Perjalanan Juliari Korupsi Bansos Covid: Potong Rp10.000 Dulu, Minta Bebas Kemudian
Merdeka.com - Juliari Peter Batubara akan segera diadili. Menanti vonis hakim atas kasus korupsi hari ini (22/8). Eks menteri sosial jadi pesakitan usai diduga memperkaya diri dengan korupsi bantuan sosial (bansos) Covid-19.
Kasus yang menjerat Juliari berawal saat KPK menangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kemensos, Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono. Kemudian, Ardian Iskandar Maddanatja serta Harry Sidabuke selaku pihak swasta lewat operasi tangkap tangan (OTT) KPK, Jumat (4/12) tahun lalu.
Dua hari kemudian, Juliari ditetapkan jadi tersangka. KPK mengultimatum Juliari agar bersikap kooperatif dengan menyerahkan diri. Juliari akhirnya datang ke gedung Merah Putih (Kantor KPK) sekitar pukul 02.55 WIB.
-
Apa yang dituntut oleh jaksa? 'Menghukum terdakwa Bayu Firlen dengan pidana penjara selama selama 4 (empat) Tahun dan Denda Sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) Subsider 6 (enam) bulan penjara dikurangi selama Terdakwa ditahan dengan perintah agar Terdakwa tetap ditahan,' lanjutan dari keterangan yang dikutip dari SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
-
Siapa yang ditetapkan tersangka dalam korupsi Bansos Jokowi? Pada kasus ini, satu orang telah ditetapkan menjadi tersangka yakni Direktur Utama Mitra Energi Persada sekaligus Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada tahun 2020, Ivo Wongkaren, alias IW.
-
Siapa yang menggugat Polda Jawa Barat? Pegi diketahui menggugat Polda Jawa Barat yang menetapkannya sebagai tersangka pembunuhan Vina dan Eky.
-
Apa kerugian negara akibat korupsi Bansos Jokowi? 'Kerugian sementara Rp125 milyar,' pungkasnya.
-
Siapa yang dituduh melakukan korupsi? 'Permintaan kebutuhan operasional Syahrul Yasin Limpo dan keluarganya yang juga didukung dengan petunjuk berupa barang bukti elektronik, chat WA antara terdakwa Syahrul Yasin Limpo dan Imam Mujahidin Fahmid, serta adanya barang bukti antara lain dokumen catatan staf Kementan RI dan bukti kwitansi serta transfer uang pembayaran kebutuhan menteri dan keluarganya.
-
Siapa yang menjadi tersangka kasus korupsi? Harvey Moeis menjadi tersangka dalam kasus korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022.
Memakai masker dan topi, serta rompi hitam, Juliari memasuki gedung KPK. Tampak beberapa orang yang mendampingi Juliari saat memasuki gedung komisi antirasuah tersebut.
Jaksa akan mengungkap dakwaan bahwa Juliari ikut menikmati uang suap hingga Rp32.482.000.000. Modus korupsi Juliari dan pejabat lainnya dengan memotong uang paket bansos untuk rakyat sebesar Rp10 ribu. Juliari memerintahkan Adi dan Joko mengumpulkan uang fee Rp10 ribu per paket dari penyedia bansos. Uang itu digunakan untuk kepentingan Juliari.
Jaksa juga menyebut, bahwa politisi PDIP itu menerima uang melalui perantara Pelaksana Tugas Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS) Kementerian Sosial sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Adi Wahyono dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pengadaan bansos Covid-19, Matheus Joko Santoso.
Uang suap itu diterima dari konsultan hukum, Harry Van Sidabukke sebesar Rp1,28 miliar, Direktur Utama PT Tigapilar Agro Utama, Ardian Iskandar Maddanatja sejumlah Rp1,96 miliar, dan beberapa penyedia bansos Covid-19 lainnya senilai Rp 29,25 miliar. Bila ditotal, uang yang diterima Juliari sebesar Rp32,48 miliar.
Aliran dana puluhan miliar itu pun digunakan Juliari untuk beragam keperluan. Mulai dari membeli handphone untuk jajaran pejabat Kemensos Rp140 juta, pembayaran swab tes di Kemensos Rp300 juta, Sapi Qurban Rp100 juta, operasional tim relawan, tim pantau hingga makan minum pimpinan sebesar Rp350 juta.
Tidak cuman itu, uang hasil bancakan itu juga dipakai untuk membeli 2 unit sepeda merek Brompton seharga Rp120 juta untuk Hartono dan Pepen Nazaruddin. Pembayaran kepada EO untuk honor artis Cita Citata dalam acara Makan Malam dan Silaturahmi Kementerian Sosial RI di Ayana Komodo Resort Labuan Bajo tanggal 27 November 2020 sebesar Rp150 juta.
