UGM Larang Dosen Killer: Tidak Zamannya Lagi Gunakan Kekerasan Verbal maupun Psikis
UGM melarang dosen killer atau dosen mengajar galak untuk menciptakan suasana belajar nyaman tanpa kekerasan fisik maupun psikis.
Universitas Gadjah Mada (UGM) melarang dosen killer atau dosen galak mengajar untuk menciptakan suasana belajar nyaman tanpa kekerasan fisik maupun psikis.
UGM Larang Dosen Killer: Tidak Zamannya Lagi Gunakan Kekerasan Verbal maupun Psikis
Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran UGM Wening Udasmoro mengatakan, pihaknya sedang berupaya menciptakan relasi yang menyenangkan antara dosen dengan mahasiswa.
"Kita (UGM) sedang membuat gerakan untuk kampus yang aman, nyaman, inklusif, ramah dan bertanggung jawab secara sosial," ucap Wening, Selasa (31/10).
Wening menerangkan, dalam kebijakannya, UGM berkomitmen untuk menghapus kekerasan verbal, kekerasan psikis, kekerasan fisik, kekerasan mental hingga kekerasan seksual pada mahasiswa. Untuk itu, lanjut Wening, barikade-barikade akan dibuat untuk menghapuskan kekerasan di UGM.
Wening mendefinisikan dosen killer adalah dosen yang melakukan kekerasan verbal maupun psikis kepada mahasiswa. Cara-cara mendidik macam itu disebut Wening sudah tak lagi relevan saat ini.
"Sudah tidak relevan. Pada dasarnya di perguruan tinggi mengajarkan value. Kita semua tahu, dosen yang selalu menggunakan kekerasan verbal, kekerasan psikologis," ungkap Wening.
"Bentuk-bentuk kekerasan yang tidak perlu digunakan pada mahasiswa. Memberi tahu mahasiswa kan tidak perlu dengan kekerasan verbal dan psikologis."
Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran UGM Wening Udasmoro
Wening menambahkan, pihak UGM saat ini sedang menyusun SOP atau aturan bagaimana relasi dosen dengan mahasiswa. Nanti pimpinan kampus UGM akan melakukan sosialisasi terhadap larangan dosen killer ini.
"Sekarang ini SOP sedang dalam proses pembuatan. Kita mau bikin SOP ada standar operasional prosedur ya untuk bagaimana relasi yang aman, nyaman antara dosen mahasiswa, sesama mahasiswa," ucap Wening.
"Intinya mengapa kita melakukan itu? Kita ingin melindungi generasi muda kita dari persoalan-persoalan kesehatan mental. Jangan sampai Indonesia di 2045 yang katanya menjadi negara terkaya keempat di dunia tapi banyak yang tidak bisa menikmati karena mengalami persoalan dengan kesehatan mental," tutup Wening.