Orangtua Wajib Budayakan Literasi Demi Anak di Era Digital
Keluarga merupakan pondasi awal untuk meningkatkan budaya literasi di era digital.
Keluarga merupakan pondasi awal untuk meningkatkan budaya literasi di era digital. Sebab, keluarga merupakan madrasah pertama bagi anak.
Orangtua Wajib Budayakan Literasi Demi Anak di Era Digital
Hal itu disampaikan Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan pada Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas), Adin Bondar, dalam talkshow bertajuk 'Literasi Keluarga Berbasis Digital', Selasa (12/12/2023).
"Keluarga merupakan pranata sosial dan madrasah pertama bagi pertumbuhan serta perkembangan kognitif emosional anak. Oleh karena itu sejalan dengan UU Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan upaya menumbuhkan budaya baca ada tiga pilar, yakni keluarga, satuan pendidikan dan masyarakat," katanya.
Adin menjelaskan, kegemaran membaca di satuan pendidikan sudah berkembang melalui sekolah maupun perguruan tinggi.
Kemudian di masyarakat ada program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS), di mana perpustakaan jadi ruang terbuka bagi masyarakat.
"Ada peningkatan sebesar 2,8 poin, dan juga lamanya frekuensi membaca. Hasil riset 10 jam 19 menit masyarakat Indonesia sudah memiliki kebiasaan membaca," ungkapnya.
Adin pun membeberkan di masa depan melalui bonus demografi yang diproyeksikan Indonesia Emas 2045, peran keluarga sangat penting dalam menempatkan literasinya. Di mana ada 84 juta anak akan jadi pemegang tongkat estafet di 2045.
"Konsep penguatan literasi jadi suatu edukasi baru. Perilaku masyarakat berubah dari konvensional jadi digitalisasi, hampir 78 persen terkoneksi dengan internet," urainya.
Peningkatan budaya literasi dilakukan melalui tiga cara. Yakni kegemaran membaca masyarakat, penguatan perbuatan dan konten literasi serta peningkatan akses perpustakaan berbasis inklusi sosial. Perlu ada satu kesadaran keluarga bagaimana membangun SDM lebih awal yang berbasis kepada keluarga. Adalah melalui tahapan yang dilakukan untuk penguatan literasi ada tiga segmentasi.
Yang pertama ada kelompok pra nikah. Mereka akan diberikan edukasi untuk memiliki kesadaran yang baik, membangun hubungan keluarga harmonis, memahami reproduksi dan lain-lain. Sehingga menjadi keluarga bahagia setelah menikah.
Kedua adalah keluarga yang akan memiliki anak. Kelompok ini akan diberikan edukasi melalui konten-konten literasi yang bisa diakses. Mereka punya panduan melakukan stimuiasi perkembangan kognetif, emosional motorik anak.
"Dan yang ketiga adalah tahap anak pada usia emas 0-6 tahun. Melalui stimulasi berbagai kegiatan yang dilakukan keluarga," ucapnya.
Adin mengungkapkan jika Perpusnas saat ini sudah mengembangan perluasan akses pengetahuan literasi keluarga secara digital yang disebut SuperApp melalui platform yang ada pada IPusnas dan Bintang Pusnas Edu. Konten yang berada dalam SuperApp Perpusnas menyajikan koleksi buku digital, dan beragam koleksi digital lainnya seperti buku audio, buku video, tutorial edukasi, jurnal ilmiah yang dapat diakses melalui play store atau app store.
Dalam Aplikasi Bintang Pusnas Edu, pengguna tidak hanya dapat membaca berbagai buku. Namun juga mendengarkan lagu hingga menonton video.
"Semua itu guna peningkatan kualitas perpustakaan sekolah/madrasah (SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA) dan enam bentuk perguruan tinggi dalam mendukung program merdeka belajar dan kampus merdeka serta percepatan pembinaan perpustakaan dalam menjalankan tugas fungsinya," papar Adin.
Literasi Keluarga Berbasis Digital
Program penguatan literasi keluarga berbasis digital mobile adalah upaya mendukung transformasi perpustakaan inklusif untuk kesejahteraan, mulai dari usia bunda mengandung hingga ke usia lanjut.
Menurutnya, peran literasi keluarga dalam perkembangan otak manusia sejak dalam kandungan sangat penting. Peningkatan kualitas bacaan dan stimulasi otak sejak usia dini dapat membantu membangun fondasi kuat untuk perkembangan anak-anak.
"Usia emas anak adalah 0-6 tahun, dan pada periode ini, anak-anak memerlukan role model, bacaan, dan permainan edukatif. Konsep ini harus didorong agar bangsa kita memiliki daya saing di masa depan," ungkapnya.
Penguatan literasi keluarga berbasis digital, lanjutnya, merupakan inovasi yang dianggap perlu untuk memberikan akses informasi dan pengetahuan kepada seluruh masyarakat Indonesia, dari anak-anak hingga orang dewasa.
"Banyak kasus gizi buruk tidak hanya disebabkan oleh faktor ekonomi, tetapi juga oleh ketidaktahuan tentang gizi dan perawatan yang baik. Oleh karena itu, peningkatan akses informasi dan pengetahuan adalah kunci dalam mengatasi masalah ini," lanjut Adin.
Dengan literasi yang kuat, individu dapat mencapai tingkat produktivitas yang lebih tinggi, memperbaiki ekonomi, dan pada akhirnya, membangun kebahagiaan dan rasa percaya diri dalam masyarakat. Literasi sebagai kemampuan ini untuk membangun kesadaran masyarakat agar kualitas hidupnya semakin meningkat. Rencana penguatan budaya literasi akan terus dilakukan edukasi, pembinaan berkelanjutan.
Keluarga harus hadir menjadi role model, katalisator bagi upaya penguatan kegemaran membaca. Kesadaran orang tua harus ada. Tentu dengan memanfaatkan budaya literasi yang dikukuhkan sebagai role model kegemaran membaca.
"Pembentukan manusia berkualitas tidak hanya pada satuan pendidikan, tapi ada di orang tua. Akan bentuk keluarga pilihan sebagai role model bagaimana mengakselerasi kegemaran membaca pada keluarga," imbuhnya.
Keberpihakan pemerintah kepada perpustakaan juga harus ditunjukkan. Jangan dianggap program literasi tidak penting. Pengetahuan jadi garda terdepan membangun kreatvitas. Mengingat kegiatan membaca jadi kebiasaan bukan paksaan dan dilakukan melalui kesadaran.