Lalu, Kegiatan operasional direktorat PSKBS sebesar Rp100 juta, sampai pembayaran private jet untuk kunjungan dinas Juliari ke Lampung sebesar Rp270, ke Denpasar Bali Rp270 juta, ke Semarang sebesar USD18.000 dan pengeluaran -pengeluaran lainnya yang digunakan untuk kegiatan operasional di Kementerian Sosial.
Bahkan dalam pemeriksaan sidang, jaksa mencecar terkait aliran uang yang pernah diserahkan kepada Ketua DPC PDIP Kendal Ahmad Suyuti. Yang diakui Juliari sebagai uang untuk operasional DPC partai belogo banteng tersebut
"Ya itu sekadar untuk membantu operasional dari pada DPC PDI Perjuangan di Kendal," kata Juliari saat bersaksi secara virtual di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin (22/3/2021).
Uang itu pun diserahkan Juliari melalui staf khususnya Kukuh Ari Wibowo. Menurut Juliari, uang diserahkan saat kunjungan ke Semarang dan Kendal. Uang itu diberikan untuk operasional DPC PDIP Kendal, sebesar SGD 50 ribu atau sekitar Rp500 juta.
Namun demikian, Juliari mengklaim jika uang tersebut diambil dari kantong pribadinya dan tidak ada sangkut pautnya dengan uang bansos yang sebagaimana dalam dakwaan jaksa.
Nama Gibran Rakabuming Raka Disebut di Sidang
Di tengah persidangan, nama putra sulung Presiden Jokowi, yakni Gibran Rakabuming Raka disebut-sebut. Dia diduga mengarahkan agar PT PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) menjadi penyedia goody bag (tas) bantuan sosial (bansos) sembako Covid-19.
Namun demikian kabar tersebut lantas dibantah oleh Gibran. Dia mempersilakan Komisi KPK menangkap dirinya jika ada bukti keterlibatan dalam kasus korupsi bantuan sosial Kementerian Sosial (Kemensos). Pernyataan tersebut sekaligus menanggapi adanya tagar 'tangkap anak pak lurah' yang trending di media sosial.
"Ya tangkap saja kalau salah. Tangkap saja kalau ada buktinya," katanya di sela blusukan di Kelurahan Banyuagung, Banjarsari, Solo, Senin (21/12).
"Tapi saya tegaskan lagi, saya tidak pernah ikut-ikut. Nggak pernah ikut yang namanya merekomendasikan, memerintah atau apapun itu kok. Saya nggak pernah menerima apapun dana bansos," tegasnya.
Wali Kota Solo terpilih itu mempersilakan masyarakat mengecek ke KPK atau Sritex. Termasuk dana kampanye, lanjut dia, bisa di cek di LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) yang bisa di akses oleh seluruh masyarakat secara online.
"Kalau mau jelas ya ke DPC (DPC PDIP Solo), ke DPC ketemu Bu Roro (bendahara DPC PDIP Solo). Saya nggak pernah ada yang ditutup-tutupi," tegasnya.
KPK pun berjanji akan mendalami setiap informasi terkait dengan kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19 yang menjerat Menteri Sosial Juliari Batubara. Termasuk informasi soal adanya keterlibatan Gibran Rakabuming Raka dalam kasus ini.
"Kami memastikan setiap informasi akan digali dan dikonfirmasi pada saksi-saksi yang diperiksa," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Senin (20/12).
Namun demikian, KPK belum melaporkan hasil pendalaman yang dilakukan kepada Gibran sampai Juliari jalani sidang vonis.
Minta Bebas Sampai Maaf ke Jokowi dan Megawati
Dalam kasus ini, Juliari dituntut 11 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Juliari juga dituntut membayar uang pengganti Rp 14,5 miliar serta hak politik untuk dipilih dicabut selama 4 tahun.
Saat sidang pleidoi, Juliari menyatakan ingin dibebaskan karena merasa sangat menderita. Dia membawa alasan keluarga agar majelis hakim berbesar hati mau membebaskan dirinya.
"Oleh karena itu permohonan saya, permohonan istri saya, permohonan kedua anak saya yang masih kecil-kecil serta permohonan keluarga besar saya kepada majelis hakim yang mulia, akhirilah penderitaan kami ini dengan membebaskan saya dari segala dakwaan," kata Juliari saat membacakan nota pembelaan (pleidoi).
"Putusan majelis yang mulia akan teramat besar dampaknya bagi keluarga saya, terutama anak-anak saya yang masih di bawah umur dan masih sangat membutuhkan peran saya sebagai ayah mereka," lanjutnya Juliari.
