WN Jerman Terpidana Kasus Pemalsuan Dokumen Diduga Pakai Gadget di Lapas Klas II A Tangerang
Kasus WBP Lapas Klas II A Tangerang berkebangsaan Jerman, Philipp Kersting dilaporkan ke inspektorat.
WN Jerman Terpidana Kasus Pemalsuan Dokumen Diduga Pakai Gadget di Lapas Klas II A Tangerang
Kasus Warga binaan pemasyarakatan (WBP) Lapas Klas II A Tangerang berkebangsaan Jerman, Philipp Kersting dilaporkan ke inspektorat. Dia diduga melanggar Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 8 tahun 2024, karena diduga kuat menggunakan gadget di dalam kamar tahanan.
Philipp Kersting merupakan terpidana kasus pemalsuan dokumen yang divonis 12 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Tangerang pada Januari 2024, dan telah ditahan sejak Oktober 2023 lalu.
Namun saat ini dia telah keluar lapas setelah permohonan cuti bersyarat (CB) yang diajukan, dikabulkan Direktorar Jenderal Pemasyarakatan, Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Kemenkum HAM Provinsi Banten dan Lapas Klas II A Tangerang.
"Kami melaporkan kepada Kalapas Klas II A Tangerang, atas pelanggaran pasal 26 huruf (i) Permenkumham RI Nomor 8 tahun 2024 atas terpidana Philipp Kersting, yang diduga kuat berdasarkan bukti-bukti yang ada, melanggar aturan dalam lembaga pemasyarakatan karena memiliki, membawa atau menggunakan alat komunikasi atau alat elektronik di dalam lapas saat menjalani masa tahanan," kata Eric Sutawijaya dari kantor hukum BRIS & Partners.
Ditegaskan dia laporan tertulis yang disampaikan ke Ditjen Pemasyarakatan dengan nomor surat No.0122/ BRIS-ZP/S-KL/V/2024 tanggal 30 Mei 2024, dengan tembusan ke Kepala Lapas Klas II A Tangerang serta Irjen Kumham.
Tembusan kepada Kepala Lapas Klas II A Tangerang disampaikan pada 30 Mei 2024, atau lebih dari sepekan sebelum Philipp Kersting memperoleh CB pada 7 Juni 2024.
Dalam surat tersebut, kantor hukum BRIS & Partners meminta agar permohonan CB yang diajukan oleh terpidana Philipp Kersting dapat ditolak.
Mengingat terdapat bukti kuat bahwa Philipp Kersting telah melanggar Pasal 45 ayat (2) huruf c jo Pasal 45 ayat (5) jo Pasal 46 ayat (3) Permenkumham 8/2024, di mana pelanggaran atas 'memiliki, membawa, atau menggunakan alat komunikasi atau alat elektronik' dapat dijatuhi sanksi berat yaitu penempatan dalam sel pengasingan paling lama 12 (dua belas) hari atau penundaan atau pembatasan hak bersyarat.
"Namun aneh justru Kalapas Klas II A Tangerang setelah kami surati seminggu sebelum CB dikabulkan justru menerima CB terpidana WNA ini, ada apa," ujarnya.
Selanjutnya, masih menurut Eric, BRIS telah mengajukan surat keluhan kepada institusi yang sama dengan nomor surat 0137/BRIS-ZP/S-KL/V/2024 tanggal 13 Juni 2024.
Dalam surat tersebut kantor hukum BRIS dan rekan menyoroti perihal tetap dikabulkannya permohonan CB yang diajukan oleh terpidana Philipp Kersting kepada Lapas Klas II A Tangerang. Karena terpidana jelas-jelas tidak taat dan patuh terhadap aturan Lapas dengan kepemilikan alat komunikasi.
"Pelanggaran yang dilakukan oleh Tuan Philipp Kersting adalah memiliki, membawa dan menggunakan alat komunikasi atau elektronik sehingga yang bersangkutan dapat mengirimkan surat elektronik perusahaan (corporate email) pada tanggal 6 Maret 2024, dan melakukan percakapan melalui Whatsapp pada malam hari di mana warga binaan sudah berada di dalam kamar tahanan. Sangat aneh apabila seseorang mengatakan dapat mengirimkan corporate email melalui perangkat elektronik yang disediakan sebagai fasilitas umum Lapas, misalnya, mengingat corporate email memiliki fitur keamanan tersendiri yang hampir mustahil bisa digunakan dari fasilitas umum Lapas," jelasnya.
Kalapas Pemuda Klas IIA Tangerang, Wahyu Indarto membenarkan telah mengabulkan CB dari terpidana Philipp Kersting pade 7 Juni 2024 lalu. Dia menegaskan terpidana PK selama menjalani masa tahanan berkelakuan baik.
"Yang bersangkutan selama di sini pidananya kan setahun, dan setelah berkelakuan baik, kami berikan cuti bersyarat, kami berikan hak-haknya sebagai warga binaan pemasyarakatan," ujar Kalapas Klas II A Tangerang Wahyu Indarto.
Wahyu beralasan kalau gadget atau barang elektronik yang digunakan PK saat menjalani masa tahanan adalah handphone wartel sispas, yang merupakan fasilitas cuma-cuma bagi terpidana yang menjalani masa tahanan di dalam Lapas Klas II A Tangerang.
'Memang ada yang mengadu bahwa yang bersangkutan menggunakan gadget, tapi setelah kami panggil yang bersangkutan itu menggunakan gadgetnya itu yang ada di wartel sispas, di mana memang kami fasilitasi untuk berkomunikasi dengan keluarga. Kami lakukan penggeledahan di kamarnya dan tidak ditemukan gadget di kamar maupun di badan yang bersangkutan, sehingga kami tetap memberikan hak-hak mereka," ujar Wahyu.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan Pusat Penahanan Center for Detention Studies, Ali Ara Noval menegaskan, berdasarkan aturan pemasyarakatan bahwa cuti bersyarat merupakan hak setiap narapidana yang diberikan dengan persyaratatan umum dan khusus terutama bagi narapidana WNA.
"Pemberian cuti bersyarat bagi WBP ini harus dipastikan mengacu ke Permen nomor 3 tahun 2018. Kalau misal yang bersangkutan dilaporkan ada pelanggaran disiplin, itu mungkin harus dilihat lagi. Karena pengajuan cuti bersyarat WNA itu langsung ke Dirjen," tegasnya.
Jika pelanggaran tata tertib oleh narapidana, maka Ditjen Pemasyarakatan juga harus mengacu pada Permenkumham RI nomor 8 tahun 2024.
Menurut Ali, pengajuan CB bagi narapidana WNA lebih sulit dibanding WNI, sebab dalam aturan berlaku ada syarat umum dan syarat khusus yang harus dipenuhi napi WNA sebelum memperoleh CB.
"Kalau di persyaratan 1,5 tahun mungkin ini pertimbangan apakah dimungkinkan dengan masa pidana 12 bulan. Kalau lihat prosedur cuti bersyarat WNA lebih sulit sebenarnya dia ada syarat umum dan khusus. Dan hak CB juga bisa dicabut dengan mengacu pada pasal 139," ungkap Ali.