Panglima TNI Bantah Intimidasi KPK: Kalau Saya Kirim Batalyon Suruh Geruduk Itu Intervensi
Panglima TNI Bantah Intimidasi KPK: Kalau Saya Kirim Batalyon Suruh Geruduk Itu Intervensi
Panglima TNI akan melakukan evaluasi imbas kasus suap yang terjadi di lingkungan Basarnas.
Panglima TNI Bantah Intimidasi KPK: Kalau Saya Kirim Batalyon Suruh Geruduk Itu Intervensi
Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menegaskan tidak melakukan intimidasi terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan suap yang menjerat Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi.
Diketahui, KPK menetapkan Letkol Adm ABC selaku Koordinator Staf Administrasi dan Marsdya Henri tersangka suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas.
"Enggak lah, masa terintimidasi orang itu tugasnya masing-masing kok,"
kata Yudo kepada wartawan, Rabu (2/8).
Yudo mengaku berada di Banyuwangi ketika jajaran Mabes TNI menyambangi gedung KPK, Jumat (27/8) kemarin. Dia mengakui semua berlangsung lancar tanpa adanya intimidasi dari TNI.
"Jadi kemarin sudah saya sampaikan waktu saya di Banyuwangi yang ada di sana pakar hukum semua loh. Kalau saya intervensi itu memerintahkan batalyon mana tak suruh geruduk situ itu namanya intervensi,"
kata Yudo Margono
merdeka.com
Rombongan pejabat TNI yang datang ke KPK dipimpin Komandan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI Marsekal Muda Agung Handoko. Puspom TNI bertanggungjawab dalam proses hukum menyangkut anggota TNI, termasuk Marsdya Henri. "Pom sesuai kewenangannya, saya kan enggak punya kewenangan. Yang menyidik yang jelas POM sama KPK. Karena ini tindak pidana korupsi yang punya kewenangan kan KPK dan POM sudah ada UU yang mengatur," ujarnya.
Di sisi lain, Yudo menyatakan akan melakukan evaluasi imbas kasus suap yang terjadi di lingkungan Basarnas.
"Ya nanti dengan adanya kasus seperti ini akan kita evaluasi. Pasti semua hal yang selalu terjadi seperti ini harus kita evaluasi," kata Yudo.
Dari tiga matra TNI AU, AD, dan AL, Yudo menjelaskan sudah ada pengawasan di internal masing-masing. Termasuk dari Mabes TNI yang berkoordinasi untuk pengawasan secara menyeluruh. "Itu kan fungsinya kan melaksanakan aparat pengawasan internal pemerintah. Itulah yang melaksanakan dan kita pun setiap enam bulan sekali kan diperiksa BPK," tuturnya.Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat teror melalui karangan bunga. Teror ini muncul setelah KPK mengungkap kasus suap proyek pengadaan alat deteksi reruntuhan di Badan SAR Nasional (Basarnas).
Ketua KPK Firli Bahuri menegaskan pegawai KPK telah dilengkapi sistem keamanan. Dia mengingatkan, para pegawai memiliki cara khusus bila merasa terancam yakni menggunakan panic button.
"Kita sampaikan ke semua insan KPK dan di internal kita punya sistem bagaimana mengaplikasikan panic button dan pada prinsipnya di mana pun pegawai KPK telah dilengkapi dengan sistem keamanan,"
ujar Firli saat jumpa pers di Mabes TNI Jakarta, Senin (31/7).
merdeka.com
KPK Tidak Takut!
Firli menambahkan, keamanan dan keselamatan merupakan hal yang paling utama saat pegawai KPK bertugas di lapangan. Dia memastikan, dengan sistem keamanan yang sudah disiapkan kepada masing-masing pegawai, maka KPK tidak pernah takut dengan risiko pekerjaan yang ada. "Jadi apapun risikonya apapun kami hadapi, kita tidak pernah takut," kata Ketua KPK Firli Bahuri.
Diketahui, Marsdya Henri Alfiandi diduga menerima suap sebesar Rp88,3 miliar. Wakil Kepala KPK Alexander Marwata, menyebut uang itu diterima Henri dari salah satu tersangka yang dimenangkan tendernya.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak akhirnya meminta maaf kepada jajaran Kedeputian Penindakan dan Eksekusi KPK. Permintaan maaf disampaikan Johanis Tanak saat audiensi antara pimpinan dan pegawai yang terjadi hari ini, Senin (31/7/2023) pagi hingga pukul 10.30 WIB. Audiensi berkaitan dengan polemik operasi tangkap tangan (OTT) di Basarnas yang berujung penetapan tersangka terhadap Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto ini.
Saat audiensi, Johanis Tanak meminta maaf kepada jajaran di Kedeputian Penindakan dan Eksekusi. Namun saat Johanis meminta maaf, dirinya disoraki oleh para pegawai. "Karena suasana pada saat itu, kami merasa terintimidasi, kami memutuskan bahwa perlu meminta maaf. Terus disorakin pegawai," ujar sumber internal KPK.