Respons Istana soal SYL Sebut Jokowi Perintahkan Tarik Uang dari Bawahan di Kementan
Istana menegaskan, Jokowi tidak pernah memerintahkan untuk menarik uang dari bawahan di Kementan.
Dini menjelaskan, setiap instruksi Presiden dan penggunaan diskresi oleh para pembantu presiden untuk menanggulangi suatu permasalahan haruslah dimaknai dan dibatasi sesuai prosedur diskresi yang diatur dalam UU Administrasi Pemerintahan.
Respons Istana soal SYL Sebut Jokowi Perintahkan Tarik Uang dari Bawahan di Kementan
Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono, membantah tuduhan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan instruksi saat rapat kabinet untuk menarik uang dari bawahan Kementerian Pertanian (Kementan).
"Tidak benar ada instruksi Presiden dalam rapat kabinet kepada para menteri/kepala lembaga untuk menarik uang dari bawahan atau staf dalam penanggulangan krisis pangan akibat pandemi dan el nino," kata Dini, kepada wartawan, Kamis (13/6).
Dini menjelaskan, setiap instruksi Presiden dan penggunaan diskresi oleh para pembantu presiden untuk menanggulangi suatu permasalahan haruslah dimaknai dan dibatasi sesuai prosedur diskresi yang diatur dalam UU Administrasi Pemerintahan.
"Ini tidak boleh melampaui wewenang menteri/kepala lembaga, serta dilaporkan kepada Presiden selaku atasannya," jelas dia.
"Setiap penarikan uang atau pungutan liar yang dilakukan oleh oknum pejabat atau aparatur sipil negara untuk kepentingan pribadi merupakan tindak pidana korupsi yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana," imbuhnya.
Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat, Rabu, 12 Juni 2024, mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengatakan kebijakan yang diambilnya pada saat menjadi Mentan sebagai tindak lanjut dari instruksi presiden karena ada peringatan krisis pangan akibat pandemi Covid-19 dan El Nino.
"Ada perintah extraordinary oleh kabinet dan Presiden atas nama negara untuk mengambil sebuah langkah yang extraordinary atau diskresi berdasarkan undang-undang," kata dia.
Pernyataan itu diajukan SYL kepada ahli hukum pidana Universitas Pancasila, Agus Suharso yang menjadi saksi a de charge atau saksi yang meringankan yang diajukan oleh SYL.
Dalam kesempatan itu, SYL mempertanyakan status hukum yang sedang menjeratnya akibat pengumpulan uang sharing para eselon satu di lingkungan Kementan.
Para saksi yang hadir pada sidang sebelum-sebelumnya mengaku dipaksa SYL mengumpulkan uang melalui Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan Dirjen Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta. Hal ini disebut untuk memenuhi kebutuhan SYL dan keluarga.
Sebelumnya, SYL mengirim surat ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menjadi saksi meringankan dalam perkara gratifikasi dan pemerasan di Kementerian Pertanian (Kementan).
Selain Jokowi, SYL juga berharap Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, hingga mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai saksi a de charge.
"Yang jelas saksi a de charge sekitar dua orang, tapi secara resmi kami juga sudah bersurat kepada Bapak Presiden, kemudian kepada Bapak Wakil Presiden, Menko Perekonomian, dan juga Pak Jusuf Kalla yang kami pikir mereka kan kenal dengan pak SYL," kata kuasa hukum Syahrul, Djamaluddin Koedoeboen di gedung merah putih KPK, Jumat (7/6).
Djamaluddin mengatakan, nama-nama tersebut diajukan karena dianggap mengetahui kinerja kliennya selama menjadi menteri. Terlebih, kata Djamaluddin, keterangan Presiden sangat penting untuk membuktikan kinerja SYL yang sudah mengabdi kepada bangsa.
Salah satunya adalah pada saat penanganan pangan Pandemi Covid-19 yang di mana Kementan memiliki peran aktif.