'Patroli WhatsApp Ciptakan Ketakutan ke Warga Negara'
Merdeka.com - Direktur Amnesty Internasional Indonesia (AI), Usman Hamid menilai patroli terhadap aplikasi pesan singkat WhatsApp (WA) merupakan upaya pemerintah menebar politik ketakutan di tengah masyarakat. Langkah ini sangat tidak seirama dengan pakem HAM karena melanggar ruang-ruang privat warga negara yang semestinya dilindungi.
"Jika patroli WA atas nama 'keamanan nasional' dilakukan tanpa prosedur hukum yang demokratis, maka itu bisa jadi pelanggaran serius terhadap ruang-ruang privasi warga negara," tegas Usman kala dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Minggu (23/6).
Pengajar di Sekolah Hukum Jentera itu menganggap, dengan diumumkan ke publik bahwa pemerintah, dalam hal ini polisi memiliki kapasitas untuk menembus ruang percakapan di WA, maka masyarakat merasa selalu diawasi.
-
Apa saja dampak dari penipuan WhatsApp? 'Phising ini di mana kita akan dikirimkan sebuah informasi yang sifatnya urgent, biasanya mengaku dari pihak bank yang meminta konfirmasi pilihan biaya transaksi, di mana di dalam wa tersebut akan ada link ke sebuah website yang kita harus isi data diri kita termasuk data perbankan dan lainnya,' ungkap dia kepada Merdeka.com, Kamis (31/8).
-
Kenapa pemerintah Indonesia meminta Apple blokir aplikasi Temu? Permintaan ini bertujuan untuk melindungi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia.
-
Bagaimana contoh penerapan HAM? Contoh hak-hak asasi pribadi yaitu:Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian, dan berpindah-pindah tempat. Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat. Hak kebebasan memilih dan aktif dalam organisasi atau perkumpulan.
-
Kenapa Komnas HAM periksa Usman Hamid? Komnas HAM memeriksa mantan anggota Tim Pencari Fakta (TPF) Munir, Usman Hamid untuk menyelidiki kasus pembunuhan Munir yang terjadi 20 tahun lalu.
-
Apa yang diminta Komnas HAM dari Polda Jabar? 'Sebagai salah satu upaya dalam memastikan penegakan hukum atas kasus tersebut, Komnas HAM kembali meminta keterangan Polda Jawa Barat,' kata Uli dalam keteranganya, Selasa (21/5).
-
Siapa yang mendukung larangan WhatsApp di kantor? Anthony Lai Cheuk-tung, yang menjabat sebagai direktur di perusahaan keamanan siber VX Research, memberikan dukungannya terhadap kebijakan pemerintah ini.
"Jadi dengan mengumumkan di publik itu bisa menghadirkan rasa takut warga negara. Mereka khususnya yang awam akan merasa dipantau oleh polisi dan oleh karena itu kebebasannya untuk berekspresi di ruang-ruang WhatsApp perlahan terisolir," kata Usman.
Usman mengimbau kepada para anggota dewan supaya praktik politik ketakutan tersebut bisa dibendung. Karena jelas hal itu bisa mengendalikan kritik yang merupakan hak setiap warga negara.
Ia juga menyarankan supaya semua pihak mengedukasi masyarakat tentang bagaimana menggunakan media sosial yang baik dan benar. Supaya meminimalisir penyebaran hoaks.
"Taktik-taktik politik ketakutan ini sebaiknya dicegah oleh parlemen sehingga tidak memata-matai, bahkan mengendalikan ekspresi kritik yang sah di masyarakat. Seharusnya pemerintah dan DPR meningkatkan upaya untuk edukasi masyarakat secara positif dalam menggunakan media sosial untuk memerangi penyebaran berita-berita bohong, bukan dengan mengambil jalan pintas yang melanggar privasi dengan melakukan monitoring di WA," katanya.
"Jadi rencana tersebut harus dibatalkan baik oleh Kominfo maupun kepolisian," imbuh Usman.
