Wapres soal Aturan Penyediaan Alat Kontresepsi buat Remaja: Jangan Dilihat Kesehatannya Saja, Aspek Keagamaannya juga
Pihak terkait diminta tidak hanya fokus pada aspek medis, tetapi melibatkan lembaga-lembaga keagamaan dalam proses konsultasi dan pengambilan keputusan.
Salah satu poin dalam revisi PP 28 Tahun 2024 terkait penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja menuai pro dan kontra. Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Arif menyarankan perlunya pendekatan menyeluruh, termasuk aspek keagamaan, dalam menangani kontroversi kebijakan penggunaan alat kontrasepsi pada remaja dan pelajar.
Ma'ruf Amin menyarankan agar pihak-pihak terkait tidak hanya fokus pada aspek medis, tetapi juga melibatkan lembaga-lembaga keagamaan dalam proses konsultasi dan pengambilan keputusan.
"Saya menyarankan supaya mendengar, berkonsultasi dengan pihak-pihak lembaga keagamaan, jangan hanya dilihat dari aspek kesehatannya saja, tapi juga aspek keagamaannya," kata Ma'ruf di Bantul, Yogyakarta. Demikian dikutip dari Antara, Rabu (7/8)
Menurut dia, integrasi antara pertimbangan kesehatan dan nilai-nilai keagamaan sangat penting untuk memastikan solusi yang diambil tidak hanya efektif dari segi medis. Tetapi juga sejalan dengan prinsip-prinsip etika masyarakat.
Wapres menekankan pentingnya dialog dan konsultasi sebelum pelaksanaan sebuah kebijakan. Hal itu untuk memastikan pelaksanaan kebijakan dapat berjalan lancar tanpa menimbulkan benturan.
"Sebab kalau nanti terjadi ketidaksamaan pendapat atau konflik pendapat, maka nanti kontraproduktif-lah," ujarnya.
Pihaknya mendorong agar semua pandangan didengarkan dan dipertimbangkan secara seksama untuk mencegah terjadinya konflik dan meminimalisasi dampak negatif.
"Jadi saya minta itu nanti didalami, dirundingkan dan didengarkan sehingga nanti kemudian bisa bagaimana pelaksanaannya supaya tidak terjadi benturan-benturan," katanya.
Pemerintah telah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan. Salah satunya memuat upaya pemerintah meningkatkan layanan promotif dan preventif atau mencegah masyarakat menjadi sakit.
Layanan tersebut termasuk memastikan kesehatan reproduksi untuk remaja, di mana pemerintah akan menggalakkan pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi.
Program tersebut antara lain mengedukasi tentang sistem, fungsi, dan proses reproduksi; menjaga kesehatan reproduksi; perilaku seksual berisiko dan akibatnya; keluarga berencana; serta melindungi diri dan mampu menolak hubungan seksual.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril menjelaskan edukasi terkait kesehatan reproduksi termasuk juga penggunaan kontrasepsi.
“Namun penyediaan alat kontrasepsi tidak ditujukan untuk semua remaja, melainkan hanya diperuntukkan bagi remaja yang sudah menikah dengan tujuan menunda kehamilan ketika calon ibu belum siap karena masalah ekonomi atau kesehatan,” katanya.