PDIP Nilai Pernyataan Rocky Gerung soal Jokowi Bukan Argumen, Tetapi Sentimen
Ucapan Rocky Gerung menurut dia, presiden ditempatkan bukan sebagai kepala negara dan pemerintahan yang dikritik berdasarkan kebijakannya.
Rocky harus mampu membuktikan jika pernyataan kasar terhadap Jokowi tersebut sebuah argumen.
PDIP Nilai Pernyataan Rocky Gerung soal Jokowi Bukan Argumen, Tetapi Sentimen
Politisi senior PDI Perjuangan Aria Bima menilai jika pernyataan pengamat politik Rocky Gerung terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) dilatarbelakangi rasa sentimen, bukan argumen seperti yang dikatakan.
Sehingga, Rocky harus mampu membuktikan jika pernyataan kasar terhadap Jokowi tersebut sebuah argumen.
"Saya sangat kesulitan untuk tidak mengatakan apa yang dilontarkan Rocky Gerung itu adalah hinaan, berdasarkan kebencian dan sentimen," ujar Aria Bima saat dihubungi merdeka.com, Selasa (1/8).
merdeka.cm
Bima mengatakan, dirinya yang secara konsisten atas perintah Ketum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri untuk mengawal jalannya pemerintahan Presiden Jokowi, sangat menyambut positif setiap argumen yang mengkritik setiap kebijakan yang diambil oleh presiden. "Itu karena kita sebagai partai yang demokratis menyadari argumen penolakan itu selalu ada dasarnya, selalu ada faktanya, dan menawarkan cara pandang lain. Itu sangat baik untuk perkembangan demok
Anggota fraksi PDI Perjuangan asal Dapil Jateng V mengemukakan jika semua negara demokratis di dunia, penghinaan semacam itu tidak pernah diperbolehkan. "Saya tidak bisa membayangkan jika kalimat hinaan seperti yang disampaikan Rocky Gerung itu dibiarkan dan dianggap kritik atau argumen. Maka generasi muda kita akan teredukasi dan menganggap biasa hinaan yang destruktif seperti itu. Padahal, bangsa Indonesia sangat perlu pendidikan moral dan etika, perlu menghormati orang lain," tegasnya.Ditambahkan Aria, dalam iklim demokrasi yang itu dijalankan dengan konsisten oleh Indonesia, tentu saja kritik adalah suatu bentuk koreksi atas argumen yang jelas berdasarkan data yang faktual, ilmiah, dan filosofis.
Terlebih jika kritik dan argumen yang ditawarkan dalam rangka menolak atau memprotes kebijakan pemerintah juga ada ide jalan ke luar yang mungkin bisa diambil dalam rangka perbaikan. "Sehingga jelas kritik yang disampaikan juga akan mengedukasi masyarakat umum, publik, anak muda bahkan anak-anak sebagai generasi penerus bangsa," katanya lagi.
Dalam kasus Rocky Gerung yang viral belakangan ini, lanjut dia, jika penolakan terhadap kebijakan Presiden Jokowi dalam rangka pembangunan IKN Nusantara disampaikan dengan kalimat yang benar, maka itu adalah argumen, dan negara harus menghormati itu. "Kalau kalimatnya misalnya, 'Presiden Jokowi keliru atau langkah Presiden Jokowi salah karena kondisi fiskal dan lain-lain', maka itu adalah argumen, dan negara harus hormati itu. Namun demikian, kalau yang dikatakan Rocky bahwa Presiden Jokowi seorang ba***gan yang t***l, itu bukan lagi argumen, melainkan sentimen," ucapnya lagi.Dalam pernyataan Rocky yang menghina presiden, imbuh Aria, presiden ditempatkan bukan sebagai kepala negara dan pemerintahan yang dikritik berdasarkan kebijakannya.
Melainkan dihina sebagai seorang manusia, seorang ayah yang memiliki keluarga, istri, anak, dan cucunya.
"Sekali lagi, apa yang disampaikan Rocky bukanlah argumen untuk kritik, melainkan sebatas hinaan berdasarkan sentimen. Hal itu akan sangat merusak mental dan cara pandang masyarakat umum terkait bagaimana kritik harus disampaikan. Jika hinaan, dan hate speech, itu daya rusaknya sangat tinggi. Suriah dan Iraq hancur karena hate speech, maka di Indonesia UU ITE berusaha untuk mengantisipasi daya rusak tersebut," pungkasnya.