Pengakuan Mahasiswa UNM yang Didorong Dosen Gara-Gara Protes Kebijakan Kampus
Salah satu kebijakan yang menjadi sorotan adalah mahasiswa baru wajib membeli jas almamater.
Dirga, mahasiswa yang ada di dalam video tersebut membenarkan kejadian yang viral di media sosial (medsos) tersebut.
Pengakuan Mahasiswa UNM yang Didorong Dosen Gara-Gara Protes Kebijakan Kampus
Video seorang mahasiswa Universitas Negeri Makassar (UNM) didorong oleh dosen akibat mempertanyakan kebijakan kampus viral di media sosial. Salah satu kebijakan yang menjadi sorotan adalah mahasiswa baru wajib membeli jas almamater.
Dirga, mahasiswa yang ada di dalam video tersebut membenarkan kejadian yang viral di media sosial (medsos) tersebut. Dia mengaku video tersebut terjadi pada Senin (8/7) kemarin.
"Iya, kebetulan saya yang didorong. Kemarin sebenarnya peristiwanya hari Senin (8/7)," ujarnya kepada wartawan, Kamis (11/7).
Dirga menceritakan kronologi kejadian berawal saat dirinya bersama rekannya tergabung dalam Aliansi Mahasiswa UNM ingin bertemu dengan Rektor UNM, Prof Karta Jayadi untuk menyampaikan lima poin kritik kebijakan kampus.
Adapun lima poin kritik itu yakni kewajiban membeli almamater bagi mahasiswa baru.
"Kedua, soal kewajiban KMD (kursus mahir dasar) Pramuka di jurusan PGSD UNM, terus ketiga soal SK peninjauan UKT. Keempat soal iuran pengembangan institusi (IPI) di jurusan/fakultas kedokteran dan kelima website pendaftaran ulang mahasiswa baru yang error," bebernya.
Saat hendak bertemu, Dirga mengaku ada pihak yang menuduh Aliansi Mahasiswa UNM ingin melakukan kekacauan dan provokasi.
"Padahal kita hanya meminta kesediaan rektor untuk berdialog baik-baik," sebutnya.
Dirga menyebut Rektor UNM Prof Karta sempat menemui Aliansi Mahasiswa UNM. Tapi, kata Dirga, saat itu Rektor UNM hanya menyinggung soal protes kewajiban membeli almamater.
"Tapi katanya tidak ada maba (mahasiswa baru) yang keberatan soal almamater. Nah, sesudah itu sebenarnya rektor meminta kepada kami (menunjukkan) mana yang menjadi korban," ungkapnya.
"Awal kejadiannya di depan ruangan keuangan, tapi karena dia minta mana korbannya bergeserlah ke dekat tangga. Di situ ada korban apa dan segala macam, tapi pembahasannya masih soal almamater di situ yang disoroti," imbuhnya.
Dirga mengaku ingin bertemu dengan Rektor UNM bukan hanya untuk membahas soal kebijakan wajib membeli almamater. Tetapi juga hal lain seperti KMD, SK peninjauan UKT, dan segala macam.
"Jadi saya bawa kajian, saya mau serahkan ke rektor. Tapi rektor sempat menolak itu dengan alasan tidak mau, dia mau langsung orangnya yang mengeluh," sebutnya.
Setelahnya, dirinya dituduh provokasi dan bahkan dianggap sebagai calo.
"Cuma tidak lama kemudian saya dituduh seperti pada video, dituduh provokasi, dituduh calo, sambil dorong sama beberapa orang. Saya juga tidak tahu apakah dosen atau apa, tiba-tiba rektor datang kembali mendekat minta berkas hasil kajian saya bawa pada saat itu sembari dia meminta KTM (kartu tanda mahasiswa) ke saya," ungkapnya.
Dia menyebut aksi dorongan yang dilakukan oleh dosen terjadi seperti dalam video.
"Pada saat itu karena saya ramai-ramai sama teman-teman ada sekitar sepuluh orang, saya dipisah. Ada yang ikut ke saya, ada juga dibawa ke ruang rektor untuk dialog lebih lanjut," ucapnya.
Pasca viral video tersebut, sejumlah Lembaga Kemahasiwaan UNM turun melakukan aksi unjuk rasa. Sejumlah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas se-UNM menggelar aksi agar pihak rektorat menanggapi tuntutan yang sebelumnya disampaikan.
"Sebenarnya kemarin sudah ada beberapa dialog terbuka bersama dengan rektorat. Tetapi belum ada tanggapan dari lebih lanjut dari pihak kampus," ujar Ahmad Mulyadi, Menteri Sospol BEM FSI UNM.
Terkait kejadian yang viral, Ahmad menyebut hal tersebut akibat adanya dua surat edaran rektor terkait pembelian almamater. Dia menyebut di surat edaran pertama, tertulis jika harga almamater dan dasi Rp250 ribu.
"Tapi setelah dikritik, surat edaran kedua keluar yang mengatakan bahwa almamater harganya Rp175 ribu, tapi tidak include dengan dasi. Dasi harganya Rp75 ribu. Jadi kami menganggap tidak ada bedanya surat edaran pertama dan kedua," bebernya.
Sementara Rektor UNM Prof Karta Jayadi dan Wakil Rektor III UNM, Prof A Muhammad Idkhan yang coba dikonfirmasi merdeka.com, sama sekali tidak memberikan respons.