Tak Bisa Pakai Water Boombing, Ini Penyebab Pemadaman Api di Gunung Agung Pakai Cara Manual
Sampai hari ini, luasan lahan terbakar mencapai 400 hektare.
Api sudah berkobar sejak Rabu (27/9) lalu.
Tak Bisa Pakai Water Boombing, Ini Penyebab Pemadaman Api di Gunung Agung Pakai Cara Manual
Kebakaran di lereng Gunung Agung, di Kabupaten Karangasem, Bali, sudah mulai teratasi. Meski melakukan pemadaman manual, tim gabungan mulai bisa menjinakkan api yang berkobar sejak Rabu (27/9) lalu.
Meski mulai teratasi, bara api masih terlihat lereng Gunung Agung, di kawasan Desa Dukuh, Kecamatan Kubuh, Kabupaten Karangasem, Bali.
"Sudah dikendalikan tapi masih ada titik api. Ada titik api baru di daerah Desa Dukuh. Di daerah situ aja. Iya, di sana aja muncul satu. Cuma dia masih jauh, tadi saya naik ke atas sana, masih jauh di lembah."
Kata Sekretaris BPBD Kabupaten Karangasem, Putu Eka Tirtana, saat dikonfirmasi Senin (2/10).
@merdeka.com
Diduga, kemunculan api itu karena kencangnya angin yang bertiup sehingga bara kembali menyala menjadi kobaran api.
"Padam semua kemarin. (Tapi) gini, karena masih ada angin, masih ada bara-bara itu. Kayak kemarin itu, berhasil dipadamkan, nanti malam muncul lagi. Jadi kita tidak bisa memastikan. Kayak tadi kami tinggalkan, sudah padam. Mudah-mudahan sih terus, tapi angin sih bertiup kencang di sana."
Kata BPBD Karangasem.
Sampai hari ini, luasan lahan terbakar mencapai 400 hektare. Kemungkinan masih terus bertambah karena di beberapa titik masih ada bara yang menyala.
Alasan menggunakan pemadaman manual untuk mematikan api di lereng Gunung Agung seperti menggunakan ranting pohon yang ada daun yang masih hijau. Kemudian memakai cangkul, cangkang, sekop, alat-alat manual gitu, dan dikubur apinya.
Sebab, penggunaan water boombing lewat helikopter seperti di Gunung Bromo, Jawa Timur tidak bisa dilakukan di Gunung Agung. Cara tersebut pernah dilakukan tahun 2012 lalu, tetapi helikopter mengalami turbulensi.
"Turbulensi karena Gunung Agung tipenya beda. Itu kata teman-teman yang ikut di tahun 2012. Turbulensi itu karena anginnya itu. Di gunung itu kan berputar anginnya dan membahayakan. Lain kalau di Bromo kan datar."