Juliari meyakini bahwa hanya majelis hakim yang dapat mengakhiri penderitaan lahir dan batin dari keluarganya yang sudah menderita, atas kasus yang menjeray dirinya saat ini. Dia pun mengaku menyesal telah menyusahkan banyak pihak akibat perkara yang menjerat-nya tersebut.
"Tidak hanya dipermalukan tapi juga dihujat untuk sesuatu yang mereka tidak mengerti. Badai kebencian dan hujatan akan berakhir tergantung dengan putusan dari majelis hakim," ujar Juliari.
"Sebagai seorang anak yang lahir saya dibesarkan di tengah keluarga yang menjunjung tinggi integritas dan kehormatan dan tidak pernah sedikit pun saya memiliki niat atau terlintas saya untuk korupsi," kata Juliari.
Bahkan, tak lupa sebagai kader partai PDIP dia pun meminta maaf kepada Presiden Jokowi serta Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno, akibat kasus ini membuat baik pemerintahan maupun partai belogo banteng itu menerima hujatan dari banyak pihak.
"Saya secara tulus ingin mengucapkan permohonan maaf saya yang sebesar-besarnya, kepada Presiden RI Joko Widodo atas kejadian ini, terutamanya permohonan maaf akibat kelalaian saya tidak melakukan pengawasan yang lebih ketat, terhadap kinerja jajaran di bawah saya, sehingga harus berurusan dengan hukum," ujar Juliari.
"Kepada yang terhormat Ibu Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI Perjuangan beserta jajaran DPP PDI Perjuangan di mana sejak tahun 2010 saya dipercaya sebagai pengurus DPP PDI Perjuangan, saya harus menyampaikan permohonan maaf secara tulus dan penuh penyesalan. Saya sadar bahwa sejak perkara ini muncul badai hujatan dan cacian datang silih berganti ditujukan kepada PDIP," lanjutnya.
Tuntutan Tak Sebanding Derita Rakyat
ICW melihat adanya keganjilan atas keputusan JPU dari KPK yang hanya menuntut Mantan Mensos tersebut 11 tahun penjara. Padahal dari jeratan pasal Pasal 12 huruf b sesuai dakwaan pertama cantumkan hukuman maksimal penjara seumur hidup dan denda Rp1 miliar.
"Sebenarnya mengakomodir penjatuhan hukuman hingga penjara seumur hidup dan denda Rp 1 miliar. Tuntutan pembayaran pidana tambahan uang pengganti sebesar Rp14,5 miliar juga jauh dari memuaskan, karena besaran tersebut kurang dari 50% dari total nilai suap yang diterima Juliari P. Batubara (sebanyak Rp 32,48 miliar)," tulis rilis ICW.
"Tuntutan yang rendah ini kontradiktif dengan semangat pemberantasan korupsi. Padahal, pimpinan KPK telah sesumbar menyatakan akan menghukum berat koruptor bansos Covid-19," lanjutnya.
Mantan juru bicara KPk Febri Diansyah juga angkat suara atas rasa kecewanya terhadap tuntutan hukuman 11 tahun penjara yang dilayangkan Jaksa terhadap Juliari.
"Di tengah kondisi pandemi Covid-19 ini, tuntutan untuk terdakwa korupsi bansos Covid-19 hanya 11 tahun. Saya rasa tidak bisa mengobati penderitaan masyarakat yang menjadi korban korupsi bansos," katanya dalam keterangan tertulisnya, Kamis (29/7).
Sehingga, dia melihat tuntutan 11 tahun hukuman sebagaimana Pasal 12 huruf b Jo Pasal 18 atau Pasal 11 Jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 ke 1 KUHP tidaklah maksimal.
"Apalagi ancaman hukuman maksimal adalah 20 tahun atau seumur hidup. Jauh sekali dari ancaman maksimal," ujarnya.
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Biaya restitusi itu dibacakan majelis hakim pada saat sidang putusan perkara penganiayaan berat dengan perencanaan dilakukan Mario Dandy terhadap David Ozora.
Baca SelengkapnyaMario meminta Rafael Alun dihadirkan untuk dimintai persetujuannya membayar restitusi Rp 120 miliar.
Baca SelengkapnyaZyuhal Laila Nova selaku pemilik biro umroh di Kudus, divonis hakim dengan hukuman tiga tahun penjara.
Baca SelengkapnyaRafael pun juga terlihat terharu hingga mencium wajah Mario yang mengenakan rompi tahanan.
Baca SelengkapnyaMenurut Andri, keterangan saksi-saksi selama persidangan membuktikan keterlibatan terdakwa.
Baca Selengkapnya