan Bencana bukan berarti akan melemahkan kedudukan lembaga dimaksud dalam menangani bencana. Dalam hal ini, kata Risma penguatan BNPB sangat tergantung dari penetapan kedudukan lembaga dalam Peraturan Presiden yang nantinya sepakat tetap di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada presiden.

"Rancangan Undang-undang tidak menyebutkan nomenklatur lembaga tugas dan fungsi namun mendelegasikan pengaturannya dalam Peraturan Presiden, hal tersebut untuk memberikan fleksibilitas pengaturan yang memudahkan dalam melakukan perubahan yang mungkin akan terjadi sesuai dengan kondisi dan perkembangan kebutuhan organisasi yang akan datang sehingga organisasi kelembagaan penanganan bencana akan lebih adaptif dan responsif menyesuaikan dinamika perubahan yang terjadi," jelas Risma.

Menurut Risma, dalam RUU itu juga tidak menyebutkan nomenklatur lembaga penanggulangan bencana di daerah namun menggunakan nomenklatur perangkat daerah karena penataan Organisasi Perangkat Daerah merupakan kewenangan pemerintah daerah dan kedudukannya bertanggung jawab kepada Kepala Daerah.

Sementara itu untuk penjabaran tugas dan fungsi, struktur organisasi, maupun tata cara pengangkatan Kepala Badan juga tidak dimasukan dalam RUU Penanggulangan Bencana. Dijelaskan Risma lebih tepat hal itu diatur dalam Peraturan Presiden.

"Mengingat perubahan-perubahan struktur dan tata laksana organisasi menjadi domain pemerintah dalam hal ini presiden," pungkasnya.

Mandatory Spending

Panitia Kerja (Panja) Pemerintah tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penanggulangan Bencana mengusulkan untuk menghapus skema mandatory spending dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU tersebut.

Mandatory Spending merupakan skema anggaran yang awalnya akan digunakan dalam RUU Penanggulangan Bencana. Skema ini mewajibkan anggaran penanggulangan bencana paling sedikit 2 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Risma menerangkan, dihapuskannya mandatory spending dalam RUU itu agar tak terlalu membebani anggaran negara.

"Pengaturan mengenai pengalokasian anggaran penanggulangan bencana tidak perlu mengatur pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana siap pakai dengan mencantumkan persentase secara spesifik yaitu sebesar paling sedikit 2 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, melainkan cukup diatur dalam kaitannya dengan pengalokasian anggaran negara penanggulangan bencana secara memadai," papar Risma.

"Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya mandatory spending yang akan terlalu membebani anggaran negara dan untuk memberikan keleluasaan fiskal," sambungnya.

Menurut Risma pencantuman norma mandatory spending justru mempersempit ruang fiskal pemerintah. Hal itu mengingat sudah terdapat kewajiban alokasi APBN, antara lain untuk fungsi pendidikan 20 persen, fungsi kesehatan 5 persen, transfer ke daerah 26 persen, Dana Desa 10 persen, belanja subsidi, dan belanja pegawai.

"Alokasi untuk penanggulangan bencana pada prinsipnya selalu menjadi bagian dari prioritas pemerintah yang terbagi atas: (i) dana mitigasi yang tersebar di Kementerian/Lembaga terkait; (i) dana siap pakai (on call) yang dicadangkan melalui Bagian Anggaran BUN dan Bagian Anggaran BNPB dan (ii) dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi," jelasnya.

Kendati skema ini dihapus, menurut Risma upaya mengoptimalkan pendanaan penanggulangan bencana akan tetap dilakukan pemerintah. Di antaranya melalui skema asuransi atas aset pemerintah dan pemerintah daerah serta skema Polling Fund.

(mdk/ded)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Kakorlantas Polri Ungkap 9 Kementerian/Lembaga Keluarkan Pelat Dinas Tak Terdaftar Database
Kakorlantas Polri Ungkap 9 Kementerian/Lembaga Keluarkan Pelat Dinas Tak Terdaftar Database

Semua pelat kendaraan harus disampaikan datanya ke Korlantas Polri selaku pemilik kewenangan sesuai aturan UU Nomor 22 Tahun 2009.

Baca Selengkapnya
Tolak Panja Netralitas Polri, Gerindra Sindir Pakta Integritas Pj Bupati Sorong Dukung Ganjar
Tolak Panja Netralitas Polri, Gerindra Sindir Pakta Integritas Pj Bupati Sorong Dukung Ganjar

Habiburokhman menyindir perlu adanya Panja Netralitas BIN usai beredar pakta integritas dukungan Pj Bupati Sorong ke Ganjar-Mahfud.

Baca Selengkapnya
MKMK Sebut Baleg DPR Lakukan Pembangkangan Konstitusi Terhadap Putusan MK
MKMK Sebut Baleg DPR Lakukan Pembangkangan Konstitusi Terhadap Putusan MK

Badan legislatif (Baleg) DPR RI sepakat, Revisi Undang-undang (UU) Pilkada dibawa ke rapat paripurna terdekat untuk disahkan menjadi UU

Baca Selengkapnya
Yusril Bicara Dasar Hukum Wantimpres Diubah Jadi Dewan Pertimbangan Agung
Yusril Bicara Dasar Hukum Wantimpres Diubah Jadi Dewan Pertimbangan Agung

Menurut Yusril, dasar pembentukan Wantimpres dimulai ada era pemerintahan presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Baca Selengkapnya
Respons Anies soal Draf RUU DKJ Atur Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden
Respons Anies soal Draf RUU DKJ Atur Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden

Komentar Anies Baswedan soal draf UU DKJ yang mengatur gubernur Jakarta ditunjuk presiden

Baca Selengkapnya
RUU DKJ, Anggota DPD Dorong Pendanaan Khusus Jakarta dari APBN
RUU DKJ, Anggota DPD Dorong Pendanaan Khusus Jakarta dari APBN

DPD menilai, atribusi wewenang kepada Wapres harus berdasarkan pelimpahan Presiden.

Baca Selengkapnya
Cak Imin Bicara RUU Kementerian Negara: Jangan Sampai UU Batasi Hak Prerogatif Presiden
Cak Imin Bicara RUU Kementerian Negara: Jangan Sampai UU Batasi Hak Prerogatif Presiden

Adapun dalam RUU Kementerian Negara mengatur bahwa jumlah kementerian menyesuaikan kebutuhan presiden atau tidak dibatasi.

Baca Selengkapnya