Sebelumnya diberitakan, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal (purn) Moeldoko setuju jika ada patroli Siber pada WhatsApp grup. Kata dia, negara perlu memantau agar tak ada kondisi yang mengganggu situasi nasional.
"Ya memang harus begitu," kata Moeldoko di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/6/2019).
Menurutnya, Menko Polhukam, KSP, Panglima TNI, Kapolri, Menkominfo, Mendagri dan Jaksa Agung sudah sepakat bahwa saat ini perlu perhatian lebih sederet situasi yang bisa mengacaukan situasi negara. Termasuk situasi di media sosial yang bisa mengacaukan kondisi masyarakat.
"Bahkan akan memunculkan situasi yang semakin runyam, maka negara tidak boleh ragu-ragu untuk mengambil keputusan bahwa salah satu media sosial atau WhatsApp dan seterusnya apapun itu yang nyata-nyata akan mengganggu situasi keamanan nasional, maka harus ada upaya untuk mengurangi tensi itu," ungkapnya.
Moeldoko juga menilai, patroli siber itu tidak mengganggu privasi. Sebab, kata dia, setiap warga negara pasti akan rela melakukan apapun demi negaranya termasuk menggadaikan privasi.
"Negara memikirkan tentang keamanan nasional. Keamanan nasional harus diberikan karena itu tanggung jawab presiden. Tanggung jawab pemerintah untuk melindungi rakyatnya. Jadi, kalau nanti tidak dilindungi karena abai, mengutamakan privasi maka itu, nanti presiden salah loh," ucapnya.
Meski begitu, Moeldoko memastikan patroli ini hanya sebatas mengenali apa yang dilakukan, berbicara apa, dan menulis apa. Serta tidak akan terlalu menyinggung hal pribadi.
"Patroli itukan hanya mengenali siapa melakukan apa, berbicara apa, menulis apa, sepanjang itu baik-baik saja, enggak ada masalah, yang jadi masalahkan karena penggunaan kata-kata yang pada ujungnya menyinggung orang lain, menyakiti orang lain, memfitnah orang lain, sepanjang kita baik baik saja enggak ada masalah," tandasnya.
Reporter: Yopi Madori
Sumber: Liputan6.com
(mdk/did)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Anies Baswedan mengungkap masih ada masalah kebebasan berekspresi di Indonesia hari ini.
Baca SelengkapnyaBerikut bahaya TikTok menurut pemerintah AS jika benar-benar tidak ditindaklanjuti.
Baca SelengkapnyaMenkominfo meyakinkan revisi UU jilid II, bukan untuk mengkriminalisasi masyarakat yang menyampaikan kritik dan pendapat.
Baca SelengkapnyaSAFEnet menilai revisi UU tersebut menjadi berpotensi terjadi penyalahgunaan kewenangan oleh kepolisian.
Baca SelengkapnyaCak Imin menilai kembali terjadinya peretasan data negara membuat kebutuhan adanya Angkatan Siber.
Baca SelengkapnyaKebutuhan pengaturan pemanfaatan kecerdasan buatan ini tengah dikaji oleh pemerintah.
Baca SelengkapnyaUmmi Pipik meminta kepada kerabat dan orang-orang terdekatnya untuk berhati-hati dengan nomor WhatsApp yang mengatasnamakan dirinya.
Baca SelengkapnyaBeberapa negara di Asia Tenggara mulai menyorot gaya berbisnis TikTok.
Baca SelengkapnyaTPN Ganjar-Mahfud mempersoalkan surat panggilan yang dikirimkan oleh penyidik Polda Metro Jaya.
Baca SelengkapnyaPemerintah resmi melarang TikTok melakukan transaksi jual beli online.
Baca SelengkapnyaPolisi melakukan patroli siber untuk menyisir akun-akun yang menyebarkan ujaran kebencian maupun informasi hoaks.
Baca SelengkapnyaMasih banyak pengaduan atau laporan-laporan iseng yang dikirim melalui WhatsApp dari masyarakat.
Baca Selengkapnya